-->

Revisi UU Minerba, Semakin Kuatkan Oligarki

Oleh : Deny Setyoko Wati (Alumnus UIN Sunan Kalijaga) 

Penamabda.com - Kala pandemi corona masih menjadi hal yang fokus ditangani masyarakat, DPR RI dikabarkan bakal mengesahkan RUU Minerba Nomor 4 Tahun 2009. Semula RUU ini direncanakan akan dibahas pada tanggal 8 April 2020 lalu tetapi ditunda dan dijadwalkan ulang pada tanggal 21 April 2020 mendatang.

RUU Minerba ini sebetulnya hampir disahkan oleh DPR pada masa akhir periode sebelumnya, yakni 30 September 2019 lalu. Namun mendapat protes dan aksi demonstrasi hingga akhirnya pemerintah menunda pengesahan undang-undang tersebut.

Sebenarnya menjadikan tanda tanya, mengapa pemerintah tergesa-gesa ingin mengesahkan RUU Minerba ini?

Dilansir oleh kumparan.com (16/04/2020), terdapat tujuh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan berakhir masa kontraknya. Tujuh perusahaan tersebut menguasai 70% perusahaan tambang batubara Indonesia. 

Jika dicermati, kebijakan revisi regulasi ini untuk kepentingan pihak tertentu. Ketika selesai masa kontraknya, lazimnya pengelolaan sumber daya alam akan kembali kepada negara. Namun tampaknya pemerintah ingin agar perusahaan-perusahaan tersebut bisa tetap memperpanjang kontrak melalui regulasi yang direvisi ini. Dengan demikian sumber daya tambang akan tetap dikelola oleh swasta. Alhasil, para kapitalislah yang lebih besar meraup hasil tambang. 

Mengingat di kursi pemerintahan juga banyak diduduki oleh anggota parlemen yang juga merupakan para pengusaha. Maka tak mengherankan jika kebijakan yang disusun tentu bernapaskan korporat pro kapitalis.

Upaya DPR mengesahkan RUU Minerba di tengah pandemi wabah ini semakin menunjukkan watak asli rezim kapitalis yang kini mencengkeram negeri. Mengabaikan kepentingan rakyat tapi mengutamakan segelintir elit (kapitalis). Saat ini rakyat sedang dalam masa prihatin menghadapi wabah dan sangat berharap bantuan dari pemerintah. Tetapi pemerintah justru sibuk merencanakan pengesahan RUU Minerba yang hanya diperuntukkan pihak-pihak tertentu. 

Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri, berpendapat bahwa pengesahan RUU Minerba di masa pandemi seperti saat ini menunjukkan pemerintah dan DPR tak punya empati dan upaya sungguh-sungguh dalam penanganan COVID-19. Sebab, semestinya pemerintah fokus menyusun langkah konkret dalam mengatasi wabah corona ini. "Tidak ada urgensinya (RUU Minerba dan Omnibus Law), kecuali menyelamatkan perusahaan-perusahaan itu. Kalah COVID-19 dengan perusahaan-perusahaan ini," ujar Faisal dalam video conference, Rabu (15/4). (Kumparan.com, 16/04/2020)

Padahal dalam aturan Islam, kepemilikan sumber daya alam adalah kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dimasukkan ke dalam kas negara untuk memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. 

Haram hukumnya pengelolaan diberikan kepada individu, swasta apalagi asing. Jika mengikuti aturan Islam, Indonesia yang terkenal dengan zamrud khatulistiwa tentu akan memiliki kekayaan alam yang semakin melimpah dan berkah. Seluruh hajat hidup rakyat mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan seluruhnya akan terpenuhi secara maksimal. Sekalipun ditengah kondisi wabah, penguasa bisa menerapkan langkah konkret lockdown tanpa khawatir akan kondisi perekonomian. Negara juga akan memiliki kedaulatan penuh, tidak ada intervensi dari pihak manapun. 

Wallahu a'lam bisshawab.