-->

Ranah Minang Darurat Prostitusi

Oleh : Silvia Handayani (Pemerhati Lingkungan)

Padang di hebohkan dengan semakin merebaknya prostitusi. Baru-baru ini terjadi pengrebekan yang dilakukan oleh pihak kepolisian padang. Baik adanya prostitusi online maupun prostitusi dengan motif kost-kostan.  

Bahkan yang mencengangkan ditemukannya praktif prostitusi dengan bisnis jualan lontong malam 
(https://www.harianhaluan.com/news/detail/84330/ibu-dan-anak-di-padang-ini-buka-praktik-prostitusi-modusnya-jualan-lontong-malam).

Bukan itu saja prostitusi hari ini tidak hanya dilakoni oleh perempuan-perempuan dewasa tapi menyasar anak-anak di bawah umur (https://www.suara.com/news/2020/01/14/103426/prostitusi-kos-kosan-di-padang-bisa-ml-sama-bocah-bayar-rp-300-ribu)

Walaupun susah melacak, mendapatkan informasi dan data pasti tentang jumlah perempuan dan laki-laki yang bekerja sebagai PSK di Kota Padang, namun dari informasi dan keterangan lisan yang didapatkan oleh peneliti dengan melakukan wawancara kepada 5 (lima) orang warga masyarakat di Kota Padang pada Hari Rabu, tanggal 1 November 2017, ternyata jumlah PSK semakin meningkat dan tempat prakteknya semakin berkembang.

Lokasinya seperti di salon, panti pijat, objek wisata yang sepi, tempat karaoke, kafetaria dan sejenisnya, tempat pribadi seperti rumah/pondok yang disiapkan oleh oknum masyarakat, warung remangremang bahkan sampai ada yang melakukan pekerjaan tersebut di atas roda empat, ujar seorang mahasiswa dalam laman penelitiannya terkait penyakit di masyarakat.

(http://scholar.unand.ac.id/33788/2/BAB%201%20UPLOAD.pdf 
Berdasarkan laporan kinerja SATPOL PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dalam periode Bulan Januari – September 2017 telah ditemukan 2.935 kasus penyakit masyarakat, 952 kasus masuk kategori kegiatan PSK/Pelacur. 31 wanita yang terjaring razia tanggal 3 Maret 2017 dikirim untuk pembinaan ke panti rehabilitasi Andam Dewi Sukarami Kabupaten Solok
(http://scholar.unand.ac.id/33788/2/BAB%201%20UPLOAD.pdf)
Data di tahun 2017 saja sudah segitu yang terzaria,3 tahun berikutnya bisa saja sudah terjadi peningkatan.

Inilah kondisi yang sangat mencengangkan bagi masyarakat minang yang sangat kental dengan falsafahnya “adat basandi syara, syara basandi kitabullah”.  Sekalipun kental dengan falsafahnya dan mayoritas penduduknya Islam ternyata tidak menjamin minang terhindar dari maraknya prostitusi yang juga menggejala di daerah-daerah lain.

Timbul pertanyaan besar pada diri kita,mengapa kondisi ini bisa terjadi???

Prostitusi hari ini tumbuh sangat subur karena dijadikan ajang bisnis. Hukum penawaran dan permintaan berlaku.  Dimana perempuan dijadikan sebagai komoditi perdagangan dan dihargai dari sisi materi. Kehormatan dan kesucian perempuan sudah tidak diindahkan lagi dan rela dikorbankan begitu saja demi sejumlah rupiah. Para perempuan menjadi begitu “murah”, bisa dibeli dengan uang, melayani nafsu biadab para lelaki hidung belang.

Pelaku bisnis prostitusi bebas melenggang di alam demokrasi. Demokrasi mengagungkan kebebasan berperilaku sehingga manusia bebas melakukan perbuatan apapun yang dia sukai tanpa memikirkan dampak baik-buruknya, apalagi halal-haram. Termasuk dalam hal perzinahan (baca: prostitusi).

Asalkan suka sama suka maka mereka merasa aktivitas menjual diri mereka nilai sah-sah saja, apalagi jika mendapat bayaran fantastis. Loe jual, gue beli. Maka tidak heran jika kemaksiatan semakin merajalela karena mereka sudah tidak memikirkan tentang dosa.

Menurut ibu Iffah Ainur Rochmah, ada lima jalur yang seharusnya ditempuh untuk mengatasi maraknya prostitusi.

Pertama, penyediaan lapangan kerja. Dalam hal ini negara menyediakan lapangan pekerjaan –terutama bagi kaum laki-laki  sehingga masyarakat mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Para perempuan pun tidak dibebani untuk mencari nafkah utama bagi keluarganya.

Kedua, pendidikan/edukasi yang seiring sejalan. Pun pendidikannya adalah yang bermutu, bebas biaya, mampu menanamkan pondasi keimanan yang kuat dan membekali keterampilan yang mumpuni sehingga para PSK tidak akan tergiur untuk kembali ke dunia kelam mereka.

Ketiga, jalur sosial. Pemerintah berupaya menanamkan kesadaran para masyarakat untuk care kepada apa yang terjadi di sekitarnya sehingga terbentuk kontrol sosial terhadap segala bentuk kemaksiatan. Keempat, jalur hukum atau supremasi hukum. Harus ada sanksi tegas terhadap para PSK, para pelanggan PSK, mucikari atau pihak-pihak yang terkait. Sanksi di dunia bagi pezina sudah jelas yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati jika ia sudah pernah menikah, atau dicambuk seratus kali kemudian diasingkan selama satu tahun jika ia belum pernah menikah.

Yang terakhir, jalur politik. Negara harus menutup semua bentuk lokalisasi, menghapus situs prostitusi online, serta melarang produsen tayangan berbau seksualitas seperti pornografi dan pornoaksi.

Islam bahkan punya aturan yang tangguh dan mampu membuat jera para pelanggar hukum syariatnya. Dengan keadaan sistem negara yang kondusif seperti itu, harga diri perempuan akan terjaga dan kembali pada fitrahnya yang juga mulia secara kemanusiaan.

_______
Sumber : Muslimah Minang Rindu Syariah