-->

ICW Nilai Yasonna Manfaatkan Pandemi Covid-19 untuk Keluarkan Koruptor

Indonesian Corruption Watch (ICW) menyesalkan wacana Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly yang akan membebaskan narapidana korupsi di tengah mewabahnya virus korona atau Covid-19. Yasonna beralasan, wacana pembebasan 300 koruptor itu untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz menilai, pencegahan penularan Covid-19 hanya dalih Yasonna untuk membebaskan koruptor dari Lapas. Menurutnya, wacana pembebasan koruptor merupakan agenda lama Yasonna yang tak kunjung terealisasi.

Berdasarkan catatan ICW, setidaknya sudah lima kali Yasonna melontarkan wacana revisi itu dalam kurun waktu 2015-2019. Empat di antaranya, terjadi pada 2015, 2016, 2017, dan 2019. “Isu yang dibawa selalu sama, yakni ingin mempermudah pelaku korupsi ketika menjalani masa hukuman,” beber Donal.

Donal menyayangkan wacana Yasonna tersebut. Menurutnya, alasan kemanusiaan untuk membebaskan koruptor tidak akan membuat efek jera. “Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap dari Menteri Hukum dan HAM selama ini tidak pernah berpihak pada aspek pemberantasan korupsi,” tegas Donal.

Terpisah, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, pembebesan napi korupsi ditengah mewabahnya Covid-19 hanya sebagai dalih dan memanfaatkan kesempatan lada waktu tertentu.

“Jika benar ini Menkumham memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan teretentu. Jika pembatas usianya 75 sampai 80 tahun boleh lah, umur 60 tahun itu orang masih produktif dan energik. Hakim Agung saja pensiunnya 70 tahun artinya dianggap sudah tidak produktif lagi,” urai Fickar.

Seharunya penghukuman kepada koruptor, lanjut Fickar, dapat membuat efek jera. Karena fungsi lembaga pemasyarakatan, selain tempat melaksanakan hukuman juga sebagai tempat pembinaan.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonanga Lay mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.Hal ini sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Yasonna menilai keputusan itu tak lepas dari kondisi Lapas di Indonesia yang sudah melebihi kapasitas sehingga rawan terhadap penyebaran virus korona. Yasonna merinci, setidaknya empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan melalui proses asimilasi dan integrasi melalui mekanisme revisi PP tersebut.

Kriteria pertama, narapidana kasus narkotika dengan syarat memiliki masa pidana 5 sampai 10 tahun yang sudah menjalani dua pertiga masa tahanan.

“Akan kami berikan asimilasi di rumah. Kami perkirakan 15.442 [terpidana narkotika] per hari ini datanya. Mungkin akan bertambah per hari,” kata Yasonna saat menggelar rapat dengan Komisi III DPR melalui teleconference, Rabu (1/4).

Kriteria kedua, usulan pembebasan itu berlaku bagi narapidana kasus tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan. “Ini sebanyak 300 orang,” beber politikus PDI Perjuangan ini.

Kriteria ketiga, bagi narapidana tindak pidana khusus yang mengidap sakit kronis dan telah menjalani 2/3 masa tahanan. Namun harus ada pernyataan dari rumah sakit. Terakhir, berlaku bagi narapidana warga negara asing (WNA) sebanyak 53 orang. Namun, wacana ini harus mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).[jawapos]