-->

COVID-19 : LONCENG KERUNTUHAN KAPITALISME & BANGKITNYA PERADABAN ISLAM

Oleh : Ardhiana NH (Gema Pembebasan Kota Bandung)

Perkembangan kasus COVID-19 di Wuhan berawal pada tanggal 30 Desember 2019, dimana Wuhan Healt Commite mengeluarakn pernyataan “urgent notice on the treatment of pneumonia of unknown cause”. Penyebaran virus Corona ini sangat cepat bahkan ke lintas Negara. Sampai saat ini terdapat 93 negara yang mengkonfirmasi terkena virus Corona. Penyebaran virus Corona yang telah meluas ke berbagai belahan dunia membawa dampak pada perekonomian dunia baik dari sisi perdagangan, investasi dan pariwisata. China merupakan eksportir terbesar dunia. Adanya virus Corona menyebabkan perdagangan China memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia, termasuk di Indonesia. Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat menyebabkan penurunan harga komoditas dan barang tambang.

Ekonom sekaligus Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam, mengkhawatirkan jika pemerintah tidak bergerak cepat mengatasi penyebaran virus Corona, maka akan menyebabkan Indonesia mengalami krisis ekonomi berkepanjangan. Menurutnya juga sejauh ini pemerintah tidak memiliki persiapan untuk menghadapi kondisi yang terburuk, pemerintah hari ini dihadapkan situasi yang dilema yaitu menyelamatkan nyawa rakyat dari virus corona atau upaya untuk menyelamatkan perekonomian. Jika pemerintah mengatasi jumlah pasien yang terus meningkat tanpa ada upaya isolasi atau lockdown, maka akan terjadi ledakan pasien positif Corona seperti Italia, Amerika dan Iran. Namun apabila nanti lockdown dilakukan tanpa perencanaan, dan dilakukan ketika korban virus corona sudah tidak tertanggulangi maka proses penyembuhan akan jauh lebih lama dan dampak negatif terhadap perekonomian justru akan jauh lebih besar (Liputan6, 17/03/2020). 
Piter mengatakan bahwa Indonesia berpotensi mengalami krisis ekonomi apabila terjadi faktor-fakor berikut, yaitu apabila mayoritas pelaku ekonomi hampir semua sektor tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi secara baik, semua indikator ekonomi mengalami perkembangan negatif dan akan mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan (Liputan6, 17/03/2020).

Virus Corona telah membuat negara-negara adidaya mengalami kekacauan yang sangat parah. Beberapa sektor seperti pedagangan ekspor dan impor mengalami penurunan, sektor pariwisata menjadi mengalami kerugian, pengurusan kesehatan masyarakat terganggu sehingga menjadi lambat dan seakan tidak peduli dengan nyawa manusia. Kebutuhan tenaga medis dan dokter yang minim menjadi kendala penangan virus ini termasuk di Indonesia. Kebutuhan Rumah sakit dan perlengkapan medis yang kurang, menjadi perhatian seluruh negara termasuk WHO dalam menangani kasus ini. Betapa lemahya sistem kapitalisme ini untuk menanggulangi Pandemi COVID-19. Krisis ekonomi ini menunjukkan kelemahan sistem kapitalisme, termasuk negara adidaya yang sedang berkuasa Amerika dan China.

Amerika Serikat (AS) telah menjadi tempat baru bagi wabah virus Corona (COVID-19), dengan kasus infeksi mencapai 142 ribu lebih per hari senin (30/03/2020). Wabah Corona telah disebut membawa ekonomi AS dalam keadaan yang hampir mirip dengan saat Depresi Hebat (Great Depresion) melanda atau lebih parah dari resesi. Sebelumnya, masa Great Depression yang dimulai dengan jatuhnya saham pada tahun 1929, terus berlangsung hingga tahun 1933. Pada saat itu keadaan ekonomi menjadi kacau akibat melonjaknya angka pengangguran dan anjloknya output ekonomi. Selama masa depresi hebat itu, ada sekitar 20% peningkatan jumlah pengangguran di Amerika Serikat selama tiga tahun. Hal itu terancam terulang kembali sebagai akibat dari mewabahnya virus.Corona. Menurut Gubernur Fed, Jerome Powell, semakin tinggi jumlah korban virus dan semakin lama wabah berlangsung, maka akan semakin banyak kerugian terjadi pada perekonomian. Para pakar kesehatan di Amerika menilai bahwa langkah buka tutup pembatasan di seluruh negara bagan dan Gedung Putih yang lambat mobilisasi juga dapat membuat dampak virus Corona semakin buruk (CNBC, 30/03/2020).

Menurut Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembanguna (OECD), pertumbuhan ekonomi bisa turun menjadi yang terburuk sejak 2009. Ekonomi China yang merupakan negara manufaktur raksasa dunia saat ini mengalami penurunan drastic. Rantai pasokan terganggu menyebabkan pelambatan produksi. OEDCD memperkirakan bahwa pertumbuhan dunia di tahun 2020 ini akan berkisar pada angka 2,4%, turun dari angka 2,9% pada November. Namun menurut mereka, apabila wabah ini menjadi lebih intensif lagi, pertumbuhan bisa hanya tinggal 1,5% hampir separuh tahun lalu. Namun gambaran ini bisa lebih buruk seandainya virus menyebar luas di Asia, Eropa dan Amerika Utara. Lembaga konsultan Capital Economic yang berkantor di London memperkirakan wabah ini akan menghabiskan biaya hingga US$280 miliar, hanya pada tiga bulan pertama tahun 2020, angka ini lebih besar daripada anggaran tahunan Uni Eropa, setara kira-kira pendapatan Microsoft atau Apple, dan delapan kali lipat anggaran tahunan pemerintah Nigeria (BBC News, 03/03/2020).

Kondisi ekonomi Amerika dan China sedang mengalami penurunan akibat virus Corona ini, karena penangan yang dilakukan hanya berdasarkan manfaat dan asumsi. Ekonomi Kapitalisme berawal dari asas sekularisme yang memisahkan agama dan kehidupan, sehingga asas ekonomi yang dibangun jauh dari nilai-nilai spiritualitas. Akibatnya adalah dampak berupa kemiskinan, pengangguran, dan kezhaliman para penguasa kepada rakyatnya dan tidak memberikan keberkahan pada banyak negara, termasuk di dalamnya negeri-negeri kaum muslim yang mengadopsi sistem ini. Ekonomi yang berasaskan sekularisme memberikan dampak buruk karena distribusi yang dilakukan tidak merata. Kekayaan hanya berputar di kalangan orang-orang kaya. Rakyat jelata hanya dijadikan ‘sapi perah’ bagi penguasa, kemiskinan dan ketidakadilan semakin menjamur di tengah-tengah masyarakat.

Dr. Mohammad Malkawy, Ph.D, seorang Dosen dan Teknisi dalam laman Facebook-nya menulis tentang Corona dan Runtuhnya Tatanan Dunia Baru ( Corona and Collapse World Order). Sejak 1991, sistem kapitalisme di bawah kepemimpinan Amerika telah mengendalikan tatanan dunia dan memperketat cengkramannya pada dunia dengan tangan besi. Peta politik dunia disusun kembali setelah negara-negara baru muncul di Eropa Timur, bekas Uni Soviet dan Afrika, namun selain negara-negara tersebut, yang menjadi ancaman paling penting bagi tatanan dunia adalah munculnya negara dengan prinsip, tatanan dan nilai-nilai yang benar-benar bertentangan dengan sistem keuangan yang diwakili oleh kapitalisme global. Satu-satunya ancaman datang dari Negara Islam, Khilafah. 

Ketika masyarakat di negara-negara Arab memberontak setelah krisis keuangan yang menghancurkan dunia kapitalis pada tahun 2008-2010, dan ketika indikator muncul secara meyakinkan bahwa aspirasi orang-orang di dunia islam sangat ingin memulihkan sistem pemerintahan Islam untuk mengangkat ketidakadilan dan membersihkan diri dari nilai-nilai material dan sistem yang ramping, maka tatanan dunia yang dikelola oleh Amerika mempererat cengkramannya pada dunia Muslim. Amerika dan sekutunya bersikeras untuk menggagalkan revolusi, dan bekerja untuk mengubah citra Islam dengan berbagai cara sehingga orang tidak menantikan kembalinya sistem Islam. Amerika menanggapi revolusi Arab dengan pembalasan yang menyebabkan pembunuhan dan pemindahan di Suriah, Libya, Yaman, kekerasan dan penindasan di Mesir serta Arab Saudi.

Hari ini, dengan penyebaran pandemi virus Corona yang cepat, terlepas dari bagaimana mulainya, dan eksploitasi mengerikan yang terjadi di dunia, sudah mulai tampak bahwa ia adalah kandidat untuk mempercepat keruntuhan ekonomi Kapitalisme global. Sistem yang secara alami menderita krisis internal yang diwakili oleh keberadaan uang virtual beberapa kali lebih besar dari uang riil, dan bahwa ekonomi keuangan didasarkan pada pertumbuhan keuangan yang tidak terkait dengan pertumbuhan ekonomi riil, dan bahwa hutang yang jatuh pada negara, individu dan institusi memerlukan satu krisis kuat seperti krisis pandemi Corona untuk menyebabkan serangkaian kehancuran berturut-turut, diikuti oleh disintegrasi globalisasi. 

Hanya dalam waktu singkat banyak perusahaan dan lembaga keuangan gagal memenuhi tuntunan dan hutang mereka kepada bank, yang memakan angsuran riba.
Mulai dari maskapai penerbangan, transportasi laut, hotel, restoran, industri minyak, industri kendaraan, dan banyak lainnya menjadi tidak mampu membayar bunga utangnya, yang menyebabkan serangkaian bank runtuh. Tingkat pengangguran sudah meroket, yang akan secara tajam mengurangi pajak yang dikumpulkan, dan dengan demikian pemerintah menjadi tidak mampu membayar hutang riba mereka. Dengan demikian, krisis Corona diproyeksikan mengungkapkan kelemahan mendasar dan kesalahan fatal tersembunyi dalam sistem ekonomi keuangan berdasarkan kebohongan, penipuan, dan ilusi. 

Akibatnya, zat lengket yang menempel memegang begian-bagian tatanan dunia, yang dikepalai oleh Amerika, akan menjadi tidak dapat mempertahankan koheresi sistem ini. Amerika yang menjadi pusat, memimpin disintegrasi setelah kelemahannya, keruntuhan sistem ini terjadi setelah muncul disintegrasi, dan ketidakmampuannya untuk melakukan fungsi dominasi, kontrol, dan kolonialisme.

Oleh karena itu peluang untuk mendirikan negara Khilafah mungkin tidak lebih menguntungkan daripada sekarang, dengan dimulainya keruntuhan sistem global yang dikendalikan oleh Amerika secara paksa, bertepatan dengan runtuhnya sistem kapitalis dunia yang sedang menghegemoni dan mendominasi dalam situasi internasional yang sedang kita alami. Dan keruntuhannya. Keruntuhan tatanan dunia seperti itu sulit diantisipasi selama Amerika dan sekutunya melakukan tindakan yang disengaja untuk menunda dan mencegah keruntuhan dengan segala cara dan cara-cara buatan. Tetapi hari ini ada peluang kuat bahwa krisis saat ini akan menguras energy Amerika dan sekutunya untuk mencegah mereka mendukung ekonomi dan uang virtual besar yang menipu. Keruntuhan dalam keadaan seperti itu tidak bisa dihindari.

Penyebab keruntuhan yang terus tumbuh meninggi dalam krisis global virus Corona, terlepas siapa dibelakangnya, bagaimana dibuat dan bagaimana itu menyebar, yang penting adalah bahwa situasi global saat ini siap untuk perubahan, dan kondisinya mirip dengan yang menyebabkan keruntuhan 2008 setelah Badai Katrina dan perang di Irak dan Afganistan. Ini adalah keadaan yang tepat yang kami ingatkan berulang kali dan sesuai untuk pembentukan tatanan Khilafah dan sesuai untuk mempertahankannya dan mempertahankan keamanannya. Masalahnya sekarang siapa hari ini yang dipercaya yang memiliki kemauan untuk berubah, memiliki metode perubahan, dan alat perubahan untuk mencapai janji Allah Yang Maha Kuasa untuk pemberdayaan dan keamanan. 

Analisi dari Mohammad Malkawy, Ph.D menunjukkan bahwa hari ini di tengah badai pandemik COVID-19, ekonomi dunia sedang melemah dan terlihat cacat nya, termasuk negara adidaya Amerika yang sedang dalam krisis menangani virus ini. Meskipun keruntuhan sistem ekonomi kapitalis sangat mendekati kerusakannya, IMF muncul kembali sebagai penyelamat dunia bahwa ekonomi akan membaik setelah pandemic COVID-19. Ini menunjukkan kembali cuci tangan IMF dan menunjukkan sebagai penyelamat dunia, padahal sudah terlihat kecacatannya dalam mengelola keuangan global yang menyebabkan krisis di setiap sector yang berakibat kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan di tengah masyarakat. Wabah ini dimanfaatkan juga oleh IMF untuk menyalurkan bantuan ekonomi dan akhirnya setiap negara-negara berkembang mengalami hutang yang meningkat, sistem kapitalis melakukan tambal sulam kembali untuk menutupi kecatatannya seolah menjadi pahlawan dan angin segar bagi negara-negara berkembang.

Begitu juga kesiapan negara-negara dalam menghadapi virus COVID-19 sangat tidak siap dan terkesan ditutupi, saling menyalahkan Antara China dan Amerika, dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, seperti APD, Dokter ahli, dan Vaksin COVID-19 yang masih belum ditemukan, serta Rumah Sakit yang siap menangani pasien positif COVID-19. 

Indonesia memiliki tingkat kematian atau case fatality ratio (CFR) mencapai 8,73%. Sebagaimana dilansir detikhealth dari The Guardian, tingginya CFR corona di Indonesia terjadi karena tak terdeteksinya kasus. Para ahli dari London School of Hygiene & Tropical Medicine bahkan melaporkan Indonesia baru melaporkan 2% dari seluruh kasus yang ada. Menurut media Inggris tersebut Indonesia negara terbesar yang lambat dalam melakukan tes virus COVID-19 (27/03/2020). 

Sementara itu media asing lainnya yakni Reuters menyoroti kondisi kesiapan sistem kesehatan di Indonesia menghadapi wabah Corona. Sebagai perbandingan Indoensia disebut memiliki 12 tempat tidur rumah sakit per 10 ribu penduduk sementara Korea Selatan memiliki 115 tempat tidur rumah sakit per 10 ribu penduduk. Jumlah tenaga dokter Indoensia juga terbilang masih kalah dari Italia yang sekarang sudah kewalahan menghadapi Corona, bahkan para Dokter Indonesia sudah sangat terbebani dengan kondisi yang ada saat ini, banyak tenaga medis yang kurang alat pelindung diri dengan satu dokter harus memakai jas hujan (CNCB, 26/03/2020).

Jumlah kasus hari ini tanggal 31 Maret 2020, posisi paling pertama diduduki Oleh Amerika Serikat dengan 164.359 kasis, Italia 101.739 kasus, Spanyol 94.417 kasus, China 81.518 kasus, Jerman 67.051 kasus, Iran 44.605 kasus, Perancis 44.550, dan Indonesia 1.528 kasus di posisi 36. Negara-negara tersebut sangat tidak siap dalam menangai virus ini dan terkesan meremehkan seperti yang terjadi di Italia, Amerika Serikat, dan Indonesia, sehingga tidak mempersiapkan apa yang harus dibuat untuk menangai virus ini. Akibatnya terjadi ledakan pasien positif, sedangkan pemerintah belum menyiapkan langkah-langkah strategis seperti Rumah Sakit, Jumlah Dokter, Sarana dan Prasarana (APD, Masker, Alat-alat Kesehatan). Buruknya koordinasi pemerintah daerah dan pusat menjadi catatan merah terburuk dalam penanganan kondisi virus ini, termasuk dunia kesehatan WHO yang banyak dikritik karena tidak menyiapkan langkah strategis untuk mengatasi virus ini.

Jepang pada Sabtu, 28 Maret 2020 melayangkan kritik kepada Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Asos menyebut Ghebreyesus tidak mampu menangani virus Corona atau COVID-19. Kritik itu dilayangkan Asos dalam pidatonya di Tokyo, Jepang. Asos mengecam Ghebreyesus karena evaluasi yang tidak memadai untuk mengatasi wabah virus corona. Dikutip dari aa.com.tr, Asos juga menyentil petisi di Change.org yang saat ini sudah ditanda-tangani oleh 635 ribu orang. Petisi ini menuntut agar Ghebreyesus mengundurkan diri. Sejak pertama kali menyebar di Kota Wuhan, Cina, virus corona sekarnag sudah menyebar di 177 negara di dunia dan territorial (Tempo, 29/03/2020).

Dapat kita simpulkan bahwa COVID-19 ini memunculkan permasalahan global yakni Ekonomi yang tersendat karena aktivitas perdagangan berhenti dan kesiapan negara-negara kapitalis dalam menghadapi virus ini sangat lemah dan lambat. IMF dan WHO telah gagal dalam memberikan dampak ekonomi yang sejahtera dan kesehatan yang layak bagi masyarakat global. Penerapan Ekonomi Kapitalisme menjadikan kesehatan juga dipandang menjadi bisnis yang sangat menguntungkan, bukan untuk menjaga harta dan nyawa umat manusia.

Fenomena masyarakat global akibat pandemic COVID-19 ini akan terus berlangsung jika tidak menemukan solusi yang sangat mendasar yaitu ideologi atau kepemimpinan berpikir dalam mengelola negara dan diemban oleh negara. Ideologi Kapitalisme telah gagal dalam menjaga harta dan nyawa umat manusia dengan segala kerusakan dan kecacatannya. Kesenjangan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, perampokan, korupsi masih merajalela di dunia, hari ini ditambah lagi korban ratusan ribu yang meninggal akibat penangan virus yang lambat dan penangan kesehatan yang sangat buruk. 

Jika Ideologi Kapitalisme telah memberikan dampak buruk, maka ini saatnya menyuarakan kembali penerapan Ideologi Islam dengan bentuk penegakkan Negara Khilafah yang akan menjaga harta dan nyawa umat manusia. Seluruh dunia akan terberkahi dengan sistem Khilafah ini, karena berasal dari Sunnah Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, terbukti 14 abad lamanya negeri kaum muslimin diberkahi di bawah naungan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam al-Qur’ân al-Karim, Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan perihal negeri yang diberkahi, atau Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugerahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb yang Maha Pengampun”. [Saba’/34:15].