-->

Saat Kejujuran Hanyalah Halusinasi

Oleh: Wafi Mu’tashimah (Siswi SMAIT Al- Amri)

Penamabda.com - Ditengah gentingnya keadaan Indonesia dan dunia, tak ada waktu tuk bercanda. Apalagi membohongi rakyat yang sudah musti dilayani dengan sepenuh hati. Tapi saat ini, berita burung disebar sedemikian rupa atas nama kepentingan segelintir elit. Seolah-olah musibah yang terjadi hari ini sekadar gurauan belaka. Pantaskah?

Diberbagai media, pemerintah mengkampanyekan isu ‘kurva landai’ kepada mayarakat sebagai bukti keberhasilannya dalam menangani wabah Covid-19. Mereka menjadikannya alasan untuk melonggarkan PSBB. Namun nyatanya, isu ini hanyalah pernyataan bohong yang dipaksa-paksakan demi keuntungan  pebisnis. Para pebisnis yang tentunya mengalami kerugian akibat pandemik.

Pemerintah juga menginginkan jika pada bulan Mei ini, kurva kasus positif Corona sudah menurun.
“Target kita di Bulan Mei ini harus betul-betul tercapai sesuai dengan target yang kita berikan, yaitu kurvanya sudah harus turun. Dan masuk pada posisi sedang di Juni, di Bulan Juli harus masuk posisi ringan. Dengan cara apapun.” Kata Jokowi saat membuka rapat kabinet paripurna. Seperti disiarkan akun youtube secretariat presiden, Rabu (6/5/20).

Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy pun mengungkapkan ada kecenderungan penurunan kasus (Covid-19) didalam negeri, per-7 Mei 2020. Muhadjir juga menyebut tingkat kesembuhan mengalami kenaikan. (Detik.news)

Menanggapi keputusan presiden, Tim peneliti Ejikman –Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) menuliskan, hingga saat ini Indonesia belum menampilkan kurva epidemic Covid-19 yang sesuai dengan standart ilmu epidemiologi (THE CONVERSATION)

Jika faktanya seperti ini, lalu darimanakah para pemangku kekuasaan mengklaim kasus positif Corona akan menurun dibulan ini?. Dari sini tampak jelas bila rezim ini dusta kepada rakyatnya.

Berita bohong yang beredar, dipercayai oleh sebagian masyarakat. Pemerintah pun menggunakannya sebagai dalih untuk melonggarkan PSBB. Bila PSBB benar-benar ditiadakan, aktifitas masyarakat akan kembali normal. Akan tetapi realita yang telah terjadi mengatakan bahwa ‘kurva landai’ hanyalah propaganda. Maka langkah menghapus social distancing akan berakibat fatal. Korban akan semakin banyak yang bergelimpangan secara massal.

Inilah yang terjadi jika penguasa bermental pengusaha. Apapun yang terjadi, pemilik modallah yang dikedepankan. Demi eksistensi uang dikantong mereka. Tak peduli berapa pun nyawa rakyat yang harus melayang.

Larilah dari Kebohongan

Begitu besar dampak kebohongan, hingga Imam Al-Ghazali menilai bahwa kebohongan merupakan dosa yang sangat tercela. Ia juga dinilai sebagai dosa besar. Ar-Ruwiyani dari kalangan safi’iyah menilai kebohongan merupakan al-kabirah (dosa besar). Membuat berita bohong dan menyebarkan kebohongan adalah dosa besar yang termasuk tindakan jarimah (kriminal) dalam pandangan Islam.

Abdullah Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “tinggalkanlah kebohongan, karena sungguh kebohongan itu bersama kekejian, dan kedua (pelaku)-nya di neraka (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ath-Thabarani)

Sungguh besar dosa berbohong, apalagi jika yang melakukannya ialah seorang penguasa. Rasulullah SAW. bersabda: “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyatnya yang pada hari kematiannya masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Untuk menghadapi hoax (berita bohong), Islam mensyariatkan ‘tabayyun’. Allah SWT berfirman:  “hai orang-orang yang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka klarifikasilah, agar kalian tidak menimpakan bencana atas suatu kaum karena suatu kebodohan. Sehingga kalian menyesali apa yang telah kalian lakukan. (TQS al-Hujurat [49]: 6)

Kata tabayyun bermakana klarifikasi. Itu menjadi kata kunci dalam menghadapi berita hoax. Imam Ath-Thabari memaknai kata tabayyun dengan menyatakan, “Endapkanlah dulu sampai kalian mengetahui kebenarannya. Jangan terburu-buru menerimanya.” (At-Thabari, tafsir Ath-Thabari, 22/268).

Syekh Abu Bakar Jabir al-Jazairi mengartikan tabayyun  dengan mengatakan , “telitilah kembali sebelum kalian berkata, bertindak atau memvonis (Al-Jazairi, Aysar At-Tafasir, 4/119).

Walhasil, janganlah langsung memercayai suatu berita sebelum kalian mentabayyuninya, meskipun itu keluar dari mulut kroni penguasa. Karena sistem sekuler yang diterapkan dinegeri kita saat ini, tidak mungkin mewujudkan negara yang bebas dari kebohongan selama menjauhkan agama dari negara.

Sebaliknya, hanya Sistem Islamlah yang mampu membasmi kebohongan dengan sempurna, dengan adanya ketaqwaan individu, masyarakat dan negaranya. 

Wallahu'alam bisshowwab