-->

AGAMA ADALAH NASIHAT

Oleh : Aya Ummu Najwa

Penamabda.com - Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri. Dia akan senantiasa membutuhkan orang lain, di antaranya dia membutuhkan nasihat orang lain. Baik untuk kehidupan dunianya, terlebih untuk urusan akhiratnya. Sebagai Muslim, nasihat adalah bentuk cinta dari seorang Muslim untuk saudaranya. Kaum Muslim akan saling mencintai, maka ia tidak rela ketika melihat saudaranya berada dalam kesesatan dan kemaksiatan. Maka nasihat adalah bentuk cintanya kepada saudaranya.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” [HR. Muslim, no. 55].

Ada dua konteks nasihat dalam hadits ini, yaitu:

Pertama, nasihat untuk Allah ta’ala artinya menunaikan hak-hak Allah. Baik hak yang wajib maupun yang sunnah (Ibid, lihat pula: Ta’dzim Qadr ash-Shalah, karya Muhammad bin Nashr al-Marwazy, II/691-692).

Hak-hak Allah yang wajib antara lain:

1. Beriman terhadap rububiyah Allah ta’ala, yang berarti meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Rabb segala sesuatu. Satu-satunya Pencipta, yang memberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan. Allah yang mendatangkan manfaat dan melindungi dari marabahaya. Dia yang mengabulkan doa, yang Maha memiliki dan menguasai segala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya (Taisir al- ‘Aziz al-Hamid, oleh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab, hal 26).

2. Beriman terhadap uluhiyah Allah ta’ala, yang berarti mengesakan Allah ta’ala dalam segala macam bentuk ibadah (Al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, karya Dr. Shalih al-Fauzan, hal 30). Jadi semua ibadah harus dilakukan ikhlas karena Allah. Mulai dari shalat, doa, kurban, sampai al-khauf (rasa takut), al-mahabbah (cinta), dan ibadah-ibadah yang lainnya.

3. Beriman terhadap asmaa’ (nama-nama) dan shifaat (sifat-sifat) Allah ta’ala. Maksudnya adalah mengesakan Allah ta’ala dalam nama-nama-Nya yang mulia serta sifat-sifat-Nya yang agung, yang disebutkan di dalam Alquran dan al-Hadits. Sembari mengimani makna dan hukum-hukumnya, tanpa mengotorinya dengan tahrif (mengubah), ta’thil(menafikan), takyif (berusaha mencari-cari caranya), atau tamtsil (meyakini bahwa sifat-sifat Allah seperti sifat-sifat para makhluk).
Allah Swt berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuraa: 11). (Lihat: Mu’taqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi Tauhidil Asma’ wash Shifat, karya Prof. Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi, hal 31)

4. Melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-larangan yang diharamkan-Nya. Ini adalah salah satu tanda rasa cinta seorang hamba kepada Rabb-nya. (Ad-Durar as-Saniyyah bi Fawaid al-Arba’in an-Nawawiyah, karya Dr. Bandar al-‘Abdaly, hal 37). Allah berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ * قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran: 31-32).

5. Tidak rela melihat larangan-Nya dilanggar, serta merasa bahagia jika melihat para hamba-Nya taat dalam menjalankan perintah-Nya (Ta’zhim
Qadr ash-Sholah, II/692).

Nasihat untuk kitab-Nya adalah mengimaninya sebagai kalam Allah dan mengamalkan segala isinya. Juga dengan mengagungkannya, membacanya dengan benar, khusyuk dalam membaca dan mendengarkannya, membelanya dari orang yang mengotorinya, orang yang mengacak-acak maknanya, juga mempelajari dan memahaminya serta mengajarkan dan memahamkannya kepada manusia.

Nasihat untuk Rasul-Nya adalah mengimani kenabian dan risalah beliau, membenarkan apa saja yang beliau bawa, menaati perintah dan larangan beliau. Selalu membela beliau, membangun loyalitas dan diloyalitas karena beliau, mengambil, mengikuti, mempelajari, dan memahami, serta menghidupkan dan menyebarkan Sunnah beliau. Berusaha memenuhi seruan beliau, juga mencintai keluarga dan sahabat beliau.

Adapun nasihat dalam arti kedua, maka lebih tepat diperuntukkan kepada para pemimpin kaum Muslim dan kepada kaum Muslim umumnya. Nasihat untuk pemimpin kaum Muslim mencakup membantunya di atas kebenaran, menaatinya dalam kema'rufan, memberitahu jika mereka lupa, menyampaikan hak-hak kaum Muslim, amar ma'ruf nahi mungkar kepadanya dan mengoreksinya jika salah, membantu dan mendorongnya untuk mewujudkan penghambaan semata kepada Allah dan menjauhi kesyirikan kepadanya, juga berjihad di belakangnya.

Sedangkan nasihat untuk kaum Muslim umumnya maknanya dengan menunjuki mereka kepada kebaikan dan kemaslahatan mereka di dunia dan di akhirat, tolong-menolong dalam ketaatan dan ketakwaan bukan dalam kemaksiatan, menutupi aib dan aurat mereka, merealisasi manfaat untuk mereka dan menolak mudharat dari mereka, amar makruf dan nahi munkar kepada mereka, menunaikan hak-hak mereka, tidak menzalimi mereka, dan tidak menipu mereka, tidak memakan harta mereka secara zalim, serta mendorong mereka untuk menunaikan semua bentuk nasihat tersebut.

Wallahu a'lam