-->

Mengakiri BDR (Belajar dari Rumah) di Tahun Ajaran Baru??

Oleh: Siti Farihatin S.Sos (Guru KOBER dan Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Penamabda.com - Wabah Covid-19 dari hari kehari belum menampakkan penurunan korban positif yang signifikan dan dampak yang ditimbulkannya pun beraneka ragam, termasuk dalam bidang pendidikan. Sejak terjadi wabah kebijakan BDR ( Belajar dari Rumah) diambil oleh penguasa. Hal ini demi memberikan pendidikan yang signifikan untuk para pelajar dan mahasiswa.

Awal penetapan BDR dengan para pelajar dan mahasiswa menggunakan fasilitas aplikasi yang ada ( ada dengan WA, Zoom, duo dan aplikasi lainnya yang memadai), tapi bagi mereka yang kesulitan mengakses internet karena signal atau biaya yang tidak murah pemerintah menggunakan televisi seperti bekerja sama dengan TVRI untuk mengakses pembelajaran yang di siaran di Televisi swasta tersebut.

Untuk ajaran baru 2020/2021 Kemendikbud akan membuka aktivitas sekolah bagi yang wilayah berzona hijau dengan tatap muka di sekolah dengan tetap menggunakan protokol kesehatan covid. 

Humas Kemendikbud mengatakan ketika sekolah dibuka lagi dengan tatap muka harus tetap menggunakan protokol kesehatan dan mementingkan keselamatan warga sekolah. "Sehingga sekolah-sekolah di wilayah zona hijau tidak serta merta dibuka, tetapi akan dilakukan dengan sangat hati-hati, dan tetap mengikuti protokol kesehatan," ujar Evy dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/6). Dilansir dari Merdeka.com

Untuk yang masih berstatus zona kuning bahkan merah tetap melaksanakan BDR dengan metode yang sama seperti sebelumnya. Dan untuk menunjang pembelajaran jarak jauh kata beliau, kemendikbud telah merekomendasikan 23 laman yang bisa digunakan untuk proses belajar mengajar disamping dengan menggunakan Televisi TVRI, radio, modul belajar mandiri dan lembar kerja, bahan ajar cetak serta alat peraga dan media belajar dari benda dan lingkungan sekitar.

Protokol kesehatan harus dilakukan ketika nanti akses sekolah tatap muka dilakukan dengan tetap menggunakan masker, jaga jarak dan kebijakan shift sekolah sampai tidak adanya jam istirahat di sekolah demi untuk menjaga kesehatan dan keselamatan warga sekolah di tengah pandemi covid-19.

Timbul pertanyaan besar apakah protokol kesehatan demi menjaga keselamatan warga sekolah benar-benar bisa dilaksanakan sempurna oleh warga sekolah termasuk anak-anak dibawah umur?

Pembukaan sekolah dengan tatap muka memang sudah menjadi impian dan keinginan warga sekolah, karena mereka sudah bosan dan ingin kembali beraktivitas di sekolah seperti biasa, bertemu dengan teman, saling bercanda dan tidak mendapat omelan orang tua di rumah karena BDR menjadi pilihan utama keinginan mereka untuk masuk sekolah.

Namun berkaca pada negara-negara seperti Korea Selatan, Firlandia dan Prancis yang memiliki protokol kesehatan yang bisa dibilang lebih baik dari Indonesia merevisi untuk tidak memasukkan ke sekolah dengan tatap muka. Sedangkan Indonesia yang yang kurva positif terus meningkat harus memasukkan peserta didik ke sekolah. 

WHO untuk Indonesia memberikan statementnya, bahwa Indonesia belum layak untuk memasuki new normal. Apalagi penyebaran covid di Indonesia melalui Community Transmission maksudnya inveksi menyebar cepat tanpa mengetahu sumber utama penyebarannya.

Pendidikan sejatinya adalah membentuk insan beriman, bertaqwa dan mampu untuk mengembalikan kehidupan cemerlang Islam. Hal ini berbanding terbalik dalam pendidikan sistem kapitalis yang menjadikan tujuan utama, visi dan misinya adalah mencetak out put yang bisa dibutuhkan industri dan jasa.

Hal ini menjadikan peserta didik disetir untuk bisa menjadi insan yang hanya bermanfaat untuk kapital kedepannya bukan tujuan utama mencetak generasi yang kamil. Bukankah seharusnya kita membuang jauh visi misi tersebut dan mengambil pendidikan Islam solusi agar tercipta generasi yang cemerlang yang mampu mengubah peradaban.