-->

EKONOMI LEBIH PENTING DARI NYAWA RAKYAT

Oleh : Dhiyaul Haq (Pengajar di SekolahTahfizh Plus Khoiru Ummah Malang)

Ketua Satgas Corona Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Surabaya dr. Prastuti Asta Wulaningrum mengakui bahwa pihaknya kekurangan alat pelindung diri (APD) untuk menangani pasien covid-19. Menyikapi hal itu ia meminta kerjasama dari rumah sakit lain terutama rumah sakit rujukan pemerintah untuk berbagi ilmu terkait penanganan pasien covid-19. (liputan6.com)
dr. Fariz Nurwidya menyampaikan melalui panggilan telepon pada Selasa (17/3/2020) Pertempuran para tenaga medis nasional yang berada di garda terdepan untuk mencegah penyebaran virus Corona ibarat kisah Perang Badar. 

Musuh yang dihadapi teramat besar dan berbahaya sementara pasukan yang maju tak sebanding jumlahnya. Meski begitu para tenaga medis ini tetap berjuang habis-habisan dengan nyawa dan kesehatan mereka menjadi resikonya. (CNBC Indonesia)

Fakta di lapangan berbeda jauh dengan wacana yang disampaikan pada pers di Jakarta, Minggu (22/3) oleh Presiden Jokowi melalui Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman bahwa keselamatan rakyat adalah prioritas utama. 

Terpampang jelas di hadapan kita kasus covid-19 tak kunjung reda. Banyak tenaga medis berjuang mati-matian merawat pasien yang dinyatakan positif corona. Namun sungguh sayang banyak media yang memberitakan tenaga medis kekurangan baju APD untuk bertempur,  bantuan pun tak kunjung ada. Lebih menyayat hati lagi tenaga medis pun menggunakan jas hujan sebagai pelindung diri. 

Negara kaya ini pun lagi-lagi menampakkan kemirisannya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tidak punya anggaran untuk menyelesaikan covid-19. Lantas kemanakah SDA yang melimpah ruah? dalam kapitalisme sangatlah wajar hal ini terjadi. SDA hanya diperuntukkan kepada asing dan aseng dan semakin terlihat jelas pemerintah sangatlah lambat menyelesaikan permasalahan ini Banyak mengeluh perkara dana kepada rakyatnya. Sementara proyek pemindahan ibu kota tetap diselenggarakan.

Anehnya pemerintah tidak sama sekali mengeluhkan biaya pemindahan ibu kota. 
Kebijakan lockdown pun tidak segera dilaksanakan karena alasan ekonomi. Pemerintah lebih disibukkan dengan mengurusi sektor pariwisata dibanding menyelamatkan nyawa rakyatnya. Padahal setiap hari angka pasien corona semakin melambung tinggi. Dengan semakin meningkatnya grafik pasien corona akhirnya menggerakkan Pemda masing-masing untuk mengambil kebijakan lockdown seperti di Tegal dan di beberapa kota lainnya. Namun rakyat kembali tercengang dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa kebijakan lockdown tidak boleh diputuskan oleh Pemerintah Daerah karena itu adalah kewenangan pusat. 

Selain itu Pemda yang nekad 
memberlakukan lockdown tanpa koordinasi dengan pemerintah pusat akan dipidana penjara maka wajar saat ini rakyat mundur teratur dan menjauh meragukan dengan kredibilitas negara, semua yang disampaikan pemerintah dinilai hanya sebagai wacana. Semakin nampak bahwa pemerintah lebih mementingkan ekonomi dibanding nyawa rakyat.

Penanganan corona memang bukan hanya beban pemerintah semua komponen masyarakat harus ikut andil menjadi bagian dari solusi. Namun masyarakat tak boleh dibiarkan bertindak sendiri mengingat beragamnya pengetahuan masyarakat. Pemerintah harus bersikap sebagai raa’in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) untuk menyelesaikan masalah corona.

Adalah sebuah keniscayaan jika suatu negara mengambil keputusan lockdown akan menerima resiko kerugian ekonomi. Dilihat dari seberapa banyak kerugian yang ditanggung oleh Cina pasca pemberlakuan lockdown, walaupun ekonomi yang dikatakan terbaik nomor dua di dunia. Akan tetapi mari kita kembalikan semua kepada potensi Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang sangat kaya, gemah ripah loh jinawi. Potensi tersebut akan sangat memadai distribusi pangan kepada masyarakat selama lockdown jika memang akan diberlakukan. 

Pengalokasian dana APBN kepada hal yang tidak perlu seperti tunjangan-tunjangan kedinasan haruslah dipangkas untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang krusial. Menyiapkan anggaran-anggaran yang didapat dari hasil pengelolaan sumber daya alam untuk disimpan sebagai cadangan yang akan dibutuhkan sewaktu-waktu mengalami krisis atau bencana. 

Ketika rakyat bisa "dipaksa" taat dalam membayar pajak kepada negara, negara juga seharusnya bisa "dipaksa" memenuhi hak rakyat selama social-distancing. 
Sayangnya, hal itu tidak berlaku dalam mindset kapitalisme. Slogan demokrasi dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat sudah basi. Terjaminnya kebutuhan rakyat bukanlah prioritas utama melainkan pemenuhan kepentingan sang pemilik modallah yang lebih utama. Dibuktikan dari makin banyaknya turis asing Cina yang datang ke Indonesia di tengah bencana pandemik ini melanda, padahal sudah jelas-jelas keluar masuknya orang asing adalah salah satu penyebab dari mewabahnya virus pandemik ini.

Ada baiknya semua pihak mencoba alternatif solusi dengan merujuk kepada Islam dalam mengambil kebijakan terkait wabah ini. Islam memiliki aturan dan langkah-langkah strategis dalam menyelesaikan segala masalah termasuk virus pandemik yang mewabah di negara ini. 

Hal itu dapat dipelajari dan ditemui di sejarah Islam bagaimana Khalifah Umar bin Khaththab menyelesaikan wabah Tha’un yang menyerang di salah satu wilayah kekhilafahan (Syam). Terbukti, aturan yang berasal dari sang Pencipta yakni Allah subhanahu wa ta'ala terbebas dari segala bentuk kepentingan, baik individu maupun kelompok yang bermental profit oriented.

Wallahu a’lam bi ash-showab