-->

Jalan Panjang Ilusi Kesetaraan Gender

Oleh: Arum Harjanti

Kesetaraan gender menjadi isu utama dunia dengan ditetapkannya tahun 2030 sebagai tahun terwujudnya Planet 50×50 dan SDGs. Dan tahun 2020 yang akan datang, menjadi tahun yang sangat penting, mengingat pada tahun 2020 itu genap 25 tahun usia Deklarasi Beijing dan Landasan Aksinya.[1]Apalagi sepanjang tahun 2020, ada banyak momen penting lainnya dalam gerakan hak-hak perempuan abad ke-21, termasuk Peringatan 10 tahun pendirian UN Women[2]

Namun kenyataannya, kesetaraan gender belum juga terwujud sebagaimana pernyataan Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka pada pertemuan G7 tahun 2019. “ No country in the world has achieved gender equality. No country. And this is nearly 25 years after the adoption of the Beijing Declaration and Platform for Action.” Do you remember that in Beijing we thought that we were going to achieve gender equality in the year 2000?[3]

Keprihatinan sangat besar tersirat dalam pernyataan tersebut. Dan itu menunjukkan bahwa kesetaraan gender adalah proyek ambisius dunia demi meningkatkan perekonomian dunia, sebagaimana laporan McKinsey Global Institute (MGI).

Laporan tahun 2015 itu menyampaikan, jika menerapkan skenario potensi penuh perempuan, yaitu perempuan memainkan peran identik dengan laki-laki dalam pasar tenaga kerja, maka PDB tahunan global pada tahun 2025 dapat bertambah $28 triliun,.[4]

Sejarah Panjang Kesetaraan Gender

Dunia mengalami sejarah panjang untuk sekadar menyetarakan hak perempuan. Bersamaan pendirian PBB dibentuklah Commission on the Status of Women (CSW). Berderet konferensi diadakan untuk menentukan langkah efektif mewujudkan kesetaraan gender.

Kerja strategis PBB di antaranya mengadopsi The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women(CEDAW) dan dilanjutkanThe International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo (1994).

Cetak biru progresif untuk pemberdayaan perempuan makin nyata pada the United Nations Fourth World Conference on Women, di Beijing pada tahun 1995 yang melahirkan Beijing Declaration and Platform for Action (BPfA).

Kerangka Aksi ini dilengkapi 12 bidang yang menentukan langkah strategis dengan fokus pada isu sosial ekonomi. Yaitu Perempuan dan Kemiskinan, Pendidikan dan Pelatihan bagi Perempuan, Perempuan dan Kesehatan, Tindak Kekerasan terhadap Perempuan, Perempuan dan Konflik Bersenjata, Perempuan dan Ekonomi, Perempuan dalam Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan, Mekanisme Kelembagaan untuk Kemajuan Perempuan, Hak Asasi Perempuan, Perempuan & Media, Perempuan & Lingkungan Hidup, dan Anak perempuan.

Berganti abad, pada The Millennium Summit September 2000, diadopsi the UN Millennium Declaration, dengan delapan tujuan pembangunan (MDGs) yang akan dicapai pada tahun 2015. Setiap tujuan yang ditetapkan terkait erat dengan memajukan hak-hak perempuan. Promosi kesetaraan gender sendiri dikhususkan dalam Tujuan ke-3.

Untuk mempercepat terpenuhinya kebutuhan perempuan dan anak perempuan, tahun 2010 Majelis Umum PBB mendirikan the United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women (UN Women),bertepatan dengan evaluasi 15 tahun BPfA.

Pada tahun 2014 dibuat kampanye solidaritas global HeForShe untuk melibatkan laki-laki dalam mewujudkan kesetaraan gender. Dan ketika pada tahun 2015 MDGs belum tercapai, UN Women mencanangkan kampanye Planet 50-50 by 2030 dan Step It Upuntuk mempercepat terwujudnya kesetaraan gender.[5]

Dalam the World Economic Forum 2015yang berlangsung di Davos, UN Women mengampanyekan HeForShe Impact 10x10x10, yang melibatkan tokoh pemerintah, perusahaan dan universitas sebagai agen perubahan.[6]

Ketika MDGs tidak tercapai pada tahun 2015, PBB mengadopsi The 2030 Agenda for Sustainable Development, yang akan dicapai pada tahun 2030. Pada SDGs, kesetaraan gender menjadi tujuan ke-5 dari 17 tujuan yang ditetapkan.

Lynnette Cooke, CEO Global untuk Divisi Kesehatan Kantar, mengatakan bahwa kesetaraan gender adalah akselerator untuk semua tujuan yang ada dalam SDGs dan perempuan adalah katalis untuk menciptakan perubahan berkelanjutan di dunia. Oleh karena itu, UN Women kemudian membuat strategi baru, dengan melibatkan keluarga sebagai agen kesetaraan gender.[7]

Dalam laporan UN Women “Progress of the World’s Women 2019-2020: Family In A Changing World” digambarkan bahwa pencapaian SDGs tergantung pada promosi kesetaraan gender dalam keluarga.[8]

Kepala Riset dan Data UN Women, Shahra Razavi, mengatakan bahwa keluarga yang dibutuhkan saat ini adalah keluarga yang dapat memenuhi hak-hak perempuan, yang disebut family that works for women.[9]

Sementara itu, pada pertemuan G7 di Kanada (2018), PM Kanada Justin Trudeau menginisiasi Gender Equality Advisory Council of the G7, yang merekomendasikan tindakan khusus untuk memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di semua bidang pekerjaan.[10]

Setahun kemudian pada perhelatan yang sama diluncurkanlah the Biarritz Partnership, yang menegaskan komitmen untuk mengadopsi undang-undang baru untuk kemajuan kesetaraan gender.[11]

Dan sepanjang tahun 2019-2020 akan digelar berbagai agenda untuk memperingati 25 tahun Deklarasi Beijing dan Kerangka Aksinya. Kampanye baru yang disebut “Generation Equality—Realizing women’s rights and an equal future”.[12]

Kampanye yang diikuti forum “Beijing + 25 Youth Task Force” ini untuk melibatkan kaum muda dalam mewujudkan kesetaraan gender.[13]

Ilusi Kesetaraan Gender

Berbagai inisiatif dan kampanye dengan beragam sasaran sudah diluncurkan untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan gender, namun ternyata belum juga terwujud. Apalagi kesetaraan dalam dua belas bidang sebagaimana yang telah digariskan dalam BPfA.

Sebagai sebuah ide, sejatinya kesetaraan gender hanyalah sebuah ilusi. Kesetaraan gender, apalagi dalam model UN Women, yang mencita-citakan Planet 50×50, mustahil dapat diwujudkan karena bertentangan dengan kodrat manusia.

Secara fitrah, laki-laki dan perempuan diciptakan Allah SWT tidak sama. Masing-masing memiliki tugas khusus sesuai dengan kodratnya. Memaksakan perempuan menjalani tugas laki-laki, -seperti mencari nafkah dan menjadi pemimpin dalam hierarki pemerintahan-, akan memberikan beban ganda kepada perempuan.

Selain memperberat hidup perempuan, beban ganda ini akan memberikan dampak buruk bagi anak-anaknya. Peran perempuan sebagai ibu generasi akan terabaikan.

Akibatnya anak-anak akan tumbuh tanpa bimbingan dan sangat potensial melakukan berbagai kenakalan remaja, sebagaimana yang ditunjukkan dalam berbagai penelitian dan mudah terindra dalam realitas kekinian.

Rentetan dampak buruk, hingga membahayakan kehidupan sosial masyarakat bila kesetaraan gender diterapkan, menjadi bukti utama bahwa ide ini hanyalah ilusi. Tidak mungkin diterapkan untuk mewujudkan harapan semu para pegiat gender.

Ilusi itu makin kentara jika diaplikasikan pada dua belas bidang kritis yang ditargetkan untuk setara, lebih-lebih untuk mewujudkan Planet 50×50.

Dalam sistem kapitalis yang sedang berlaku saat ini, kesetaraan itu ibarat mantra yang dikaitkan dengan semua target pencapaian. Tentu saja target pencapaiannya haruslah materialistik.

Karena itu, tidak soal bagi setiap negara untuk memperdaya perempuan demi pencapaian target kapitalistik yang diukur melalui capaian angka-angka materialistik.

Padahal, jika mau jujur, kesejahteraan perempuan tidak akan pernah terwujud dalam sistem kapitalistik. Karena dalam praktiknya perempuan dieksploitasi dan mendapat upah yang jauh lebih rendah.

Sementara itu, para pemilik modal juga tidak akan rela memberi upah yang tinggi, karena berpegang pada prinsip ekonomi kapitalis, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari modal yang sekecil-kecilnya.

Oleh karena itu, kesetaraan upah laki-laki dan perempuan tidak akan terwujud, bahkan upah yang layak untuk laki-laki pun hanya mimpi.

Dengan demikian, ide setara, apalagi dalam dua belas bidang kritis, tidak akan mungkin terwujud dalam bingkai kapitalisme. Apalagi kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas segala sesuatu, dan mekanisme pasar menjadi tempat pijakannya.

Lebih dari itu, kapitalisme hanya berpihak kepada para kapital pemilik modal. Karena itu, kesetaraan gender justru bertentangan dengan prinsip ideologi kapitalis itu sendiri, yang memang diskriminatif pada pangkalnya.

Inilah yang menjadi sebab hingga kapan pun, kesetaraan hanya sekadar wacana dan bukan realitas. Apalagi, landasannya adalah akal manusia yang lemah.

Kesejahteraan Riil dalam Islam

Satu-satunya harapan adalah Islam, sistem hidup sempurna yang diturunkan Allah SWT. Islam telah menetapkan berbagai hukum untuk manusia dalam sifatnya sebagai manusia.

Islam juga menetapkan hukum-hukum khusus sesuai dengan jenisnya, laki-laki maupun perempuan. Perbedaan hukum ini bukanlah menjadikan perempuan lebih rendah, karena dalam Islam kemuliaan manusia terletak pada ketakwaannya kepada Allah.

Perbedaan hukum ini, misalnya kewajiban mencari nafkah ada pada laki-laki, warisan laki-laki dua kali bagian perempuan, dan sebagainya, justru menjamin terwujudnya peran masing-masing sesuai dengan kodratnya.

Islam juga menetapkan negara sebagai pengatur urusan umat, yang wajib memenuhi kebutuhan umat, laki-laki maupun perempuan. Islam memiliki mekanisme sempurna yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat, dan melarang negara menggunakan mekanisme pasar dalam melayani rakyatnya.

Justru dalam Islamlah keadilan akan didapatkan setiap individu rakyat, karena semua aturan dilandaskan kepada aturan Allah, Zat Yang Maha adil. Wallahu a’lam bish showab.

______

[1]https://www.unwomen.org/en/news/stories/2019/9/speech-ed-phumzile-from-biarritz-partnership-to-generation-equality-forum

[2] https://www.unwomen.org/en/get-involved/beijing-plus-25/about

[3]http://www.unwomen.org/en/news/stories/2019/5/speech-ed-phumzile-g7-ministerial-meeting

[4]https://www.mckinsey.com/featured-insights/employment-and-growth/how-advancing-womens-equality-can-add-12-trillion-to-global-growth

[5] https://www.unwomen.org/en/digital-library/multimedia/2015/9/timeline-un-at-70-gender-equality

[6]https://www.unwomen.org/en/news/stories/2015/01/emma-watson-launches-10-by-10-by-10

[7]http://www.unwomen.org/en/news/stories/2019/6/take-five-lynnette-cooke

[8] http://www.unwomen.org/en/digital-library/progress-of-the-worlds-women

[9]http://www.unwomen.org/en/news/stories/2017/5/take-five-shahra-razavi-families

[10]https://www.unwomen.org/en/news/stories/2018/6/news-gender-equality-advisory-council-to-g7-calls-for-bold-actions-and-investments

[11]https://www.unwomen.org/en/news/stories/2019/8/news-ed-urges-g7-leaders-to-commit-to-gender-equality-and-join-biarritz-partnership

[12] https://www.unwomen.org/en/get-involved/beijing-plus-25/about

[13] https://www.unwomen.org/en/news/stories/2019/8/announcer-be ijing25-youth-task-force

______

Sumber : MuslimahNews.com