-->

Ancaman resesi di depan mata, bagaimana nasib masyarakat?

Oleh : Kharisma Devi

Penamabda.com - Pandemi covid-19 yang melanda 3 bulan ini menyebabkan krisis di berbagai negara. Tidak terkecuali Indonesia. Ancaman resesi di Indonesia semakin nyata setelah Singapura juga mengalaminya. Masyarakat Indonesia diminta agar bisa hidup hemat dalam membelanjakan hartanya, sebab masa resesi belum bisa diperkirakan. 

Dikutip dari detikFinance.com, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan "Kurangi juga belanja yang tidak sesuai kebutuhan dan fokus pada pangan serta kebutuhan kesehatan. Jadi jangan latah ikut gaya hidup yang boros. Pandemi mengajarkan kita apa yang bisa dihemat ternyata membuat daya tahan keuangan personal lebih kuat."

Selain itu masyarakat juga harus mempersiapkan tabungan yang cukup untuk menghadapi resesi ini dan menjaga kesehatan agar tidak terkena wabah. Seperti yang dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, "Tetap harus berjaga-jaga mempersiapkan kondisi terburuk yaitu apabila resesi ini berkepanjangan. Ini perlu stamina yang kuat termasuk juga tabungan yang cukup. Jangan Boros. Yang utama tetap menjaga kesehatan. Resesi disebabkan oleh wabah, oleh karena itu solusi utama menghadapi resesi adalah mengakhiri wabah. Apabila wabah berakhir, resesi akan berakhir."

Pemaparan di atas seolah masyarakat diharuskan untuk menjaga diri mereka sendiri dalam menghadapi wabah dan resesi yang melanda negaranya. Peran negara nihil dalam mempertanggungjawabkan segala kebutuhan pokok masyarakat. Hal tersebut sangat wajar terjadi pada negara yang mengemban sistem kapitalisme. 

Karena pada dasarnya, sistem kapitalisme merupakan sistem yang berasaskan manfaat (naf'iyyah). Cara apapun akan dilakukan asalkan mendapatkan keuntungan. Terlebih lagi negeri ini masih saja mengadopsinya padahal telah jelas nampak kegagalan sistem kufur ini dalam mengatasi berbagai persoalan, malah memperparah keadaan dengan berbagai kerusakan yang dihasilkan.

Hal ini terbukti, ketika terjadi ancaman krisis ekonomi selama pandemi yang berkepanjangan. Pemerintah justru menggiatkan kembali sektor perekonomian, tidak peduli terhadap kasus positif covid-19 masih terus meningkat. Hanya berbekal protokol kesehatan, masyarakat dibiarkan bertarung sendiri melawan virus dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena memang yang menjadi prioritas negara bukanlah nyawa dan kesejahteraan rakyat, melainkan keuntungan yang akan didapatkan oleh segilintir orang para pemegang kekuasaan.

Selain itu, terjadinya kesenjangan sosial yang mengakibatkan angka kemiskinan terus bertambah pada masa pandemi ini. Belum lagi banyak perusahaan yang mengurangi jumlah produksinya sehingga jumlah masyarakat yang kehilangan pekerjaan pun bertambah. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi negara kapitalisme lebih banyak ditopang oleh sektor non riil, seperti perbankan dan saham perseroan terbatas yang rentan mengalami penurunan selama pandemi berlangsung. Kemudian sektor riil barang dan jasa yang seharusnya dapat mendukung perekonomian pun ikut kewalahan. Ditambah sumber pendapatan negara yang paling besar berasal dari pajak juga tidak dapat diandalkan karena rakyat sudah terbebani dengan kebutuhan hidup yang harus dicukupi. 

Berbagai permasalahan yang terjadi sebenarnya tak lepas dari peran negara dan sistem yang diterapkannya. Penerapan sistem kufur ini memang rentan kegagalan, sehingga terjadinya krisis ekonomi bukan semata-mata terjadi karena pandemi. Sistem yang dari awal telah rusak asasnya menyebabkan ancaman resesi bukanlah hal yang mustahil terjadi. Maka satu-satunya jalan keluar hanya beralih kepada sistem Islam yaitu Khilafah Islamiyah. 

Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Di dalamnya, diatur 3 pos kepemilikan yaitu kepemilikan negara (berasal dari pembayaran jizyah, kharaj, ghanimah), kepemilikan umum (pengelolaan hasil tambang, kekayaan laut) dan kepemilikan individu. Pengelolaan kepemilikan negara dan kepemilikan umum akan menjadi sumber pendapatan negara yang bersifat riil. Kewenangan negara ini dilakukan tanpa campur tangan asing dan Aseng sehingga negara benar-benar dapat menggunakannya untuk kesejahteraan rakyat yang menjadi prioritas. 

Selain itu, negara khilafah hanya menjalankan perekonomian di sektor riil barang dan jasa sehingga tenaga kerja dapat lebih banyak terserap. Negara menjamin setiap rakyatnya memiliki pekerjaan yang layak sebagai bekal dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu, perekonomian sektor non riil yang mengandung unsur ribawi segera dihentikan karena hanya akan menghambat penyerapan tenaga kerja. Dan juga mengganti penggunaan uang kertas yang jelas-jelas rentan terhadap inflasi. Negara khilafah menggunakan uang berbasis emas dan perak yang terbukti tahan terhadap krisis. 

Demikianlah ketika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan termasuk sistem perekonomian. Keberkahan dan kesejahteraan rakyat bukan lagi angan-angan, terlebih ancaman krisis ekonomi bahkan resesi jelas dapat diatasi.