-->

Pelajaran Dari Srebrenica; Tanpa Khilafah Umat Merana

Oleh : Aya Ummu Najwa

Penamabda.com - Jakarta, CNN Indonesia -- Umat Muslim Bosnia menandai peringatan 25 tahun pembantaian Srebrenica pada Sabtu (11/7) waktu setempat, di tengah pandemi virus corona Covid-19. Pada 11 Juli 1995, usai Srebrenica dikepung, pasukan Serbia membunuh lebih dari 8.000 pria dan anak lelaki muslim dalam beberapa hari. Merupakan pembantaian dan genosida paling sadis di dunia.

Bermula dari runtuhnya Republik Federal Sosialis Yugoslavia yang menjadi penyebab utamanya. Deklarasi kemerdekaan Republik Bosnia dan Hezergovina yang tidak diakui oleh tentara Serbia dan Tentara Rakyat Yugoslavia (JNA). Keduanya ingin mengamankan teritori, tapi rupanya juga diikuti oleh pembersihan etnis non-Serbia di area yang coba mereka kontrol.

Srebenica terletak di ujung timur Bosnia dan Hezergovina. Kota tersebut jadi target selanjutnya setelah tentara Serbia dan JNA puas mengobrak-abrik Bratunac, wilayah yang juga terletak di perbatasan kedua negara. Mayoritas penduduk adalah muslim Bosnia. Desa-desa di wilayah itu direbut, rumah dibakar, warganya dipukuli bahkan dibunuhi. Tercatat 1.156 warga Bratunac tewas, sementara lainnya dipaksa mengungsi (dan akhirnya terkonsentrasi) ke Srebrenica.

Dalang dari peristiwa kejam di Srebrenica adalah Jenderal Republik Srpska (Serbia) berjuluk Si Jagal Bosnia, Ratko Mladic. Ia tumbuh menjadi anggota Liga Komunis Yugoslavia, lalu berkarier di Tentara Rakyat Yugoslavia. Posisinya melejit dari perwira tinggi, Kepala Staf Angkatan Darat, sampai akhirnya ditunjuk sebagai jenderal saat memasuki Perang Bosnia tahun 1992-1995. Di bawah komandonya pada tanggal 5 April 1992, di hari yang bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan Bosnia dan Herzegovina, pasukan Yugoslavia mengepung ibukota Bosnia dan Herzegovina, Sarajevo.

Mladic dan pasukannya mencoba menduduki pusat kota dan menggulingkan pemerintahan resmi Bosnia lewat kudeta. Pengepungan Sarajevo, merujuk laporan final PBB, berlangsung selama 1.425 hari (5 April 1992-29 Februari 1996) dan menjadi pengepungan terlama dalam sejarah perang dunia. Mladic dan pasukannya memang pada akhirnya mundur. Namun korban tewas mencapai 13.952 jiwa, 5.434 di antaranya berasal dari kalangan rakyat sipil. 

Memang benar, PBB kemudian membentuk pasukan UNPROFOR yang diisi oleh sekitar 400 tentara asal Belanda. Sejak April 1993, PBB juga menjadikan Srebrenica sebagai wilayah aman. Artinya kota tersebut tidak boleh dijadikan lahan pertempuran oleh seluruh pihak yang sedang berperang.

Namun, saat pembantaian sedang berlangsung, pasukan Belanda malah menyerahkan 5.000 pengungsi untuk ditukar dengan 14 tentaranya yang ditahan Mladic. Walaupun, hingga kini keputusan tersebut memicu kecaman dan penyesalan baik dari pihak PBB maupun pemerintah Belanda. Apalah penyesalan hari ini, padahal pada saat itu, PBB dan pasukan Belanda dapat melakukan tindakan pencegahan pembantaian, namun mereka hanya melihat, diam tak melakukan apapun.

Daftar awal orang-orang yangang hilang atau dibunuh di Srebrenica yang disusun oleh Komisi Orang Hilang Federal Bosnia menyatakan total korbannya sebanyak 8.373 jiwa. Pada Juli 2012 sebanyak 6.838 korban genosida telah diidentifikasi melalui analisis DNA. Bermodalkan bagian tubuh yang ditemukan dari kuburan massal. Dan pada Juli 2013, 6.066 korban telah dimakamkan di Pusat Peringatan Potocari.

Wahai generasi umat, sejatinya tragedi Srebrenica dan perang Bosnia menjadi pelajaran bahwa tanpa khilafah negeri muslim akan terus menjadi medan pertarungan kepentingan negara besar yang tak segan  mengorbankan ribuan nyawa kaum muslim. Umat Islam hanya akan menjadi tumbal dari kerakusan dan kebengisan kaum kufar.

Tidak hanya di Sebrenica, lihatlah hari ini, betapa nasib umat Islam masih sangat memprihatinkan. Palestina, Suriah, Rohingya, Uighur, Kashmir, dan di negeri-negeri lain masih banyak kaum muslim yang dibantai, dibunuhi, dijarah, dijajah dan terusir dari negerinya sendiri, tanpa penolong.

Tidak hanya itu, bahkan, tragedi ini juga menjadi bukti tidak adanya perlakuan adil dari PBB terhadap negara berpenduduk muslim, bahkan PBB menjadi alat untuk melegitimasi kebengisan segelintir penjahat untuk memuaskan nafsu kedengkiannya terhadap Islam dan kaum muslim. Umat Islam tidak bisa terus berharap terhadap bantuan dari PBB maupun dari negara lain, karena sejatinya mereka sama.

Sungguh, inilah yang akan terus terjadi jika umat tanpa perisai, ia akan terus disiksa dan merana. Maka perisai itu adalah Khilafah, bentuk negara yang dicontohkan oleh Rasulullah, yang akan menjadi payung umat dari serangan musuh-musuhnya. Karena hanya Khilafahlah yang telah membuktikan mampu menjaga umat Islam dari kedzaliman kaum kufar lebih dari 13 abad lamanya, serta mampu menaungi hingga 2/3 dunia dalam kemakmuran. Dan hanya dengan Khilafahlah umat Islam akan kembali kepada fitrahnya yaitu umat terbaik, menebar kerahmatan, dan mencapai kegemilangan.

Wallahu a'lam.