-->

Rezeki Bukan Hanya Sebatas Materi

Oleh : Muslihah, S. Psi

Pak Rudi penjual buah keliling. Meski berpenampilan sederhana, sebenarnya ia banyak pengetahuan agama. Sejak lulus SD bermukim di pesantren. Pada hari itu hujan sejak pagi, menjadikan ia tak bisa keliling. Terpaksa ia menumpang berteduh di teras depan sebuah toko yang menjual sembako dan kebutuhan harian. Sampai siang ia tak beranjak dari sana.

Hal itu menjadikan dagangannya hampir-hampir tak laku, kecuali ada pengunjung toko yang kemudian membeli buahnya, buah yang sudah dikupas dan dipotong. Itupun tak semua pengunjung toko, hanya beberapa saja. Apalagi dalam cuaca seperti ini toko juga cenderung lebih sepi dari hari biasa. 

Pak Solikin pemilik toko sekaligus yang menjaganya, memperhatikan di sela-sela kesibukan melayani pembeli.

"Pak, saya beli bengkuang tiga potong," meski hari itu Pak Solikin sedang tak menginginkan makan buah. Tapi karena iba, beliau membelinya.
 
"Berapa semuanya, Pak?"

"Sepotong dua ribu rupiah, Pak. Jadi semua enam ribu," jawab Pak Rudi santun, yang memiliki nama sebenarnya Ahmad Rodli. Orang-orang memanggilnya Pak Rudi. 

Pak Solikin menyodorkan uang sepuluh ribuan sambil berkata, 

"Ambil kembaliannya, Pak."

"Lho, Pak, ini terlalu banyak. Saya sudah diperbolehkan berteduh di sini sejak pagi. Eh, malah anda yang memberi saya. Ini kembaliannya." Pak Rudi menyodorkan uang dua lembar dua ribuan. 

"Gak papa, Pak, itu untuk bapak saja. Berapa anak bapak?" Pak Solikin mengalihkan pembicaraan. 

"Tiga, Pak. Satu lelaki dan dua perempuan."

"Yang pertama kelas berapa, Pak?"

"Baru kelas tiga SMP, Pak. Adiknya kelas satu SMP dan kelas tiga SD."

"Terus kalau hujan begini kan sepi, ya, Pak?"

"Iya, sih, Pak. Tapi ya disyukuri saja. Karena rezeki itu pemberian Allah. Tidak ada pembeli, juga rezeki."

"Maksudnya, bagaimana, Pak? Saya kok tidak mengerti. Masa tidak ada pembeli juga rezeki?"

"Ya, iyalah, Pak. Dengan sepi pembeli begini, saya punya waktu hingga bisa membaca alquran. Bisa membaca alquran itu rezeki juga kan, Pak? Kalau cape  membaca alquran ya membaca dzikir. Bisa membaca dzikir itu rezeki juga kan, Pak?"

Ah, iya Pak Solikin baru menyadari jika Pak Rudi, si penjual buah itu dari tadi membaca alquran yang dibawa. Bila ada pembeli, alquran diletakkan diatas gerobak buahnya.
Betapa Pak Solikin terperangah dengan penjelasan penjual buah itu dalam memahami arti rezeki. Yang ia tahu selama ini rezeki itu ya berupa uang, makanan, pakaian dan lain-lain yang berupa materi. Sama sekali tak menyangka jawaban semacam ini.

"Jadi begitu, ya, Pak? Waktu senggang itu termasuk rezeki?" Pak Solikin memastikan pertanyaan dalam benaknya.

"Betul. Bukankah kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban terkait waktu yang diberikan kepada kita? Bahkan Allah sampai bersumpah dalam alquran terkait waktu, yang diabadikan dalam surat Al Ashr. Artinya bagaimana kita memanfaatkan waktu yang Allah karuniakan kepada kita. Sudahkah kita memakainya dalam taat?"

Pak Rudi menjawab dengan semangat. Sementara Pak Solikin mengangguk-angguk tanda mengerti.

"Boleh tahu, apa istri bapak turut membantu bekerja atau mencari uang?" tanya Pak Solikin yang semakin ingin tahu. 

"Tidak, Pak. Istri saya tidak bekerja, ia hanya sebagai ibu rumah tangga. Hanya kalau sore, ia mengajar anak-anak tetangga belajar membaca alquran. Iya, mereka teman anak-anak kami juga."

"Lalu apa cukup penghasilan, Bapak menghidupi anak dan istri?"

"In syaa Allah cukup. Allah memberi sesuai 
kebutuhan hambaNya."

"Bagaimana caranya?"

"Terkadang saya juga tak mengerti. Tapi saya senantiasa yakin Allah akan mencukupi kebutuhan hambaNya. Buktinya saat saya sedang membutuhkan uang untuk pendidikan anak, misalnya. Dagangan saya laris manis, selalu habis hampir setiap harinya. Kalau sedang sepi begini juga tidak sampai kekurangan banget. Kadang tiba-tiba ada orang tua anak yang diajari membaca alquran  memberi istri saya sembako. Ya disyukuri saja."

Pak Solikin semakin tertarik berbicara dengan Pak Rudi yang penampilannya sederhana. Beliau yang awalnya berdiri, mengambil tempat duduk dekat dagangan Pak Rudi. 

Merasa ucapannya diperhatikan, Pak Rudi melanjutkan, 
"Sehat juga merupakan rezeki yang patut kita syukuri. Orang kecil seperti saya ini kalau sakit, selain tak bisa kerja juga bingung membeli obat. Apalagi kalau sampai harus opname, uang dari mana untuk bisa dipakai opname?"

Seorang wanita memakai payung menembus gerimis mendekati mereka.

"Beli gula sekilo dan kopi. Kopi yang itu saja," ia berkata sambil menunjuk kopi yang dimaksud.
"Berapa?"
"Duapuluh ribu, Bu," Pak Solikin menjawab sambil mengulurkan tangannya yang membawa plastik berisi pesanan pembelinya. Wanita itu menyodorkan selembar uang duapuluh ribuan.

"Terimakasih, Pak."
"Sama-sama, Bu."

"Mau beli buah, Bu?" Pak Rudi menawarkan dagangannya.

"Tidak, Pak. Maaf." Wanita itu segera berlalu meninggalkan mereka, dengan payung di tangannya. 

Pak Solikin kembali duduk dekat Pak Rudi. Beliau merasa nyaman berbincang bersamanya.

"Saya pernah dengar rezeki itu pemberian Allah. Kalau begitu kita tidak perlu bekerja dong?" tanya Pak Solikin

"Benar, rezeki itu memang pemberian Allah, tapi bukan berarti kita tak perlu bekerja. Karena bekerja dalam arti mencari nafkah untuk keluarga itu kewajiban dari Allah yang harus kita laksanakan. Harus diketahui bahwa kewajiban bekerja atau mencari nafkah itu hanya perintah bagi kaum pria, sedangkan bagi wanita hukumnya mubah. Jadi harus dibedakan antara bekerja dan mendapatkan rezeki, karena keduanya adalah hal yang berbeda." jawab Pak Rudi bersemangat. 

Tiba-tiba terdengar azan berkumandang dari musola di seberang jalan.
 
"Permisi, saya salat di musola dulu," pamit Pak Rudi sambil bersiap mendorong gerobak buah.

"Oh, iya, silakan. Terimakasih atas ilmunya, ya, Pak. Bincang-bincang ini sangat bermanfaat bagi saya."

"Alhamdulillah jika demikian. Mari!" kali ini Pak Rudi benar-benar mendorong gerobak buahnya. Hujan gerimis telah berhenti, meninggalkan tanah basah disana-sini. 

Sampai di halaman musola beliau meninggalkan  gerobak buahnya di pojok tempat parkir motor. Pak Rudi mengambil sarung dan kopyah yang ia siapkan di bagian bawah gerobaknya. Beliau segera ke kamar mandi, wudu dan ganti pakaian, selanjutnya ikut salat berjamaah. 

Usai salat, banyak jamaah yang membeli buahnya.
"Alhamdulillah," bisiknya.