-->

Pakar: Pasal Penghinaan Presiden Sudah Dihapus, Polisi Jangan Main Tangkap!


Pasal penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah sudah dihapus. Namun, Kapolri Jendral Polisi Idam Azis masih memasukan poin tersebut dalam Surat Telegram nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 tentang tindak kejahatan yang harus dicegah dan ditindak di masa pandemi COVID-19.

Sejumlah pihak menilai surat tersebut  keluar dari subtansi penanganan pandemi COVID-19. Bahkan surat telegram yang dikeluarkan Kapolri itu. Bahkan dianggap sebagai upaya pembungkaman terhadap rakyat yang mengkritik pemerintah.

“Polisi tak boleh dan tidak bisa sekehendak hati menangkap orang yang disangka menghina atau mengkritik dengan keras pejabat negara seperti gubernur, kapolri dan presiden,” ujar Pakar Hukum Pidana, Dr. Muhammad Taufiq, Rabu (8/4/2020).

Menurut Taufiq, pasal penghinan terhadap presiden telah dihapus. MK melalui putusan nomor 013-022-PUU-IV/2006 telah membatalkan pasal-pasal dalam KUHP yang menyasar kepada kasus-kasus penghinaan presiden. Pasal-pasal dalam KUHP yang menyasar kepada kasus-kasus penghinaan presiden diantaranya pasal 134, pasal 136 bis, dan pasal 137 ayat (1), sudah dijadikan delik aduan.

Selain itu polisi juga tidak bisa membuat tafsir terhadap pasal-pasal dalam undang-undang. Menurut ketentuan hukum hanya MK yang berhak menafsirkannya.

“Dengan demikian penangkapan terhadap beberapa aktifis belakangan ini terkait penanganan virus Wuhan atau virus corona, tak bisa lagi main tangkap,” tegas Taufiq.

“Untuk bisa melakukan penindakan tak bisa berpedoman pada Perintah atau telegram Kapolri” imbuhnya.

Taufiq menjelaskan, hukum acaranya pidana yang bersifat aduan memang harus ada pihak yang mengadukan. Seberapapun tidak suka pada pelaku penghinaan, baik terhadap diri pribadi atau pun pejabat negara, polisi tidak bisa serta merta melakukan penangkapan.

”Tidak boleh karena kekuasaan, menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum,” pungkasnya.

Foto: IDN Times/Axel Jo

Asal Bapak Senang

Bambang Rukminto, Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS), menilai aturan tersebut tidak tepat guna dalam situasi penanganan wabah. Bahkan telegram Kapolri itu tampak seperti aturan yang dibuat hanya untuk menyenangkan pemerintah.

“Penerbitan aturan itu di tengah situasi saat ini akhirnya hanya ABS, asal bapak senang,” ujarnya, Selasa (7/4/2020) seperti dilansir Tirto ID.

Ia menyarankan agar pihak kepolisian lebih fokus menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Mislanya, mengawasi para residivis yang bebas setelah mendapat kebijakan asimilasi dari Kemenkumham. Selain itu Polri hendaknya fokus  terhadap tindak penimbunan sembako dan alat perlindungan diri (APD).

Dok Bambang Rukminto / IDN Times

Menurut Bambang, seharusnya dalam kondisi wabah seperti ini pihak kepolisian harus memberikan rasa aman dan nyaman dari pada mengeluarkan aturan yang memicu kegaduhan.

“Kalaupun ingin berkontribusi lebih terkait pandemi. Kapolri bisa menginstruksikan seluruh keluarga besar Polri membikin masker kain yang dibagikan gratis ke masyarakat. Itu tentu lebih berguna,” tandasnya. [Islamtoday]