-->

Ironi Biaya Pendidikan, Islam Solusi

Oleh : F. Dyah Astiti

Penamabda.com - Tak bisa dipungkiri tahun ini adalah tahun kelam bagi seluruh masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. Di tengah himpitan ekonomi yang semakin menjadi setelah datangnya covid-19. Masyarakat mau tidak mau menerima segala dampak yang terjadi. Termasuk dalam bidang pendidikan. Baru-baru ini para mahasiswa mulai menunjukkan kegelisahannya terkait UKT yang tetap saja tinggi. Meskipun mereka tidak lagi kuliah dengan menggunakan fasilitas kampus. Bahkan mereka dan para orang tua harus merogoh kantong lebih dalam untuk kuota internet. Itu dilakukan demi bisa mengikuti perkuliahan dari rumah. Kegelisahan mahasiswa itu ditunjukkan dengan aksi demo, mulai dari demo pada rektornya seperti yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Brawijaya. Sampai tuntutan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan para mahasiswa untuk bertemu dengan Mendikbud demi mendiskusikan soal pemangkasan uang kuliah tunggal (UKT). Sebagaimana dilansir cnnindonesia.com (03/06/2020). 

BEM SI beralasan penurunan uang kuliah genting diterapkan, mengingat kondisi ekonomi sebagian besar orang tua mahasiswa terdampak covid-19. Berdasarkan survei BEM SI kepada para anggotanya, 83,4 persen mahasiswa mengalami perubahan atau penurunan penghasilan orang tua selama pandemi. Sebanyak 76,9 persen mahasiswa tidak memiliki jaminan untuk membayar biaya kuliah semester depan. Sementara, kebutuhan kuliah jarak jauh meningkat kala pandemi. 

Apa yang dilakukan mahasiswa memang wajar terjadi. Mengingat pendidikan harusnya menjadi kebutuhan yang harus dijamin negara. Jangan sampai karena ketidakmampuan membayar UKT akibat covid-19, semakin banyak masyarakat tak mengenyam bangku perkuliahan. Sebenarnya biaya pendidikan yang membebani tak hanya kali ini terjadi. Bahkan tahun 2018 lalu, banyak mahasiswa menawarkan organnya. Hal itu sebagai bentuk protes mahasiswa akibat mahalnya uang pangkal bagi mahasiswa baru. Belum lagi biaya hidup yang semakin mahal, transportasi, internet, penelitian, dan lain-lain. Ini wajar terjadi. Karena sistem kapitalisme yang bercokol di dunia termasuk negeri kita. Bagi sistem kapitalisme tidak ada yang gratis. Dalam pandangannya, Negara yang ideal adalah yang hanya bertindak sebagai regulator. Penjaminan pendidikan bukan lagi dari negara, melainkan harus dipenuhi oleh masyarakatnya.

Kondisi diatas sangat berbeda dengan pendidikan di dalam peradaban Islam. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat secara umum. Dalam peradaban Islam, jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar termasuk pendidikan berada di tangan negara. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (HR al-Bukhari).

Jaminan pendidikan tersebut diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi masyarakat. Negara juga wajib menyediakan fasilitas, Tenaga pengajar dan gajinya serta infrastruktur pendidikan yang memadai.  Seluruh pembiayaan yang dilakukan negara tentu harus ditopang dengan perekonomian yang kuat. Dalam Islam, pembiayaan pendidikan diambil dari Baitul Mal, yaitu dari pos fai’ dan kharaj serta pos kepemilikan umum. 

Wallahu a'lam bishshowab