-->

BLT Pekerja, Solusi Tepat Saat Wabah?

Oleh : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Penamabda.com - Pemerintah berencana akan memberikan Bantuan Langsung Tunai  (BLT)  bagi para pekerja dengan gaji di bawah 5 juta per bulan. Kabar ini ibarat angin segar bagi pekerja di saat wabah dengan berbagai kesulitan ekonomi yang melanda. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sebanyak 13,8 juta pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan gaji di bawah Rp 5 juta akan mendapatkan BLT. Anggaran yang akan dialokasikan mencapai Rp 31 triliun. Subsidi BLT ini merupakan bagian dari stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional dalam menanggulangi dampak Covid-19. (tempo.co, 7/8/2020)

BLT pekerja ini rencananya  diberikan per 2 bulan langsung ditransfer ke rekening para pekerja. Menurut Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Thohir, langkah ini dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penyalurannya. (tempo.co, 7/8/2020)

BLT inipun juga menuai pro kontra di masyarakat. Dikhawatirkan BLT ini bernasib serupa dengan bantuan pemerintah sebelumnya yang menggunakan data tidak akurat sehingga tidak tepat sasaran. Sebagaimana dilansir  tempo.co pada 6 Agustus 2020, Ombudsman RI menyatakan telah menerima 1.346 pengaduan dari masyarakat terkait bantuan sosial (Bansos) yang disalurkan pemerintah pusat ataupun daerah. 

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Tauhid Ahmad mengatakan ada unsur ketidakadilan dalam pemberian BLT pekerja. Pasalnya,  bantuan sebesar Rp 600.000 per bulan tersebut bakal diberikan hanya kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan  sejumlah 13,8 juta pekerja. Padahal, secara keseluruhan jumlah buruh dan pegawai di Indonesia mencapai 52,2 juta orang. (kompas.com,  7/8/2020)

Lalu bagaimana dengan para pekerja informal seperti para pedagang kaki lima dan sejenisnya yang tidak terdaftar dalam BPJS ketenagakerjaan ? Ini yang semestinya tidak boleh  luput dari perhatian pemerintah. Pemerintah semestinya berlaku adil tanpa timpang salah satu. 

Begitulah  Negara Korporasi berlaku pada rakyatnya. Tak ada rumus pelayanan rakyat dalam kamusnya. Sebaliknya, pemerintah senantiasa berhitung untung rugi tiap mengeluarkan kebijakan dalam kondisi pandemi sekalipun. 

Berbeda jauh dengan Islam, yang senantiasa menjadikan posisi negara sebagai pelayan rakyat. Tak ada perhitungan untung rugi ketika mengeluarkan kebijakan, terlebih dalam kondisi pandemi. Khalifah memastikan tiap individu rakyat terjamin kebutuhan pangannya secara layak. 

Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab yang memanggul sendiri gandum di pundaknya untuk ibu dan anak  yang sedang kelaparan dengan perjalanan yang cukup jauh. Umar bin Khaththab sangat  khawatir karena kelalaiannya itulah ia akan dimasukkan ke neraka. 

Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun “rumah tepung” (dar ad-daqiq), sebuah lembaga perekonomian yang berada pada masa pemerintahan Umar. Lembaga ini bertugas membagi tepung, mentega, kurma, dan anggur yang berada di gudang bagi para musafir yang kehabisan bekal. 

Dalam buku The Great leader of Umar bin Khaththab, diceritakan bahwa ketika terjadi krisis, Khalifah Umar ra. melakukan beberapa hal berikut:

Pertama, Khalifah Umar memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya.

Kedua, Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan untuk membuat posko-posko bantuan.

Ketiga, Musibah yang melanda, juga membuat Khalifah semakin mendekatkan diri kepada Allah, meminta pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala Pemilik alam seisinya.

Keempat, Kepada rakyatnya yang datang karena membutuhkan makanan, segera dipenuhi. Yang tidak dapat mendatangi Khalifah, bahan makanan diantar ke rumahnya, beberapa bulan sepanjang masa musibah.

Kelima, Tatkala menghadapi situasi sulit, Khalifah Umar bin Khaththab meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.

Keenam, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. ketika terjadi bencana adalah menghentikan sementara hukuman bagi pencuri.

Seperti inilah semestinya seorang penguasa.  Penguasa negeri yang tidak lepas tanggung jawab atas apa yang menimpa rakyatnya. 

“Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya” (HR Muslim dan Ahmad).