-->

Bahas RUU Omnibus Law di Tengah Corona, DPR Dinilai Tidak Etis

Jakarta - Badan Legislasi DPR mengagendakan rapat kerja (raker) dengan pemerintah guna membahas soal omnibus law RUU Cipta Kerja hari ini. Menurut ahli hukum tata negara Herlambang P Wiratraman pembahasan itu tidak etis karena dibahas di tengah pandemi Corona.

"Situasi pandemi COVID, ini kok melanjutkan pembahasan RUU. Itu sungguh tidak etis, mencederai upaya maju hukum untuk lebih demokratis," kata Herlambang dalam diskusi webinar 'Menilik Perkembangan Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat', Selasa (14/4/2020).

"Semua fokus COVID, kok ini ngurusin investasi. Ini kan kepentingan pasar, dan inilah market friendly legal reform," ujar peraih doktor dari Universitas Leiden, Belanda, itu.Herlambang sangat menyesalkan langkah DPR tersebut. Hal itu menunjukkan DPR lebih berpihak kepada pasar, bukan kepada hak-hak kesehatan masyarakat atau HAM.

Secara khusus, RUU ini juga dinilai salah sasaran. Niatan pemerintah untuk menarik minat investor berinvestasi di Indonesia. Tapi malah yang dibenahi sektor ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja itu.

"Diagnosisnya keliru. Dari 16 problem penghalang investasi, faktor ketenagakerjaan urutan ke-13, yang paling mendasar problem korupsi," cetus pengajar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu.

"Niatnya menjadi penyederhanaan aturan. Tapi proses omnibus law tidak memiliki varian itu. Tidak sungguh-sungguh menyederhanakan. Malah menambah kerumitan. Niatnya tidak tumpang tindih, tapi model penyederhanaannya tidak lebih dari UU payung," ujar Herlambang.Oleh sebab itu, Herlambang mengusulkan agar pemberantasan korupsi menjadi target utama agar investasi bisa masuk ke Indonesia. [detik]