-->

Pejuang VBAC (Part 1)


Based On True Story..

Pejuang VBAC (Part 1)

Oleh : Ummu Farras

Di lobi ruang tunggu sebuah Rumah Sakit swasta, Zahrana duduk bersama suaminya.
Sesekali matanya memperhatikan sekitar. Betapa ramainya Rumah Sakit hari itu.
Dihitungnya ada berapa orang yang mengantre untuk masuk ke ruang pemeriksaan kandungan.
Dilihatnya ada 3 pasangan yang mengantre sebelumnya.

"MasyaaAllah, pasti masih lama bi.." gumamnya pada suaminya.
"Sabar ya mi.." suami Zahrana menjawab sambil tersenyum.
Senyum yang menenangkan Zahrana.
Di tengah galau dan gelisahnya menghadapi dokter kandungan. Ia merasa gelisah, sebab usia kandungannya sudah menginjak sekitar 6 bulan menurut perhitungannya, Tapi Zahrana belum memeriksakan kandungannya sekalipun.

Zahrana belum memeriksakan kehamilannya yang keempat hingga usia 6 bulan, karena ia agak ragu. Ia seakan sudah tahu vonis apa yang akan dokter kandungan berikan padanya. Ia hanya terlalu khawatir. Maka ia hanya berpasrah. Semoga semua baik-baik saja. Semoga bayinya sehat tanpa kurang sesuatu apapun.

Di Rumah Sakit ini memang tempat biasanya Zahrana memeriksakan kehamilan. Dari mulai anak pertama hingga anak ketiga, selalu kontrol dan USG dirumah sakit ini. Tapi, harus daftar lebih dulu pagi harinya. Untuk 'booking nomer'. kalau terlambat daftar, bisa-bisa kaya gini nih. Satu pasien diperiksanya bisa setengah jam lamanya. Bikin pegel menunggu. Apalagi di usia kehamilan yang menginjak trimester 3 ini, Zahrana sudah mulai merasakan sakit pinggang, karena bayi sudah mulai tumbuh besar, dan kadang kram juga di bagian kaki kalau dibawa duduk lama.

"Duh.. Zahrana sesekali mengelus perutnya. Gerakan lembut terasa di bawah telapak tangannya.. Ia tersenyum.." Alhamdulillah Ya Allah.. Bayiku Aktif." gumamnya dalam hati.
"Umi, kenapa senyum-senyum sendiri?" suaminya bertanya sambil mencubit lembut pipi istrinya.
"Ga papa bi..ini dede bayinya gerak-gerak.. Hehe" Zahrana tersenyum senang.

Setiap ibu hamil, kalau mau USG rasanya senang sekali. Karena saat di USG, ia bisa melihat perkembangan bayinya, bisa mengetahui usianya, mencari tahu apakah bayinya sehat, juga bisa melihat bayinya di dalam perut bergerak-gerak di bawah probe USG. Makanya, ini suatu hal yang ditunggu tunggu oleh ibu hamil. Betul tidak? Yang pernah merasakan pasti setuju.

Sekitar satu jam kemudian tiba giliran Zahrana. Suster memanggil namanya di depan ruang praktek dokter kandungan. Zahrana berdiri dibantu suaminya. Mereka masuk berdua.
"Bismillah.." ucap Zahrana pelan.

Di dalam ruangan bernuansa serba putih itu, Zahrana disambut suster lainnya yang bertugas untuk memeriksa tensi darah dan berat badan ibu hamil.
"Sini duduk dulu bu.. Tensi dulu ya. Sama ditimbang." sahut suster ramah.
"iya suster.." Zahrana tersenyum.
"BBnya 57 Kg, tensi normal 110/70 mmHg."
Alhamdulillah..
"Anak ke berapa bu?"
"ke 4.."
"normal ya? "
"SC bu.." sahut Zahrana.
"kelahiran terakhir SC?"
"iya bu.."
"anak ketiga berapa tahun?"
"2,5 tahun."
"sebelumnya normal?"
"SC semua bu."
"suster memperhatikan Zahrana sebentar. Lalu lanjut menulis.."
Suster pun menanyakan beberapa hal lainnya kepada Zahrana.

"yuk bu, USG.."
Setelah selesai, suster lalu mengantar Zahrana ke ruang USG, dan mempersiapkannya. Suami Zahrana mengikuti dari belakang.
Ruang USG berada di ruangan yang sama, dengan sekat gordyn.
Zahrana dipersiapkan diatas tempat tidur untuk USG. "Tunggu dokternya ya bu, Sebentar" sahutnya tersenyum.
"iya suster.." sahut Zahrana agak gugup.
Suaminya setia menemani di sampingnya.

Memang ini bukan pengalaman pertama Zahrana, ini kehamilan keempatnya. Tapi setiap kehamilan, memiliki rasa dan kesan tersendiri. Dan perasaan gugup itu tetap ada. Bagai kali pertama.
Tak berapa lama, dokter menyapa dari balik gordyn. "Sore ibu.. Sudah siap ya.. USG nya.." dokter cantik nan ramah menyapa Zahrana.
"iya sudah bu dokter.." sahut Zahrana bersemangat.

dr. Karen Neyer Sp.OG, dokter kandungan dengan Postur tinggi semampai, kulit putih bersih dan berkerudung biru itu duduk menatap layar monitor USG. Suster membantu mengolesi Gel pada Zahrana, dan dokter Karen memulai menggerakkan probe USG.
"Ini.. Bayinya bu.. Kita ukur ya kepalanya..hmm.. Normal ya. Ini jantungnya nih.. Waduh geraknya aktif bu. Ini jari tangannya nih.. Lagi ditaruh di dada. Ini..perutnya, ini kaki. Usianya sudah 25 minggu. Berat sekitar 715 gram. Normal ya. Lengkap. Sehat." dokter Karen menjelaskan dengan detail sambil melakukan USG. Zahrana dan suaminya memperhatikan monitor dengan seksama. Rasa bahagia membuncah masuk ke relung hati mereka berdua. Alhamdulillah..

"Ibu riwayat SC?" tanya dokter Karen kemudian.
"iya bu dokter, SC tiga kali." sahut Zahrana.
"Berarti harus SC lagi yang keempat ya bu."
"Ga bisa dicoba normal dulu ya dok?" Zahrana menimpali.
" Bu, sudah SC tiga kali itu resiko semakin tinggi untuk melahirkan normal. Jadi rahim itu semakin menipis setiap sekali operasi, kalau sudah tiga kali sudah semakin tipis dinding rahimnya. Khawatir robek nanti. Terus ada resiko plasenta akreta* juga kalau ada riwayat SC berulang."

"Oh gitu ya dokter". Jawabku singkat.
"Terus, sebaiknya setelah ini sudah ya bu, pak, kasihan nih pak, ibunya beresiko tinggi." dokter menasihati.
Zahrana dan suaminya mengerti maksud perkataan dokter. Suami Zahrana hanya menjawab dengan tersenyum getir..
"sesuai dugaanku.." ucap Zahrana dalam hati..
Pikirannya melayang..
Membayangkan dinginnya meja operasi..

Bersambung..

*Plasenta akreta adalah kondisi di mana pembuluh darah plasenta (ari-ari) atau bagian-bagian lain dari plasenta tumbuh terlalu dalam pada dinding rahim. Ini merupakan salah satu masalah kehamilan serius karena bisa membahayakan nyawa penderita.

Setelah seorang wanita melahirkan, plasenta yang normal biasanya akan terlepas dari dinding rahim. Namun pada plasenta akreta, sebagian atau seluruh plasenta tetap melekat erat pada dinding rahim. Kondisi ini sangat berisiko menyebabkan perdarahan pasca melahirkan yang hebat.