-->

Damai dengan Corona, untuk siapa?

Oleh : Binti Masruroh (Penulis adalah seorang Pendidik)

Penamabda.com - Awalnya pemerintah bertekat untuk memerangi Corona. Sosial Distancing bahkan PSBB pun dilakukan dibeberapa daerah di Indoneia. Namun pada tanggal 7 Mei 2020 pemerintah  mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan di tengah situasi penanganan penyebaran virus corona (Covid-19) yang belum genap dua bulan di Indonesia. Pemerintah lebih mewacanakan supaya masyarakat hidup damai dan bersahabat dengan Corona  Covid-19 hingga vaksin virus tersebut ditemukan.

Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan maksud pemerintah  yang meminta masyarakat berdamai dengan virus corona (Covid-19) yang masih mewabah Indonesia dalam dua bulan terakhir adalah menyesuaikan dengan kehidupan. Artinya masyarakat harus tetap bisa produktif di tengah pandemi Covid-19."Bahwa Covid itu ada dan kita berusaha agar Covid segera hilang. Tapi kita tidak boleh menjadi tidak produktif karena Covid, menjadikan ada penyesuaian dalam kehidupan," ujar Bey melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (8/5).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta bersiap menerapkan relaksasi atau kelonggaran pembatasan sosial berskala besar ( PSBB).

Anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Jhonny Simanjuntak mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mulai menyusun strategi saat relaksasi PSBB diterapkan nanti. "Pemprov DKI Jakarta sudah harus siap dalam hal relaksasi PSBB, dengan protokol kesehatan yang lebih ketat dibanding pada PSBB sekarang," ucap Jhonny saat dihubungi, kompas.com Senin (18/5/2020).
 
Menurut dia, PSBB tak selamanya bisa diterapkan. Masyarakat tak bisa terus berdiam di rumah lantaran berdampak cukup besar bagi para pekerja perusahaan hingga buruh. Belum lagi anggaran milik pemerintah yang tak selamanya bisa menjamin bantuan terhadap rakyat. 

"Sekarang kemampuan pemerintah untuk PSBB kan terbatas. Tapi, sudah tahu belum kalau semua bidang ekonomi enggak jalan, haduh kita enggak kuat. Orang-orang yang keluar itu adalah orang-orang yang menyangkut urusan perut. Kalau lapar bisa kenyang sendiri enggak ada makan? Saya menginginkan siap-siap untuk relaksasi, bukan harus sekarang, nanti sesudah Lebaran ini kita siapkan," kata dia. Sekretaris Komisi C ini menuturkan, dari sisi kesehatan, Covid-19 perlu diantisipasi dan dicegah. Namun, di satu sisi, perekonomian juga tidak bisa dibiarkan jatuh.

Upaya pencegahan dan penanganan wabah pun mulai longgar. 
Transportasi, mulai dibuka, Bandara Sukarno Hatta pun juga dibuka sehingga pergerakan masyarakat pun makin tidak bisa dikendalikan, terjadilah penumpukan penumpang di bandara Suekarno Hatta sebagaimana di lansir Liputan6.com,Jakarta Ratusan calon penumpang berdesakan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis pagi 14 Mei 2020. Mereka bertumpuk tanpa memperhatikan jarak aman di posko pemeriksaan dokumen perjalanan.

Situasi  jalan-jalan, pasar, dan mal-mal ramai di kunjungi masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan hari raya. Masyarakat yang tak peduli lagi akan ancaman corona.

Pemerintah terus berupaya meyakinkan bahwa sebentar lagi wabah akan usai, kurva Covid-19 akan melandai. Padahal faktanya, jumlah kasus positif corona malah terus meningkat tajam.

Mengajak masyarakat hidup berdamai dengan Corona sama dengan menyerahkan penyelesaian pada mekanisme seleksi alam atau dikenal  dengan konsep herd immunity, maka yang kuat immunnya akan bertahan, yang lemah meninggal dengan sendirinya. Ini menunjukkan lepas tangan pemerintah mengatasi wabah.

Bagi masyarakat yang sadar, situasi ini tentu dirasa sangat memprihatinkan. Banyak politisi, pengamat, aktivis, akademisi, dan praktisi yang protes keras akan sikap pemerintah yang menggampangan urusan nyawa rakyat. Terlebih bagi kalangan nakes yang selama ini selalu ada di garda terdepan. Nyaris setiap saat mereka berkalang nyawa demi kesembuhan pasien corona yang terus berjatuhan. Wajar jika mereka mempertanyakan, jika risiko penularan sengaja makin diperbesar, berapa lama lagi mereka harus berjuang, menahan diri jauh dari keluarga dan ketat melakukan physical distancing demi keamanan?

Pemerintah lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi dari pada menyelamatkan nyawa rakyat. Pemerintah lebih setia menjalankan protokol ekonomi kapitalisme neoliberal. Kekayaan alam milik rakyat pun nyaris seluruhnya dikuasai korporasi lokal dan internasional. Bahkan hajat hidup orang banyak pun habis dibisniskan. Penyelesaian seperti ini adalah karakter negara yang menerapkan sistem kapitalis. Sistem ini menjadikan manfaat sebagai asas dalam setiap keputusan dan kebijakan.  Bahkan di tengah krisis ini pun para kapitalis tetap berusaha meraup sebesar-besar keuntungan.

Dalam sistem Islam, urusan nyawa rakyat menjadi hal yang diutamakan.  Salah satu fungsi penguasa  adalah  untuk penjagaan nyawa manusia.
Melindungi nyawa rakyat menjadi prioritas utama daripada melindungi stabilitas ekonomi, hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya dari pada hilangnya dunia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai & Turmudzi).

Pada masa wabah penyakit menular, harus diterapkan kebijakan karantina atau lockdown seperti yang pernah diterapkan oleh Rasulullah Saw.. Metode ini sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah Saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain.

Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul Saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah.

Rasulullah Saw. juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).