-->

Sembilan Berkah di Balik Musibah


Oleh: Arief B. Iskandar (Khadim Ma'had An-Nahdhah al-Islamiyah)

Bagi seorang Muslim, musibah (termasuk dalam bentuk wabah) tak selamanya buruk. Bahkan boleh jadi mendatangkan banyak keberkahan. 

Sembilan di antaranya: 

Pertama, Allah subhanahu wa ta'ala menghapus sebagian dosa-dosanya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya): 

Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan kalian sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian) (QS asy-Syura: 30).

Nabi ﷺ pun bersabda, ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang Mukmin hinggga duri yang menusuk dia melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” (HR al-Bukhari).

Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan bangkrut.”

===

Kedua, Allah subhanahu wa ta'ala memberikan pahala yang besar di akhirat kepada orang yang terkena musibah. 

Nabi ﷺ bersabda, ”Manusia pada Hari Kiamat berangan-angan kulitnya dicabik-cabik ketika di dunia karena iri melihat besarnya pahala orang-orang yang tertimpa cobaan.” (HR at-Tirmidzi).

===

Ketiga, Allah subhanahu wa ta'ala dekat dengan orang yang tertimpa musibah. Di antaranya musibah sakit. 

Dalam hadis qudsi Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, ”Wahai manusia, si fulan hamba-Ku sakit dan engkau tidak membesuk dia. Sungguh, jika engkau membesuk dia, niscaya engkau mendapati Aku ada di sisinya.” (HR Muslim).

===

Keempat, jika dihadapi dengan sabar, musibah mendatangkan rida Allah subhanahu wa ta'ala. 

Nabi ﷺ bersabda, “Sungguh besarnya pahala bergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka dengan cobaan. Siapa saja yang rida atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridaan Allah dan barang siapa yang berkeluh-kesah (marah) maka dia akan mendapat murka-Nya.” (HR ath-Thabarani).

===

Kelima, musibah bisa memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang hamba menjadikan dirinya mendekat kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan menjauhkan diri dari kesesatan. 

Inilah yang Allah subhanahu wa ta'ala tegaskan (yang artinya): Jika Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri. Namun, jika ia ditimpa malapetaka, ia banyak berdoa (TQS Fushilat: 51).

===

Keenam, musibah dapat menghilangkan sikap sombong, ujub, dan takabur. Betapa banyak manusia sombong, ujub dan takabur, saat ditimpa musibah, ia baru mulai menyadari dirinya serba lemah dan tak berdaya. Saat itu hilanglah kesombongannya.

===

Ketujuh, Allah subhanahu wa ta'ala menghendaki kebaikan bagi orang yang terkena musibah. 

Rasulullah ﷺ bersabda, ”Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepada dirinya.” (HR al-Bukhari).

Beliau pun bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang Mukmin. Sungguh semua perkaranya baik bagi dirinya. Jika dia memperoleh kelapangan, ia bersyukur, dan itu baik bagi dirinya. Jika dia ditimpa kesempitan, ia bersabar, dan itu pun baik bagi dirinya.” (HR Muslim).

===

Kedelapan, Allah subhanahu wa ta'ala tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang tertimpa musibah. Di antaranya sakit. Pasalnya, andai ia tidak terhalang musibah seperti sakit, tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut. Hal ini akan terus berlanjut selagi dia (yang terkena musibah) masih dalam niat atau janji untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda:

”Tidak seorang pun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk menjaga dia seraya berfirman kepada malaikat itu: Tulislah untuk hamba-Ku siang dan malam amal shalih yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih dalam perjanjian dengan-Ku.” (HR Ahmad).

===

Kesembilan, musibah bisa makin menanamkan rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Dengan itu orang yang terkena musibah bisa semakin menaati seluruh perintah Allah subhanahu wa ta'ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya. 

Inilah yang secara jelas tergambar dari keteladanan Rasululullah ﷺ. Sebagaimana dituturkan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha:

Jika langit mendung, awan menghitam dan angin kencang, wajah Baginda Nabi ﷺ yang biasanya memancarkan cahaya akan terlihat pucat-pasi karena takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Beliau lalu keluar dan masuk ke masjid dalam keadaan gelisah seraya berdoa, “Ya Allah…aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hujan dan angin ini, dari keburukan apa saja yang dikandungnya dan keburukan apa saja yang dibawanya.”

Aisyah radhiyallahu anha bertanya, “Ya Rasulullah, jika langit mendung, semua orang merasa gembira karena pertanda hujan akan turun. Namun, mengapa engkau tampak ketakutan?”

Nabi ﷺ menjawab, “Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa awan hitam dan angin kencang itu tidak akan mendatangkan azab Allah? Kaum Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Saat awan mendung, mereka bergembira karena mengira hujan akan turun. Padahal Allah kemudian mendatangkan azab atas mereka.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi).

===

Masya Alllah! Kita sepantasnya takjub dengan rasa takut Rasulullah ﷺ kepada Allah. Bayangkan, Rasul ﷺ adalah kekasih-Nya, penghulu ahli surga. Allah mustahil mengazab beliau. Namun, rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala sering menyelinap dalam batin beliau di saat-saat awan mendung dan angin kencang. 

Bagaimana dengan para Sahabat beliau? Sama saja. Para Sahabat adalah juga orang-orang yang paling takut kepada Allah setelah Baginda Rasulullah ﷺ. Padahal mereka telah dijamin masuk ke dalam surga-Nya. 

Demikian pula para tâbîn dan generasi sesudah mereka. Kebanyakan mereka adalah generasi yang mengisi hari-hari mereka dengan amal-ibadah. Malam-malam mereka diisi dengan zikir, tilawah al-Qur'an dan qiyamul lail. Waktu siang mereka sering diisi dengan shaum sembari tetap mencari nafkah, berdakwah bahkan berjihad (berperang) di jalan-Nya. 

Namun demikian, rasa takut mereka terhadap Allah subhanahu wa ta'ala begitu luar biasa. Apalagi saat-saat terkena musibah. Dengan itu mereka semakin mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan semakin berusaha taat kepada-Nya. 

Bagaimana dengan kita?! Terutama saat menghadapi wabah seperti saat ini?!

Wa mâ tawfîqi illâ bilLâh.[]

===
Sumber: t.me/ariefbiskandar