-->

Lagi-lagi, Korban Komersialisasi Tes Corona

Oleh : Ummu Amira Aulia

Penamabda.com - Seorang ibu di Makassar, Sulawesi Selatan, dilaporkan kehilangan anak di dalam kandungannya setelah tidak mampu membayar biaya swab test sebesar Rp2,4 juta. Padahal kondisinya saat itu membutuhkan tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan.

Asosiasi Rumah Sakit Swasta menjelaskan bahwa adanya biaya tes virus corona karena pihak RS harus membeli alat uji dan reagen sendiri, dan membayar tenaga kesehatan yang terlibat dalam uji tersebut.

Dilansir Kompas.com (1/6/2020), di RS Universitas Indonesia salah satunya, biaya pemeriksaan tes swab termasuk PCR adalah Rp 1.675.000 sudah termasuk biaya administrasi. Dengan tingginya biaya tes, memicu permasalahan baru. Anggota DPR periode 2014-2019, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, selain membebani biaya dan menyita waktu, juga tidak menjamin penumpang tersebut bebas dari Covid-19 saat menggunakan sarana dan prasarana transportasi.

Kewajiban melakukan tes virus Corona (Covid-19) bagi penumpang pesawat udara dan kapal laut dinilai berlebihan dan tidak beralasan, bahkan membebani masyarakat.

Dengan adanya kasus kematian dikarenakan tidak mampu membayar biaya tes seperti ini, harus menjadi bahan evaluasi pemerintah. Seharusnya pemerintah memberikan bantuan biaya Swab secara gratis, paling tidak memberikan keringanan biaya.

Disisi lain, dengan tingginya biaya tes, memicu permasalahan baru. Anggota DPR periode 2014-2019, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, selain membebani biaya dan menyita waktu, juga tidak menjamin penumpang tersebut bebas dari Covid-19 saat menggunakan sarana dan prasarana transportasi.

Harus ada penanggulan yang komprehensif. Disatu sisi, rakyat harus diberi keringanan untuk melakukan tes Swab, disisi lain, penataan ekonomi negara harus ditinjau ulang. 

Permasalahan kesehatan tidak terlepas dari peranan negara dalam mengelola keuangan. Ketersediaan fasilitas kesehatan, tenaga medis dan obat-obatan adalah hal urgen yang harus dipenuhi oleh negara. Kalau tata kelola anggran negara sudah mumpuni, bisa dipastikan tidak akan ada permasalahan dalam pengelolaan kesehatan ini. 
Singapura, Jepang dan beberapa negara yang cepat tanggap dalam menghadapi wabah, dipastikan karena keuangan negara mereka memadai.

Apalagi negara Islam, yang sudah terbukti sejak 14 abad menguasai dunia. Dalam negara Islam, rumah sakit, dokter dan para medis tersedia secara memadai dengan sebaran yang memadai pula. Difasilitasi negara dengan berbagai aspek bagi terwujudnya standar pelayanan medis terbaik. Baik aspek penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian terkini, ketersediaan obat dan alat kedokteran terbaik hingga gaji dan beban kerja yang manusiawi (Rini Syafri, 2018).

Pasien meninggal dikarenakan tidak mampu membayar biaya rumah sakit, tidak akan ditemukan dalam negara Islam. Apalagi, hanya sekedar membayar tes Swab saja. Mari kita sudahi sistem demokrasi sekuler ini, berpindah menuju syariat Islam yang mulia. Sudah tidak perlu diragukan lagi, bukan? 

Wallahu a'lam bisshowab