-->

Tarif Listrik Melonjak, Rakyat Tersedak

Oleh : Afiyah Rasyad (Penulis)

Penamabda.com - Kondisi memprihatinkan kembali menimpa rakyat. Di tengah pandemi yang terjadi, rakyat diserang oleh kebijakan plin plan, pemutusan hubungan kerja (PHK), terbukanya kran impor, naiknya iuran BPJS, dan kini tarif listrik melonjak.

Di beranda facebook banyak sekali yang mengeluhkan melonjaknya tarif listrik. Spekulasi dalam komentar pada sebuah akun terjadi, banyak yang mengira PLN memberlakukan subsidi silang terhadap pelanggan 450 VA dan 900 VA secara diam-diam. Keluhan demi keluhan berdatangan. Pasalnya tarif listrik yang melonjak membuat rakyat tersedak dan kehabisan nafas.

PT PLN (Persero) menekankan bahwa tidak ada kenaikan tarif listrik tersebut. Alasannya, bukan wewenang PLN untuk menaikkan, tetapi wewenang pemerintah sebagaimana yang diberitakan oleh CNBCIndonesia (7/6).

Menurut Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo menyatakan bahwa salah satu faktor yang mengakibatkan tagihan listrik Juni melonjak karena pelanggan mengalami kenaikan konsumsi listrik selama periode work from home (WFH). Kompas.com (7/6)

Melonjaknya tarif listrik tentu membuat dada rakyat sesak. Alasan PLN sedikit masuk akal. Namun tarif yang melonjak drastis karena alasan penghitungan meter Maret, April, Mei ada yang belum tertunaikan di luar nalar. Rakyat tetap terbelalak dan tersedak dengan adanya tagihan fantastis yang harus dibayar di bulan Juni.

Sungguh, naiknya tarif listrik ini semakin menampakkan aroma liberalisasi kelistrikan. Sejak disahkannya UU ketenagalistrikan No 20 tahun 2002, aroma busuknya semakin tercium. UU tersebut salah satunya mengatur perkara unbundling vertikal yakni pemisahan proses bisnis PLN menjadi beberapa usaha. PLN menjadi pembangkit, transmisi, distribusi, serta penjualan tenaga listrik.

Tentu saja hal itu memberi peluang lebar pada pihak swasta dan asing dalam bisnis kelistrikan. Sehingga PLN hadir sebagai regulator saja. Walhasil, privatisasi listrik terjadi. Maka, UU tersebut tak bisa menjamin rakyat mendapatkan energi listrik dengan murah dan mudah karena sudah dikomersilkan.

Asas manfaat mencengkran hampir di semua lini kehidupan, termasuk dalam pemenuhan energi listrik. Tak heran kenaikan tarif sering terjadi, karena saat ini negara menerapkan sistem kapitalisme, di mana segala sesuatunya diukur berdasarkan materi dan keuntungan semata.

Jauh berbeda dengan sistem Islam. Sebagai sistem yang sempurna dan menyeluruh, Islam adalah solusi kehiduoan. Islam juga memiliki solusi atas problematika yang terjadi di dunia ini, termasuk masalah yang menimpa Indonesia. 

Menurut Islam, energi listrik merupakan harta kepemilikan umum yang digunakan untuk hajat hidup rakyat tanpa adanya komersialisasi. Maka listrik tidak boleh diprivatisasi demi meraih keuntungan pihak swasta dan asing. 

Nabi Saw bersabda: 
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni: padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Islam mendorong negara untuk mengelola listrik dengan profesional dan cepat. Sementara hasilnya harus didistribusikan kepada seluruh rakyat dengan cuma-cuma alias gratis. Semua rakyat dipenuhi haknya atas energi listrik, baik miskin atau kaya, muslim atau kafir dzimmi.

Islam memposisikan negara sebagai penjamin kebutuhan rakyat, pengatur urusan rakyat, pelayan, dan penjaga rakyat. Negara harus bertanggung jawab penuh dalam mensejahterakan rakyat. Islam mengharamkan negara melakukan privatisasi demi meraih keuntungan.

Sungguh kemuliaan dan ketenangan hidup akan dirasakan rakyat saat berada dalam sistem Islam. Saatnya negara mencampakkan sistem yang menyengsarakan rakyat dan beralih menerapkan sistem Islam.

Wallahu a'lam