-->

HENDAK DIKENANG SEBAGAI APA SAAT KITA MATI ?


Oleh : Ahmad Sastra

Sebagaimana kelahiran, maka kematianpun terjadi setiap saat. Sebab seluruh makhluk Allah akan mengalami kematian, terutama manusia. Peristiwa kematian adalah peristiwa yang biasa, sebab setiap yang bernyawa sudah ada ajalnya masing-masing, hanya tinggal tinggal menunggu waktu.

Para Nabi dan Rasul dari mulai Nabi Adam hingga Nabi Muhammad yang jumlahnya mungkin ribuan pun telah lama meninggalkan dunia untuk selamanya. Para sahabat Rasulullah, tak satupun tersisa sampai hari ini. Para Imam Mazhab tak juga bisa menghindari dari ajal. para raja dan presiden juga telah banyak yang mati, yang lain tinggal menunggu waktu. Lantas kapan giliran kita ?

Beberapa bulan ke belakang, Indonesia kehilangan banyak tokoh yang meninggal dunia. Dari mulai Habibie dan istrinya hingga Gus Sholah yang belum lama juga meninggalkan dunia untuk selamanya. Padahal berbarengan dengan mereka banyak rakyat jelata juga meninggal. Bahkan seminggu ini di kampung penulis ada lima orang yang meninggal secara berturut-turut.

Sementara di China saat-saat ini juga banyak yang meninggal dunia karena ajal meski dengan perantara terserang virus corona. Sementara kaum muslim di China justru tidak ada yang terkena virus corona. Tidak sedikit juga kaum muslimin Palestina yang meninggal karena kezoliman zionis kafir. Muslim Uyghur juga mengalami hal yang tidak jauh berbeda, meninggal karena kezoliman manusia-manusia durjana.

Ketika bencana alam melanda suatu negeri, maka diikuti juga banyak nyawa melayang karena menjadi korban. Banjir, gunung meletus, tanah longsor dan kebakaran hutan telah banyak menelan korban jiwa. Belum lagi korban jiwa yang mati di jalan raya karena kecelakaan. Bahkan konon katanya, kematian di jalan raya lebih banyak dibandingkan dengan kematian karena perang.

Kita juga masih sangat ingat kematian yang menimpa masyarakat jelata saat pemilu dan pasca pemilu. Hampir 700 orang dinyatakan meninggal karena kelelahan dan ada pula yang tertembak oleh aparat. Pemilu 2019 yang dinilai terburuk sepanjang sejarah negara ini karena disinyalir sarat kecurangan dan bahkan meminta tumbal nyawa rakyat jelata.

Dan kematian tidak akan pernah berhenti hingga semua manusia tak tersisa di muka bumi ini. Kita sendiri, penulis dan yang membaca tulisan ini sedang menunggu giliran disapa oleh ajal. Banyak ayat Alqur’an yang menegaskan akan kapastian kematian ini. 

Mari kita renungkan ayat-ayat Allah berikut: 

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian" (QS Ali Imran : 185). 

"Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu , kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS Al Jumu’ah: 8).

"Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh" (QS An Nisaa’: 78). 

"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad)" (QS Al Anbiya’: 34).

"Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemualiaan" (QS Ar Rahman : 26-27)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat-ayat di atas dimaksudkan bahwa setiap orang pasti akan merasakan kematian. Tidak ada seseorang yang bisa selamat dari kematian, baik ia berusaha lari darinya ataukah tidak. Karena setiap orang sudah punya ajal yang pasti (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3 : 163).

Kata Umar Bin Abdul ‘Aziz, aku tidaklah pernah melihat suatu yang yakin kecuali kematian. Namun sangat disayangkan, sedikit yang mau mempersiapkan diri menghadapinya (Tafsir Al Qurthubi).

Padahal saat Rasulullah ditanya soal beratnya kematian, beliau menjawab bahwa kematian yang paling ringan adalah seperti bulu wol yang tercerabut dari kulit domba. Saat-saat menunggu kematiannya, Abu Bakar Asy Syiddiq membaca surat Qaaf (50) ayat 19.

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah SAW, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “ Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik ?” Beliau bersabda, “yang paling baik akhlaknya.” Lalu mukmin manakah yang paling cerdas, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Bani).

Siapapun, jika telah dinyatakan meninggal maka akan dipanggil sebagai jenazah atau mayit. Nama besar, pangkat, gelar, suku, jabatan, kedudukan, kekayaan, dan bahkan keturunan tak akan disebut-sebut lagi. Saat mau dimandikan, disholatkan dan dikuburkan, maka yang disebut adalah kata jenazah atau mayit. Semua embel-embel duniawi tak akan pernah dilihat, kecuali amalnya.

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, tidak juga kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian." (HR Muslim no. 2564)

Saat manusia menjadi jenazah, maka dia menjadi orang asing. Orang asing, kata Ibnul Qoyyim bukanlah yang pergi ke Suriah atau Yaman, namun orang asing adalah saat masuk liang lahat dan berbungkus kain kafan. Menjadi asing karena tidak seorangpun menemani di alam kubur, meski orang yang paling dicintai dan mencintai sekalipun, kecuali hanya ditemani oleh amal perbuatannya di dunia.

Mau dikenang sebagai apa saat kita mati adalah pertanyaan penting yang mesti terus kita renungkan dan kita siapkan. Jika manusia terus beramal sholeh hingga ajal tiba, maka kematiannya adalah husnul khotimah, akhir yang baik. Sebaliknya, jika manusia beramal buruk hingga ajal menjemput, maka dia termasuk su’ul khotimah, akhir yang buruk.

Hidup adalah pilihan. Mau menjadi baik atau buruk. Mau menjadi pejuang agama Allah atau penghalang perjuangan Islam. Mau memilih menjadi orang yang tunduk kepada syariah Allah atau malah menentangnya. Mau menjadi pembela Islam atau penghina Islam. Mau menjadi pengikut setia Rasulullah atau pengikut Abu Jahal. Semua ini adalah pilihan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Banyak gelar baik yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya, semisal muslim, mukmin, mukhlis, syahid, muttaqien, nafsul muthmainnah dan sholih. Allah juga memberikan gelar buruk kepada hamba-hamba-Nya seperti kafir, musyrik, munafik, murtad dan fajir. Gelar pertama hidupnya diwarnai oleh amal sholih hingga kematiannya, sementara gelar kedua hidupnya diwarnai oleh kemaksiatan hingga kematiannya.

Mari kita istiqomah dalam pelukan Islam hingga kematian kita sebagai seorang muslim, jangan sampai kita mati dalam keadaan kafir diluar Islam. “…pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu…” (QS Al Maidah : 3)

Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam (QS Ali Imran : 19). Dan barang siapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akherat dia termasuk orang-orang yang rugi (QS Ali Imran : 85).

Mari kita persiapkan diri kita menghadapi kematian dengan terus beramal sholih hingga ujung usia dan selalu beristighfar dan bertobat saat kita lalai telah melakukan kemaksiatan. Jangan sampai kita menemui ajal dalam keadaan su’ul khotimah, melainkan semoga dalam keadaan husnul khotimah.

Semoga kita saat dipanggil Allah sebagai jiwa mutmainnah dan sebagai seorang muslim. Sebab keduanya akan mengantarkan kepada husnul khotimah dan mengantarkan kita kepada kenikmatan surga nan abadi.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan muslim (beragama Islam)" (QS Ali Imran : 102).

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi, lalu masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surga-Ku" (QS Al Fajr : 27-30).

(AhmadSastra, KotaHujan, 6/2/2020)