-->

Ada Megaproyek Moderasi Islam di Balik Terowongan Toleransi


Oleh: Henyk Nur Widaryanti, S.Si., M.Si.

Berbicara moderasi Islam memang tak ada habisnya. Selalu ada agenda baru yang dibuatnya untuk mengaburkan Islam sesungguhnya. Baru-baru ini muncul sebuah ide yang dianggap brilian, yang diklaim akan menyatukan keberagaman dalam satu payung bernama toleransi, yakni “Terowongan Toleransi”. Melalui gagasan terowongan toleransi diharapkan mampu menyatukan perbedaan antara Islam dan Kristen.

Sebagaimana yang dilansir Republika (7/2/2020), Bapak Presiden Jokowi menyetujui gagasan baru. Yaitu membangun sebuah terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral. Sebuah icon baru bagi toleransi di Indonesia. Adanya terowongan ini akan menjadi situs toleransi dan monumen kerukunan umat beragama di Indonesia.

Pro-Kontra Terowongan Toleransi

Tidak semua kalangan pro dengan gagasan ini. Banyak pro dan kontra yang terjadi di kalangan tokoh. Sebut saja dua organisasi besar Indonesia, NU dan Muhammadiyah. Menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, masyarakat membutuhkan silaturahmi dalam bentuk infrastruktur sosial, bukan dalam bentuk infrastruktur fisik berupa terowongan.

Begitu pula Ketua Umum Pengurus Besar NU, Said Aqil Siraj, yang mempertanyakan urgensi pembangunan tersebut. Menurutnya harus ada nilai yang terkandung dalam proyek ini. Entah nilai agama, budaya, atau bahkan unsur politik. Beliau menambahkan toleransi itu bisa dibangun dari kerja sama di bidang ekonomi dan teknologi.

Senada tapi tak sama, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom juga mempertanyakan urgensi membuat terowongan. Simbol-simbol yang dibangun itu tidak mengatasi beragam kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia. Kebutuhan urgen bagi bangsa ini adalah mengatasi masalah intoleransi, bukan sekadar simbol semata.

Namun, berbeda dengan pernyataan Abu Hurairah, Wakil Kepala Humas Masjid Istiqlal justru mendukung ide ini. Menurutnya terowongan ini sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia. Selain masalah toleransi, terowongan akan membuat kegiatan para jemaat (Gereja Katedral) berjalan efektif. Sebelumnya, jika ingin beribadat para jemaat parkir di depan Masjid Istiqlal. Maka, ketika terowongan ini ada, mereka tak perlu menyeberang lagi, cukup lewat terowongan.

Sementara, Tenaga Ahli Utama Staf Presiden (KSP) Kedeputian Komunikasi Politik, Donny Gahral mengatakan, rencana pembangunan terowongan itu sebenarnya telah disepakati kedua pengurus rumah ibadah. Hal tersebut didasari oleh kebutuhan lalu-lalang kedua umat beragama, baik dari Katedral ke Istiqlal maupun sebaliknya. Namun, menurut Jokowi hal itu dimaknai terowongan toleransi.

Agenda Moderasi Islam

Jauh sebelum proyek terowongan ini, Indonesia juga telah merencanakan membuat kampus moderasi Islam bernama Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin, kampus ini diharapkan akan menjadi ikon pusat moderasi Islam dunia. Dengan acuan Indonesia sebagai negeri mayoritas Islam dan negara demokrasi. (Antaranews, 26/11/2019)

Artinya, grand design tentang moderasi Islam sebenarnya sudah lama dibuat. Untuk menyokong tujuan itu dibentuklah bangunan-bangunan fisik, seperti kampus atau bahkan ikon monumen atau situs lainnya. Selain itu juga telah disiapkan para ulama dan intelektual yang memiliki kapabilitas menyampaikan moderasi Islam.

Sesungguhnya, nama moderasi Islam memang baru. Tapi proyek moderasi ini sudah lama. Nama lain dari moderasi Islam adalah Islam moderat, di mana mereka menganggap Islam moderat sebagai Islam pertengahan. Mereka mengambil QS Al Baqarah ayat 143 sebagai dalil kemoderatannya.

Menurut tafsir mereka, bahasa pertengahan ini dimaksudkan tidak berlebih-lebihan dalam berislam (mengamalkan Alquran). Juga tidak terlalu bebas (lalai) dalam beragama. Kelalaian di sini mereka gambarkan sebagai liberalisme. Sehingga, mereka menganggap sebagai umat pertengahan yang mendamaikan dua kutub yang berseberangan.

Menelusuri Makna Umat Pertengahan (Wasathan)

Dalam QS Al Baqarah: 143 disebutkan “Wa kadzâlika ja‘alnâkum ummatan washatan…” (Dan demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang “wasath”…). Ini adalah kalimat Allah, yang sudah selayaknya kita menafsirkannya sesuai pandangan Islam. Buka sekadar tafsiran akal.

Secara bahasa, kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah. Dalam Mufradât Al-fâzh Al-Qur’ân Raghib Al-Isfahani (Jil. II; entri w-s-th) menyebutkan secara bahasa bahwa kata wasath ini berarti “Sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding.” Atau bisa juga dimaknai sesuatu yang terjaga, berharga, dan terpilih.

Fakhrudin Al-Razi menyebutkan ada beberapa makna yang satu sama lain saling berdekatan dan saling melengkapi. Mulai dari adil, pilihan, paling baik, hingga umat yang berada di tengah-tengah antara “ifrat” (yang melebih-lebihkan, mengada-ada dalam beragama) dengan “tafrith” (yang mengurang-ngurangi ajaran agama).

Di antara makna tersebut tidak ada yang saling bertentangan. Islam menjadi umat yang adil (menempatkan hukum syariat pada semestinya). Juga menjadi umat pilihan (terpilih memimpin seluruh alam) dan menjadi umat yang paling baik, jika umat Islam menjadi umat pertengahan yang tidak berlebihan dalam menjalankan syariat Allah. Dan juga tidak menguranginya, maknanya menjalankan perintah Allah sesuai dengan apa yang diturunkan Allah. Tidak ditambah atau dikurangi.

Mewaspadai Agenda Membelokkan Islam

Islam yang lurus akan selalu menjadi musuh bagi para pembencinya. Mereka akan melakukan berbagai cara untuk menjauhkan Islam kafah dari pemeluknya. Dengan menempelkan umat pada Islam moderat, akan mengaburkan pemahaman umat tentang keislaman yang utuh. Oleh karena itu kita perlu mewaspadai agenda ini.

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk membendung pemahaman ini. Pertama, memahamkan Islam kepada umat sebagai Islam mabda. Bukan sekadar Islam ritual semata. Kedua, senantiasa membongkar makar musuh Islam terhadap Islam dan kaum muslimin. Memahamkan umat Islam tentang strategi musuh hingga mendekatkan mereka pada Islam yang sesungguhnya.

Ketiga, menyadarkan umat akan bahaya Islam moderat. Karena moderasi Islam ini akan mampu menjauhkan umat Islam dari Islam seutuhnya. Padahal kita dipanggil oleh Allah untuk masuk Islam secara kafah. Keempat, menyampaikan pada umat bahwa khilafah adalah perjuangan terbaik untuk menerapkan Islam kafah, bukan Islam moderat. [MNews]

______

Sumber : MuslimahNews.com