-->

Pembebasan Narapidana Memunculkan Masalah Baru di Masyarakat

Oleh: Nursiah (Aktivis Muslimah)

Penamabda.com - Dalam rangka pencegahan covid-19 sebanyak 13.430 narapidana dibebaskan sebelum waktunya lewat program asimilasi dan integrasi kementrian Hukum dan HAM. Mereka dibebaskan karena kondisi di lingkungan lapas dan rutan yang sudah over kapasitas.

Keputusan ini menjadi 'berkah' bagi para narapidana sehingga mereka sangat berterimakasih dengan keputusan ini. Mereka yang menerima program asimilasi diwajibkan diam di rumah masing-masing sampai di integrasi lewat pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas atau cuti bersyarat. Sementara yang mendapat program asimilasi boleh keluar rumah, akan tetapi karena pandemi tetap dianjurkan tidak kemana-mana sebagaimana anjuran social distancing.

Namun jauh panggang dari api apa yang diharap tidak sepenuhnya terjadi, karena napi yang dibebaskan kembali beraksi, contohnya seorang napi asimilasi lapas kelas II A Pontianak yang berinisial GR usia 23 tahun dilaporkan antara, ia bersama dua tersangka lain MT dan ES, mencuri ponsel ada juga yang dari Singkawang yang berinisial AC melakukan pencurian motor. Aksi serupa juga terjadi dibeberapa daerah lain. Sehingga sangat wajar keputusan Kemenkumham ini membuat masyarakat was-was dan khawatir.

Masalah diatas masalah

Pengamat kepolisian dan insitute for security and strategic studies (IseSS) Bambang Rukminto menilai beberapa kejadian ini adalah buah dari kebijakan yang konyol. Dasar dari pembebasan ini adalah keputusan mentri nomor M.HH-19.PK.01,04.04 tahun 2020 tentang pengeluaran narapidana dan anak melalui asimilasi dan intergrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran covid-19. Menurut Bambang rasa aman masyarakat terusik akibat kebijakkan ini. Beban masyarakat yang sudah berat karena pandemi dan efeknya di tambah lagi dengan kebijakkan yang konyol ini. Sehingga menimbulkan krisis keamanan ditengah masyarakat.

Inilah gambaran hukum dalam sistem kapitalisme demokrasi, ketika sandaran dalam membuat aturan hukum dan undang-undang adalah hawa nafsu manusia sehingga wajar ada kepentingan dan manfaat di sana. Karena disinyalir selain untuk menerapkan sosial distancing karena kondisi lapas yang over kapasitas alasan lainnya adalah untuk menghemat anggaran negara seesar 260 milyar. 

Fakta ini semakin membuka mata kita bahwa hukum/sanksi dalam sistem saat ini tidak bisa menyelesaikan masalah malah menambah masalah karena sanksi hukum yang diberikan tidak membuat tindak kriminal di negeri ini berkurang, malah semakin hari semakin bertambah, sehingga kepengurusan bertahap mereka menjadi beban bagi negara.

Sanksi dalam Islam yang bersifat praktis

Islam adalah dien yang sempurna yang memiliki seperangkat aturan dalam kehidupan. Termasuk terkait perkara tindak pidana kriminal yang terjadi di tengah umat. Dalam Islam sanksi yang diberikan mampu meminimalisir angka kriminal karena berfungsi sebagai jawazir (pencegah) membuat efek jera dan jawabir (penebus dosa). Seperti : hukum hudud adalah hukuman yang diberikan syariah, kepada pelaku tindak pidana yang merupakan hak Allah yang tidak bisa dihapuskan baik oleh korban maupun mayarakat yang diwakili negara. Misal sanksi zina dicambuk dan dirajam, peminum minuman keras 40  kali cambukan, pencuri dipotong tangan, murtad dihukum mati jika tidak mau bertobat.

Hukum jinayat (penyerangan terhadap manusia) sanksinya ada yang diqisash, diyat (denda) dan kaparat sesuai dengan alqur’an.

Hukum takzir adalah sebuah kemaksiatan sehingga sanksinya ditentukan berdasarkan pendapat qadhi (hakim) dengan pertimbangan kasus, persetujuan, politik dan sebagainya. Contoh kasus takzir penyerangan nama baik, tindakan yang dapat merusak akal, penyerangan terhadap harta milik orang lain dan kasus yang berkenaan dengan agama. 

Mukhalafat adalah tindakan yang tidak mentaati ketetapan yang dikeluarkan negara, baik berwujud larangan maupun permintaan. Inilah gambaran umum sanksi peradilan Islam yang bersifat praktis dan tidak memerlukan anggaran yang besar dalam pelaksanaannya. Sehingga mampu menciptakan keadilan dan rasa aman di tengah-tengah masyarakat. Dan terbangunnya negara yang kuat karena ketangguhan sistem sanksinya. Saatnya kita beralih kepada sistem Islam yang terbukti selama 13 abad memberikan keadilan, ketentraman dan keamanan bagi umat.