-->

Kesehatan Kami, Tanggung Jawabmu!

Oleh : Wafi Mu’tashimah (Siswi SMAIT Al-Amri)

Penamabda.com - “Al kisah, ada seorang penggembala yang memiliki banyak sekali gembalaan. Mulai dari sapi, domba, kambing, dll. Pada suatu hari, sebagian besar gembalaannya terserang wabah mematikan. Setelah berbulan-bulan berlalu, belum ada vaksin yang ditemukan.

Anehnya, dalam keadaan genting seperti ini, penggembala masih saja memeras susu dari mereka. Bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Padahal seluruh gembalaannya stress menghadapai wabah yang mematikan ini. Tapi sang penggembala lebih mementingkan uang ketimbang keselamatan gembalaannya. Ia tak berfikir, jika gembalanya mati, tidak aka ada lagi yang akan menghasilkan uang untuknya. Lagi pula, nyawa tak bisa kembali, tapi kesejahteraan dapat dibangun lagi.”

Kisah ini, sangat cocok dijadikan gambaran bagaimana penguasa dinegeri ini mengayomi rakyatnya. Pemimpin diumpamakan sebagai penggembala dan rakyat adalah gembalaannya. Kisah diatas menceritakan bagaimana sang penggembala mendzalimi hewan-hewannya yang sedang ‘sakit’ dan lebih mementingkan lembaran-lembaran uang kertas yang tak bernyawa.

Kisah memilukan ini nampaknya juga sedang terjadi ditanah air kita tercinta. Ditengah ganasnya Covid-19 ‘memangsa’ nyawa manusia, pemimpin sebagai ri’ayah su’unil ummah masih tak puas-puas juga menghisap darah rakyatnya. Bahkan, lebih rakus dari sebelumnya.

Dikutip dari TribunNews.com, pemerintah dinilai mengabaikan Mahkamah Agung (MA) dengan menerbitkan Perpres no.64 tahun 2020 (memutuskan bahwa iuran BPJS kesehatan kelas I dan II naik 100%). Tentang perubahan kedua atas Perpres no.82 tahun 2018, tentang jaminan kesehatan.

Tidak hanya itu, keputusan ini juga menghasilkan kekecewaan dari masyarakat. Pasalnya, saat banyak orang yang di-PHK, sulitnya mencari penghasilan, bukannya menggratiskan biaya pengobatan, iuran BPJS malah dinaikkan. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga lagi. Memang begitu naif penguasa kita saat ini.

Pendapat serupa juga diutarakan oleh anggota DPR RI, HM Fadhil Rahmi Lc. kepada Serambinews.com, Minggu (17/5/20). Ia mengatakan:
“Kebijakan ini melukai hati masyarakat. Ditengah wabah corona seperti sekarang, banyak masyarakat mengalami kesusahan dibidang ekonomi, serta PHK terjadi dimana-mana”.

Pemimpin saat ini sudah sangat layak diberi gelar sebagai kapitalistik sejati, karena menaruh uang diatas segalanya. Meskipun nyawa jadi taruhannya. Tidak semestinya ia menaikkan tagihan ditengah krisis ekonomi ini. Bila untuk makan saja susah, apalagi untuk membayar iuran yang jumlahnya semakin meningkat.

Salah dari Awal

Mulai awal keberadaannya, kebijakan BPJS ini sudah menuai kecaman dari sebagian pihak  (apalagi ditengah ketidak stabilan ekonomi saat ini). Ia merupakan salah satu bentuk keabaian penguasa dalam menjamin kesehatan warganya. Tanggungjawab menyediakan layanan kesehatan yang seharusnya menjadi beban negara, dipindah ke pundak rakyat.

Lalu sebenarnya, seperti apakah layanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat saat ini? Tentunya hanyalah layanan kesehatan yang ada dalam Islam.

Sebab dalam Islam, salah satu tanggung jawab Imam (pemimpin) ialah mengatur pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi rakyatnya, termasuk dalam hal kesehatan, keamanan dan pendidikan. Rasulullah SAW. bersabda : 
“Siapa saja yang memasuki pagi merasa aman pada kelompoknya, sehat badannya dan tersedia bahan makanan di hari itu, dia seolah-olah telah memiliki dunia semuanya”. (HR. Bukhari, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Dalam hadist tersebut ditunjukkan bahwa keamanan dan kesehatan dianggap sebagai kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan demikian, menurut kacamata Islam, keamanan dan kesehatan juga terkatagorikan kebutuhan primer bagi seluruh rakyat.

Di dalam Islam pula, jaminan kesehatan untuk seluruh warga adalah tanggung jawab negara yang wajib diberikan secara gratis, tanpa dipungut biaya sepeserpun. Ketentuan ini didasarkan pada hadist Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Jabir ra. : 
“Rasulullah SAW. pernah mengirim seorang dokter kepada Ubay Bin Ka’ab (yang sedang sakit). Dokter itu memotong salah satu uratnya, lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu (HR Abu Dawud).

Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW. yang bertindak sebagai kepala negara Islam, telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma, dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyat yang sakit, tanpa memungut biaya dari rakyatnya itu. (Taqiyuddin An-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, II/143)

Dalil yang lain, yang memiliki makna yang sama, disebutkan didalam Kitab Al Mustadrak ‘ala Ash Shahhain karya Imam al-Hakim. Disebutkan oleh Zaid Bin Aslam bahwa kakeknya pernah berkata: 
“Aku pernah sakit parah pada masa Khalifah Umar Bin Khattab. Lalu beliau memanggil seorang dokter untukku. Kemudian dokter itu menyuruh aku diet (memantang memakan yang membahayakan) hingga aku harus menghisap biji kurma saking keras diet itu.” (HR. Al Hakim,  al-Mustadrak, IV/7464).

Riwayat diatas juga menunjukkan, bahwa Khalifah Umar selaku kepala Negara Islam telah menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis, tanpa membebani, apalagi memaksa rakyat mengeluarkan uang untuk mendapatkan layanan kesehatan dari negara.

Inilah keindahan Sistem Islam. Tidak seperti kapitalis sekuler yang memberatkan rakyat dengan membayar sesuatu yang sesungguhnya sama sekali bukan kewajiban mereka. Apalagi dalam keadaan pandemik, yang sudah semestinya rakyat diberi perhatian lebih. Bukan malah menambah penderitaan mereka.

Jadi, mari kita jadikan momen pandemik ini, untuk menggusur Sistem kapitalis yang mulai keropos ini, dengan Sistem Islam. Sistem yang sudah terbukti menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, tanpa memungut biaya, atau meminta imbalan sedikitpun.