-->

Negara Wajib Hentikan Persekusi

Oleh: Endang Widayati

Penamabda.com - Di era sekarang dimana media sosial dapat diakses dengan mudah serta informasi yang datang dari segala sumber baik terpercaya atau tidak hal tersebut sangatlah memerlukan tabayyun. Sebagai umat islam dan manusia yang memeliki akal sehat, sudah seharusnya kita bisa memfilter serta menelaah informasi atau sebuah permasalahan yang terjadi. Di zaman sekarang ini banyak orang yang mudah terprovokasi serta tersulut emosinya karena suatu persoalan tanpa tau bagaimana akar dan sumber masalahnya. Maka dari itu, bertabayyun atau menelaah suatu permasalahan sangat penting untuk dilakukan agar tidak terjadi perpecahan.

Baru-baru ini beredar video anggota Ansor Bangil sedang menanyai AH terkait hal itu dan menyebutnya sebagai pengikut HTI viral di media sosial. 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah meminta Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mampu membedakan tabayyun dengan persekusi.

Hal itu lantaran Menag Fachrul Razi mengapresiasi tindakan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bangil yang mendatangi rumah AH, seorang warga yang disebut pengikut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan.

Menag semestinya punya kemampuan membedakan tabayyun dan persekusi. Memaksa seseorang mengakui aktivitas yang tidak terbukti di muka hukum adalah persekusi. Menag perlu menempatkan diri sebagai mediator untuk hal-hal yang memang berkaitan dengan agama, termasuk kerukunannya.

Persekusi Subur di Iklim Demokrasi

Dipahami bersama bahwa demokrasi merupakan suatu pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Demokrasi melahirkan empat kebebasan bagi individu yang amat dijunjung tinggi. Empat kebebasan itu ialah kebebasan beragama, kebebasan berpendapat,k ebebasan kepemilikan dan kebebasan bertingkah laku.

Selama kebebasan itu tidak mengganggu hak orang lain maka seoraang individu bebasa untuk melakukan apapun sesuai dengan yang diingini oleh hatinya. Tanpa melihat kepada standar halal-haram. Jelas, konsep kebebasab seperti ini akan membuka lebar kerusakan di tengah masyarakat.

Inilah fakta demokrasi yang saat ini dianut dan digunakan oleh hampir semua negara yang ada di dunia. Tentu saja dalam implementasinya akan mengalami variasi-variasi tertentu yang dilatar belakangi oleh kebiasaan, adat istiadat serta agama yang dominan di suatu negara. Namun demikian variasi yang ada hanyalah terjadi pada bagian cabang bukan pada prinsip tersebut.

Pun termasuk apa yang terjadi di dalam video viral detik-detik Banser melakukan penggrudukan terhadap ulama. Hal tersebut tidak dapat dibenarkan sebab terjadi pemaksaan di sana. Sunggug disayangkan bila pemerintah dalam hal ini adalaha Menag malah mengapresiasi tindakan persekusi tersebut. Yang sejatinya dilakukan oleh negara adalah wajib menghentikan persekusi. Sebab, negaralah yang memiliki wewenang tertinggi.

Beginilah kondusi di mana demokrasi yang menjadi sistem negara. Persekusi tumbuh dengan subur bahkan menjadi lebat, sebab iklim yang ada sangat cocok. Sulit untuk mengidentifikasi di antara dua hal yang baik dan salah. 

Pentingnya Tabayyun

Dalam Islam, mencari kebenaran atau meluruskan suatu hal disebut dengan tabayyun. Tabayyun sendiri menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Hujurat/49:6. 
"Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian."
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah melarang seorang sahabat bernama Mu’az bin Jabal yang hendak buru-buru menyebarkan sebuah hadis. Rasul khawatir hadis tersebut disalahpahami oleh Masyarakat, terutama yang belum cukup ilmunya.

Hadis yang akan disebar oleh Mu’az adalah yang berbunyi, “Tidaklah (ada ketentuan kepada, red) seseorang yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah mengharamkan baginya api neraka”.
Rasul khawatir hadis tersebut akan disalahartikan jika terburu-buru disebarkan kepada Masyarakat.

“Wahai Rasul, tidakkah aku sebaiknya menyebarkan hadis ini kepada umat agar mereka bergembira?” tanya Mu’az tak mengerti.
“Jika demikian, maka mereka hanya akan mengandalkan hadis tersebut saja,” jawab Rasul sebagaimana direkam dalam HR. Muslim.

Beberapa ulama menjelaskan maksud jawaban Rasul ini dengan menyebut bahwa rasul khawatir umat hanya akan mengandalkan kesaksian terhadap Ketuhanan Allah dan Kerasulan Muhammad saja sebagai satu-satunya bekal untuk terhindar dari api neraka, lalu mereka mengabaikan ibadah dan berbuat baik.

Kisah di atas mengajarkan pentingnya melakukan tabayyun, bukan saja terhadap kebenaran sebuah informasi, tetapi juga kesiapan orang yang akan menerima informasi tersebut. Bagi orang-orang yang belum cukup matang keilmuannya, sesuatu yang sederhana justru dapat menjadi awal dari bencana. Itu sebabnya, Sayyidina Ali pernah berkata, “andai orang yang tak berilmu mau diam sejenak, niscaya gugur perselisihan yang banyak.”
Sementara untuk pencari ilmu, biasakan untuk konfirmasi tiap kali mendapat informasi. Pahami dan resapi makna dari informasi yang diterima sebelum diteruskan kepada banyak orang lainnya. Tak semua informasi yang diterima layak atau boleh disebarkan, beberapa ulama bahkan mengharamkan perilaku yang demikian.

“Cukuplah seseorang itu dinyatakan berbohong jika dia menceritakan semua yang ia dengar” (HR. Muslim), demikian ungkap Rasul. Demikianlah, bagaimana Islam menempatkan tabayyun sebagai hal yang penting. Kondisi semacam ini tidak akan dijumpaki kecuali jika syariat Islam ditegakkan di tengah masyarakat. Negara menjadi simpul penerapan syariat Islam secara menyeluruh. 

Wallahu a'lam