-->

Materi Ajar Khilafah Diganti Moderasi Islam?


Oleh: Eva Erfiana, S.S

Penamabda.com - Konten radikal seperti perang (jihad) yang termuat di 155 buku pelajaran Agama Islam telah dihapus oleh Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi. Fachrul memastikan 155 buku pelajaran Agama Islam yang telah di revisi itu sudah mulai dipakai pada tahun ajaran baru 2020/2021.

Menurutnya, penghapusan konten radikal ini merupakan bagian dari program penguatan moderasi beragama yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag). “Kami telah melakukan review 155 buku pelajaran. Konten yang bermuatan radikal dan ekslusivis dihilangkan. Moderasi beragama harus dibangun dari sekolah,” kata Fachrul dalam keterangan resminya kamis (2/7). 

Lalu mengapa konten ajar jihad dianggap berbahaya hingga dihapus? Bukankah jihad adalah salah satu ajaran Islam yang wajib dan begitu mulia.
Sebelumnya, Kementerian Agama merevisi 155 buku pelajaran agama, sejak September 2019 lalu.Upaya itu dilakukan setelah menemukan pelajaran yang tak sesuai konteks zaman, seperti Khilafah dan jihad.

Namun, kini dalam buku agama Islam revisi terbaru akan masih memuat materi soal Khilafah dan Nasionalisme. Meski demikian buku itu akan memberi penjelasan bahwa Khilafah tak lagi relevan di Indonesia.

Hal serupa diungkap oleh Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Kementrian Agama, Umar, pada Desember 2019 lalu. Bahwa semua buku ajaran di MI, MTs dan MA berorientasi pada penguatan karakter, ideologi pancasila dan anti korupsi. Paling utama mengajarkan Islam Wasathiyah.

Nantinya anak-anak akan diajari bagaimana pandangan Islam dalam membangun negara dan pemerintahan. Jadi perpektifnya beda dengan Khilafah yang dimaksud oleh pihak-pihak yang ingin mendirikan Khilafah di negara Pancasila.

Umar juga menyampaikan bahwa yang ingin dikedepankan oleh Kemenag adalah Rasul yang membangun masyarakat madani. Supaya dapat dipahami pentingnya menjaga perdamaian dan toleransi. Sebab Rasul dengan umat-umat agama lain juga bertoleransi. Dia menegaskan pihaknya tidak akan menghilangkan fakta-fakta sejarah Islam, “Apakah kemudian pemerintah Islam (Khilafah) enggak di? Ya tentu nanti ada porsi (pelajaran tentang) membangun peradaban dan pemerintahan, tapi yang sesuai dengan negara kita Indonesia,” jelasnya.

Kemudian, mengapa bahan ajar sekolah semakin aneh seperti ini? Katanya tidak ingin menghilangkan fakta sejarah, tapi kenapa ajaran Islam dipilah-pilah? Lambat laun pemerintah menggiring para pelajar pada moderasi Islam dan sekularisme agama. Bukankah sebagai seorang Muslim taat kita diharuskan berislam secara kaffah? Bukan malah memilah-milah ajaran Allah sesuai dengan kehendak dan kepentingan manusia. []