-->

Muhasabah, Agar Amal Lebih Bermakna


Oleh: Fathur Rahman Alfaruq (pengasuh MT Darul Falah Lamongan)

Setiap amal manusia sudah seharusnya memiliki tujuan dan target yang hendak diraih. Sebab kalau tidak, manusia akan terseret dalam euforia sesaat yang berujung pada sikap apatis dan masa bodoh. Inilah awal kehancuran kehidupan manusia itu sendiri.

Sepanjang hidupnya, manusia tak luput dari beramal, meski sekecil apa pun itu. Amal terasa bermakna ketika kemauan berbalut  kesadaran mendorong manusia melakukannya. Kesadaran pula lah yang menjadikan manusia paham apa yang hendak diraihnya ketika beramal. Bukan seperti laku mesin yang tak mengerti apa pun selain berkerja sesuai sistem mesinnya semata.

Tujuan dan target meniscayakan manusia melakukan muhasabah pada setiap amalnya. Oleh karenanya setiap manusia, terlebih seorang muslim semestinya bermuhasabah setiap saat dan tak harus menunggu satu tahun lewat. 

Dari lisan mulianya, Rasulullah ﷺ telah mengingtkan kepada kita tentang hal ini:

من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح. ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون. ومن كان يومه شرا من أمسه فهو ملعون

“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.” (HR. al-Baihaqi fii ihya' Ulumuddin)

===

Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu pun turut mengingatkan:

من استوى يوماه فهو مغبون ومن كان آخر يومه شرا فهو ملعون ومن لم يكن على الزيادة فكان على النقصان ومن كان على النقصان فالموت خير له

Barang siapa yang harinya sama saja maka dia telah lalai, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia terlaknat, barang siapa yang tidak mendapatkan tambahan maka dia dalam kerugian, barangsiapa yang dalam kerugian maka kematian lebih baik baginya. (At Tadzkirah fil Ahadits Musytahirah, Hal. 138, Al Firdaus bi Ma’tsur Al Khithab No. 5910).

Muhasabah penting untuk dilakukan, karena selain menjadikan amal kita penuh makna dan berkah, hakikat muhasabah adalah untuk kehidupan hari esok kita di akhirat kelak. Hal ini telah tersirat dalam firman Allah subhanahu wa ta'ala:

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah pada Allah dan hendaknya diri kalian mencermati terhadap apa yang telah dia lakukan untuk hari esok, bertakwalah pada Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui semua apa yang kalian lakukan (Surat Al-Hashr 18)

===

Sungguh! ayat di atas menegaskan bahwa Allah memerintahkan pada orang-orang yang beriman, yakni mereka yang membenarkan Allah, Rasulullah ﷺ, dan berbuat dengan syari'ah-Nya (tafsir muyassar). 

Dari ayat yang mulia ini pula, kita ditunjukkan dua perintah dari Allah:

1. Bertakwa pada Allah subhanahu wa ta'ala.

Bahkan perintah bertakwa pada ayat ini diulang sebanyak dua kali. Hal ini menunjukkan ta'kid (penguatan). Bertakwa pada Allah artinya:

صونوا أنفسكم عن كل ما يغضب الله - تعالى - ، وراقبوه فى السر والعلن .

Jagalah diri kalian dari setiap apa yang menyebabkan Allah murka dan mendekat pada Allah dalam keadaan sembunyi dan terang/umum. (tafsir waseet)

Dan orang yang bertakwa pada Allah bermakna:

خافوا الله، واحذروا عقابه بفعل ما أمركم به وترك ما نهاكم عنه،

Takutlah pada Allah, dan waspadalah/berhati-hatilah pada sanksiNya dengan cara mengerjakan sesuatu yang Dia perintahkan pada kalian dan meninggalkan sesuatu yang Dia larang pada kalian. (tafsir muyassar)

===

2. Mencermati dan Memuhasabah diri

Allah memerintahkan kita untuk Memuhasabah diri terhadap amal yang telah dilakukan oleh diri. Ulama tafsir menjelaskannya:

وينظروا ما لهم وما عليهم، وماذا حصلوا عليه من الأعمال التي تنفعهم أو تضرهم في يوم القيامة،

Cermatilah atau muhasabah lah terhadap suatu perbuatan (amal) yang dilakukan atau yang menimpa mereka, dan suatu aktifitas yang menghasilkan kemanfaatkan atau kemudlarotan bagi mereka di hari kiamat kelak. (Tafsir as-Sa'di) 

Muhasabah terhadap diri, bisa dilakukan dengan senantiasa bertanya pada diri sendiri, apakah ibadah kita lengkap dan sesuai syari'at? Apakah seluruh perbuatan kita sudah sesuai syari'at atau justru menyelisihi syari'at? Tentunya hasil muhasabah menjadikan diri pribadi sebagai hamba Allah yang terikat dengan syariatNya.

Muhasabah Diri sebagai keluarga dan anggota masyarakat. Apakah kita sudah membimbing keluarga dan masyarakat menjadi ta'at pada Allah? ataukah justru menjerumuskan keluarga dan masyarakat menjadi bermaksiat pada Allah?

Memuhasabah diri sebagai pemimpin, apakah pemimpin sudah meri'ayah (mengurusi) rakyat dengan baik? Meringankan tanggungannya, mencukupi kebutuhannya? Atau justru sebaliknya menjadi pemimpin yang memberatkan rakyatnya? pajak meningkat, iuran BPJS naik, biaya hidup berlipat. Pemimpin yang memberatkan rakyatnya, maka kelak akan diberatkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

Wa Allahu A'lam bi ash-Shawab

—————————————
Sumber : Muslimah News ID