-->

Napi Kembali Berulah Usai Bebas karena Corona, Kemenkumham Dinilai Gagal

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) mengenai pembebasan napi demi mencegah penyebaran virus corona di penjara.


Meski demikian pembebasan besar-besaran tersebut menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Sebab, napi yang dibebaskan dikhawatirkan kembali berbuat kejahatan.
Benar saja, terdapat napi yang kembali ditangkap karena berbuat pidana. Padahal, Ditjen PAS mewajibkan napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah.

Seperti di Bali, pria bernama Ikhlas alias Iqbal (29) yang dibebaskan pada 2 April. Ia kembali ditangkap pada 7 April karena menerima paket ganja seberat 2 kilogram.
Lalu di Sulawesi Selatan (Sulsel). Seorang pria bernama Rudi Hartono harus kembali mendekam dalam penjara karena hendak mencuri di rumah warga.


Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho, menilai fenomena tersebut sebagai kegagalan Kemenkumham, khususnya Ditjen PAS serta lapas atau rutan, dalam mengawasi para napi yang dibebaskan.

Hibnu menduga lapas atau rutan belum menyiapkan sistem kontrol para napi tersebut, dan hanya sekadar membebaskan.
Ilustrasi Penjara
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
"Itu yang kita khawatirkan. Artinya asimilasi di rumah harus dibarengi pengawasan yang cukup ketat oleh lapas, jangan sampai lepas," ujar Hibnu saat dihubungi, Kamis (9/4).

"(Ada kejadian seperti itu) berarti sistem pemidanaan kita gagal, padahal pemidanaan dalam rangka membuat efek jera, ada sesuatu yang perlu dievaluasi. Apakah mungkin dengan kondisi 30 ribu (lebih) napi yang dibebaskan lapas mampu mengawasi? sudah terbukti ini kegagalan," lanjutnya.

Ilustrasi Penjara
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
"Dengan situasi serba mahal, PHK, pekerjaan tidak ada, faktor kriminologi tinggi, kasihan masyarakat," ucapnya.
Untuk itu, Hibnu mendesak Ditjen Pemasyarakatan agar meningkatkan pengawasannya terhadap puluhan ribu napi tersebut. Tak hanya meminta bantuan keluarga, tetapi juga menggandeng pengurus RT/RW.

"Harusnya coba gandeng tangan keluarga dan Pemda setempat, termasuk RT/RW ikut serta dalam mengawasi. Ini yang mungkin belum dilakukan, jangan cuma sekedar melepaskan," tutupnya. [kumparan]