-->

Arah Pendidikan Islam: Dulu, Sekarang, dan Nanti

Oleh: Luthfi, S.Pd.I., M.Pd
(Pemerhati Pendidikan – Pegiat Literasi Aceh Barat)

Penamabda.com - Sejarah mencatat, 02 Juli 2020, Menag melalui keterangan tertulisnya menyatakan hasil revisi materi pendidikan agama Islam menghapus konten radikal pada 155 buku pelajaran. Menag juga memastikan buku-buku itu akan memberi penjelasan bahwa khilafah tak lagi relevan di Indonesia, namun demikian materi khilafah tetap ada dengan sejumlah revisi yang ditetapkan (makassar.terkini.id, 02/07/20). 

Tentu saja hal ini mengundang perhatian dan respon dari berbagai pihak. Baik pendidik, media, pengamat, pemerhati, penulis, dan pihak-pihak terkait lainnya. 

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada Kementerian Agama (Kemenag), Umar, menjelaskan setiap materi ajaran yang berbau tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan dan toleransi juga dihilangkan. Lebih lanjut Umar mengatakan "Karena kita mengedepankan pada Islam wasathiyah” (republika.co.id, 19/12/19).

Memang benar, kita tidak bisa mengajarkan atau mengajak kepada hal yang bertentangan dengan kedamaian, keutuhan, dan toleransi yang membawa kepada kerusakan. Kerusakan secara pemikiran, fisik, dan psikis yang mengacu pada arti pendidikan yang sebenarnya.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sekilas konsep pendidikan tersebut sudah sesuai dengan Islam. Namun penerapannya sangat berbeda, bahkan menyalahi tujuan pendidikan Islam. Wajar hal ini terjadi, karena pada hakikatnya sistem pendidikan saat ini menganut sistem sekuler. Memisahkan ruh Islam dengan pemikiran. Maka lahirlah generasi yang mengkotak-kotakkan kehidupan.

Adanya revisi materi ajar pendidikan agama Islam dari semangat perjuangan dakwah Rasulullah SAW menjadi Rasul membangun masyarakat madani. Revisi ini pun didukung dengan program moderasi  beragama yakni pembangunan rumah moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) serta penguatan bimbingan perkawinan (makassar.terkini.id, 02/07/20). Lebih lanjut, penguatan diberikan melalui pelatihan bagi guru dan dosen, penyusunan modul pengarusutamaan Islam wasathiyah, serta madrasah ramah anak.

Program tersebut menjadi bukti kemana arah pendidikan negeri ini, yaitu sekulerisasi pendidikan. Ini adalah pengalihan sistematis terhadap ajaran Islam. Kurikulum yang menjadi rujukan mengarahkan anak umat memperjuangkan tegaknya Islam diganti materi yang mendorong mereka mengganti Islam dengan sistem buatan manusia. Tentu ini bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam.

Semua materi pendidikan Islam bersumber dari wahyu ilahi dan sahih jalurnya. Disampaikan Jibril AS kepada Rasulullah SAW, diterima Rasulullah SAW, kemudian diajarkan kepada umat secara sistematis. Adapun tujuan dari pendidkan Islam adalah membentuk keperibadian Islam. Maka apa yang datang dari Islam menjadi dasar pendidikan Islam dan tidak akan berubah sampai akhir zaman tanpa pengurangan sedikitpun, karena Islam relevan sepanjang zaman.

Lalu bagaimana gambaran sistem pendidikan Islam itu?
Adapun sistem pendidikan Islam yang sudah teruji dan terbukti mengantarkan kepada kegemilangan adalah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan harus diselenggarakan berdasarkan akidah Islam. Pendidikan formal, non formal, dan informal dalam penyelenggaraannya harus menjadikan iman sebagai dorongan untuk mendidik. Hal ini harus dipahami guru, dosen, dan orang tua. Karena tujuan pendidikan Islam adalah membentuk keperibadian Islam (pola pikir Islam dan pola sikap Islam), maka harus ada sinergi ilmu-ilmu keislaman (tsaqofah) dengan ilmu-ilmu terapan agar menghasilkan pemikir dan ilmuan Islam yang bertakwa.

Kedua, kurikulum disusun berdasarkan tujuan sahih (keperibadian Islam). Proporsi bobot materi tsaqofah, ilmu-ilmu terapan, dan kecakapan hidup, haruslah diperhitungkan dengan baik. Maka negara sangat berperan dalam mengatur alur dan tatanan kurikulum. Memunculkan aspek ruhiyah harus diperhatikan dalam segala situasi.

Ketiga, metode pengajaran harus sahih. Metode pengajaran yang sahih berupa proses penyampaian pemikiran oleh pendidik dan penerimaan oleh peserta didik. Proses berpikir yang terjadi adalah penggambaran fakta (ilmu yang disampaikan) yang diberikan pendidik kepada peserta didik. Hal inilah yang akan mempengaruhi perilaku peserta didik. Maka sangat penting bagi pendidik untuk terus berpikir kreatif demi tersampainya materi ajar.

Keempat, menggunakan teknik dan sarana pengajaran yang sahih. Perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Sangat penting pendidik berinovasi dalam penggunaan sarana dan teknik pengajaran tanpa mengabaikan proses pemikiran. Maka pendidik yang seperti ini akan mampu menyampaikan materi ajar dalam situasi seperti apapun. Termasuk masa pandemi.

Kemudian yang kelima, dukungan langsung dan sepenuhnya dari negara pada semua aspek. Anggaran sangat penting dalam keberlangsungan pendidikan. Maka negara harus mendesain anggaran dengan model pembiayaan berbasis baitul mal. Karena baitul mal memiliki kekuatan dana terbaik pada kondisi apapun.

Sistem pendidikan di atas jelas mengarah kepada pembentukan keperibadian Islam. Sejak awal Islam ada, sekarang, dan sampai akhir zaman nanti, arah pendidikan Islam haruslah membentuk keperibadian Islam.

Hal itu akan tercapai hanya jika Islam diterapkan secara kaffah yang penerapannya membutuhkan khilafah. Karena khilafah yang akan menerapkan Islam secara sitematis dalam semua lini kehidupan. Maka revisi makna dan sistem khilafah akan mengikis semangat perjuangan generasi penerus peradaban untuk memperjuangkan kembalinya sistem Islam. Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam tidak akan tercapai. Maka dari itu tidak perlu adanya revisi materi ajar. Karena materi dalam Islam relevan sepanjang zaman. 

Wallahu‘alam bisshawab