Tiga Pilar Penerapan Syariah Islam
Oleh: Adi Victoria
Ada tiga syarat agar penerapan syariah Islam bisa terwujud secara kaffah, yakni:
1. Adanya Ketakwaan Individu.
Takwa adalah buah dari keimanan seseorang yang telah benar-benar memahami makna pemikiran rukun iman, juga telah memahami dan sadar konsekuensi dari melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, yakni berbalas syurga atau neraka.
Dan ini tumbuh dari ketakwaan itu sendiri, yakni adanya rasa al khauf (takut). Sebagaimana definisi takwa yang pernah disampaikan oleh Imam Ali radhiyallahu anhu:
الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل
"Takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar Al-Qur’an (At Tanjil), dan menerima (Qona’ah) terhadap yang sedikit dan bersiap-siap menghadapi hari akhir (hari perpindahan)"
Adanya rasa takut itu akan membuat seseorang untuk benar-benar berfikir dalam melakukan suatu perbuatan ataupun meninggalkannya.
Bahkan rasa takut itu akan membuat seseorang untuk menyesal dan bertobat jika telah melakukan suatu kemaksiatan.
===
Itulah kenapa kiranya dua sosok manusia yang hidup di masa Rasulullah ﷺ, rela untuk diberikan sanksi di dunia berupa sanksi had atas zina yang mereka lakukan.
Mengapa mereka mengaku kepada Rasulullah ﷺ atas perbuatan yang mereka lakukan? Belum lagi mereka harus menanggung malu atas perbuatannya. Jawabannya tidak lain adalah karena adanya ketakwaan di dalam diri mereka.
Mereka berdua lebih memilih untuk diberikan sanksi di dunia, walaupun sanksi itu berat, daripada akan disiksa di akhirat atas kemaksiyatan yang mereka lakukan.
Karena memang di dalam hukum Islam, seseorang yang telah diberikan sanksi di dunia atas pelanggaran yang dilakukan, maka di akhirat mereka tidak dikenai sanksi lagi.
Sebagaimana dituturkan oleh Ubadah bin Shamit ketika menuturkan ihwal teks Baiat Aqabah I, yang di antaranya menyebutkan:
«وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوْقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَ مَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ إِنْ شَاءَ غَفَّرَ لَهُ وَ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ»
Siapa yang melanggarnya, lalu diberi sanksi, maka itu sebagai penebus dosa baginya. Siapa yang melanggarnya namun (kesalahan itu) ditutupi oleh Allah, jika Allah menghendaki, Dia akan mengampuninya; jika Ia menghendaki, Dia akan mengazabnya. (HR al-Bukhari).
===
2. Adanya Kontrol Masyarakat
الانسان محل الخطاء و النسيان
"Manusia tempatnya salah dan lupa" demikian pepatah orang arab.
Benar, setakwa-takwanya seseorang, selama ini adalah manusia, maka tetap ada kemungkinan melakukan suatu kesalahan.
Disinilah pentingnya peranan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap antar sesama manusia. Saling mengingatkan diantara mereka.
Allah Azza wajalla berfirman:
وَٱلۡعَصۡرِ ١ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al-Ashr:1-3)
===
3. Adanya Negara yang Menerapkan Hukum Islam
Walaupun di dalam suatu negeri individunya telah beriman dan bertakwa, juga ada aktivitas saling menasehati antar mereka, namun tidak ada suatu sistem yang menerapkan hukum Islam, maka mustahil bisa terlaksana hukum Islam tadi.
Karena yang berwenang untuk menerapkan hukum Islam adalah negara, bukan individu dan bukan pula masyarakat. Namun, dengan adanya individu-individu yang bertaqwa, serta adanya kontrol antar individu di dalam suatu masyarakat, penerapan syariah Islam akan lebih mudah.
Lagi pula, kalau kita melihat fakta terkait aktivitas amar ma'ruf nahy mungkar, secara subyek atau pelaku, maka faktanya memang hal itu bisa dilakukan oleh individu, oleh kelompok dan juga oleh negara.
Jika faktanya demikian, maka yang paling efektif untuk melakukan aktivitas amar ma'ruf nahy mungkar adalah oleh negara.
Contoh, terkait riba misalnya. Kita telah mengetahui bahwa telah banyak masyarakat yang sadar akan dosa dan bahaya riba. Bahkan bermunculan komunitas anti riba. Namun kenapa masih marak riba di negeri ini? Jawabannya tidak lain karena sistem yang ada tidak melarang riba, bahkan "menghalalkan" riba.
Sehingga tidak heran kemudian masih banyak masyarakat yang terjerumus kepada aktivitas ribawi tersebut. Seandaianya negara menyatakan riba adalah terlarang, dan pelakunya akan dikenai sanksi, niscaya aktivitas riba tersebut akan sirna dari negeri ini insya Allah.
—————————————
Sumber : Muslimah News ID
Posting Komentar