-->

Atasi Wabah dengan Masalah?

Oleh : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan generasi)

Penamabda.com - Berbagai kritik tajam menghujam penguasa di negeri +62. Bahkan kritik tajam ini tidak hanya disampaikan oleh masyarakat Indonesia. Seorang dokter dari Malaysia yang bernama dr. Musa Mohd Nurdin pun sampai geram terhadap penanganan wabah Covid-19 yang dilakukan penguasa indonesia. Konsultan Spesialis Pediatri dan Pengobatan di Rumah Sakit KPJ Damansara itu menyatakan bahwa Indonesia adalah bom waktu bagi wabah Covid-19.

"Saya khawatir dengan Indonesia. Indonesia adalah bom waktu. Kami tidak mengerti lagi," katanya kepada Astro AWANI, channel berita Malaysia, akhir pekan kemarin.

"Saya sarankan kepada Dewan Keamanan Nasional (MKN) Malaysia, kita harus menjaga perbatasan kita atau itu akan menjadi cluster baru dari COVID-19." (cnbcindonesia.com, 08/04/2020)

Malaysia telah menerapkan lockdown atau movement control order (MCO) sejak 18 Maret dan telah memperpanjang upaya ini pada hingga 14 April mendatang. Warga yang melanggar aturan MCO diancam dengan denda atau dipenjara maksimum enam bulan penjara.

Jika negara tetangga Malaysia berupaya maksimal dengan melakukan lockdown dalam menanggulangi kian merebaknya wabah Covid-19, justru di Indonesia malah melakukan hal yang berkebalikan. Sampai saat ini bandara dan pelabuhan belum ditutup. Ratusan Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih terus berdatangan dari berbagai negara. Rapid test yang dilakukan pihak bandara pun tidak menjadi jaminan bebas Covid-19. Karena rapid test bukanlah pendeteksi Covid-19. 
Sebanyak 200 lebih Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Malaysia dijadwalkan akan mendarat di Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu Sore (15/4). Mereka adalah para PMI asal Jatim yang mudik lebih awal ke kampung halaman jelang bulan suci ramadhan dan juga lebaran Idul Fitri.

Untuk memastikan para pemudik dari negara episentrum covid-19 itu sehat sebelum pulang ke kampung halaman, Pemprov Jatim telah menyiapkan serangkaian screening rapid test untuk para PMI tersebut. Screening itu akan dilakukan begitu ratusan PMI tersebut mendarat di Jawa Timur. (kanalsatu.com, 15/04/2020)

Arus mudik dari masyarakat terdampak wabah Covid-19 di kota-kota besarpun juga mulai berdatangan ke kampung halaman. Larangan mudik yang disampaikan para pemda setempat kalah dengan anjuran Tidak Ada Larangan Mudik dari pemerintah pusat. Berlangsungnya hilir mudik masyarakat yang malah semakin hari semakin banyak ini membuat wabah kian merajalela dan para tenaga medis pun kewalahan.

Jokowi mengatakan pemerintah pusat sudah melakukan kajian mendalam. Dia mengamini mudik berpotensi menambah penularan virus corona di berbagai daerah. Namun, kata dia, ada dua kelompok yang tak bisa begitu saja dilarang mudik. Kelompok pertama, kata Jokowi, adalah mereka yang terpaksa mudik karena kehilangan pekerjaan akibat terdampak pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Termasuk juga mereka yang pendapatannya menurun drastis. Sementara kelompok kedua adalah masyarakat yang memang sudah memiliki tradisi pulang ke kampung halaman. Terutama ketika hari raya Idul Fitri untuk bertemu sanak saudara. (cnnindonesia.com, 09/04/2020)

Pihak IDI yang mengusulkan melakukan lockdown sejak awal terjangkit wabah Covid-19 tidak digubris oleh pemerintah. Lantaran, disebutkan dalam Undang-undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 55 bahwa selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Tanggung jawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah sebagaimana dimaksud tersebut dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak yang terkait. Ini yang tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah. Padahal kalau ada keseriusan dalam menanggulangi wabah ini maka karantina wilayah bisa ditempuh. 

Terkait dana sebagai alasan utama itu semua karena kesalahan dari pemerintah sendiri yang sangat gemar berutang demi pembangunan infrastruktur, kekayaan sumber daya alam yang justru diserahkan dan dikelola oleh negara asing, dan bahkan dalam kondisi wabah seperti ini dana ratusan triliun tetap digelontorkan untuk pembangunan ibu kota baru yang sarat polemik.  

Bisa dicontoh upaya yang dilakukan oleh negara-negara di luar Indonesia dimana para pejabatnya dengan legowo memberikan separuh gajinya untuk penanggulangan wabah ini. Tidak seperti di Indonesia yang justru penguasanya berupaya menghimpun dana dari masyarakat. Bahkan ada seorang anggota dewan yang mengusulkan dana haji tahun ini karena tidak jadi diberangkatkan dipakai dulu untuk menanggulangi wabah. Usulan yang sangat tidak manusiawi. Kenapa bukan gaji para anggota dewan yang dipotong? bukan malah mengusulkan dana dari masyarakat. 

Kebijakan lain yang sangat membuat masyarakat sakit hati adalah ancaman penjara bagi pengkritik kebijakan penguasa terkait penanggulangan wabah. 

Melihat carut marutnya penanggulangan wabah Covid-19 yang dilakukan oleh penguasa negeri ini, sungguh sangat merindukan langkah-langkah yang ditempuh oleh para Khalifah ketika terjadi wabah. Khalifah Umar bin Khattab sama sekali tidak mengedepankan egonya. Yang dipikirkan adalah nyawa rakyatnya. Karena beliau sangat takut kelak para rakyat yang dipimpinnya akan meminta pertanggungjawaban beliau di akhirat. Tindakan preventif dan kuratif ditempuh demi segera terselesaikannya wabah. Pendapat ahli seperti Amr bin Ash untuk melakukan karantina wilayah benar-benar dijalankan oleh beliau. 

Tidakkah takut para penguasa negeri ini terhadap Sabda Rasulullah SAW :
"Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentinganya (pada Hari Kiamat)". 
(HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)