-->

MEREKA GEMILANG DI USIA MUMAYYIZ


MEREKA GEMILANG DI USIA MUMAYYIZ

Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung

Seperti apakah sosok anak-anak mumayyiz di negeri ini? Apakah anak kelas 5 SD Negeri di dunia pendidikan kita mereka sudah siap menghadapi usia balighnya? Apakah mereka sudah menjadi sosok yang dewasa ketika mengalami haidh? Apakah anak laki-laki kita ketika sudah ihtilam dikatakan dewasa? Dalam sistem pendidikan sekuler, tidak ada target kurkulum dibuat untuk mengantarkan anak ke jenjang mukallaf dan anak siap menerima beban syariah Islam yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah. 

Anak-anak kita yang di SD menurut pandangan Islam ketika mereka sudah mengalami haidh atau ihtilam maka wajib baginya shalat, menutup auratnya dan mengatur pergaulannya dengan aturan Islam dan seluruh amalnya terikat dengan hukum-hukum Allah swt. Semua aturan ini tidak ada dalam kehidupan pendidikan formal kita yang notabene memisahkan agama dari kehidupan anak-anak kita.
 
Dalam Tarikh muslim seringkali kita mendengar atau membaca bahwa generasi terdahulu khususnya para ulama dan ilmuwan di era khilafah Islam  mereka menjalani masa-masa mumayyiznya sungguh memesona dan luar biasa. Mereka generasi yang sudah tampak kesalehannya sejak usia kanak-kanak dan tampak sebagai anak-anak yang serius dan tekun belajar.

Sebutlah dia Imam Syafi’i di usia 7 tahun sudah hafal Alquran dan di usia 12 tahun Syafi’i kecil sudah hafal kitab gurunya imam Malik yaitu kitab Al-Muwaththa’. Beliau bercerita :
Aku telah menghafalkan Alquran saat berusia tujuh tahun. Dan menghafal al-Muwaththa (buku hadits yang disusun Imam Malik) saat berusia sepuluh tahun.” (Abu al-Hajjaj al-Mizzi dalam Tadzhib al-Kamal, 24/366)

Kitab Al-Muwaththa yang disusun oleh gurunya selama 10 tahun itu hanya dihafal oleh Imam Syafi’i dalam 9 hari di usia 13 tahun. Sungguh fenomena belajar seperti itu menujukkan kecintaan pada ilmu dan mengambil berkah dari ilmu. Bahkan Imam Syafi’i bukanlah orang yang berkecukupan dan memiliki fasilitas yang memadai untuk menguasai berbagai tsaqafah Islam khususnya ilmu Hadist. 

Imam asy-Syafi’i mengatakan, “Ketika aku telah menghafalkan Alquran (30 juz), aku masuk ke masjid. Aku mulai duduk di majelisnya para ulama. Mendengarkan hadits atau pembahasan-pembahasan lainnya. Aku pun menghafalkannya juga. Ibuku tidak memiliki sesuatu yang bisa ia berikan padaku untuk membeli kertas (buku untuk mencatat). Jika kulihat bongkahan tulang yang lebar, kupungut lalu kujadikan tempat menulis. Apabila sudah penuh, kuletakkan di tempayan yang kami miliki.” (Ibnu al-Jauzi dalam Shifatu Shafwah, 2/249 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 51/182).

Meski dalam kekurangan Imam Syafi’i kecil memiliki kecintaan terhadap ilmu melebihi orang lain dan mampu menguasai berbagai ilmu seperti Hadist, Bahasa arab dan sya’ir-sya’r yang mengantarkanya menjadi mufthi di usia 15 tahun. Kelak beliau menjadi seorang ulama di bidng Fiqh dan dikenal kehati-hatiannya dalam menetapkan hukum.
Tidak berbeda dengan Imam Syafi'i, masa kecil Imam Bukhari penuh dengan perjalanan ilmu,selalu haus dan antusias untuk belajar menguasai bebagai ilmu. Beliau rajin menghadiri majelis-majelis ilmu dan duduk bersama para masyayikh untuk menyerap ilmu khususnya hadist.

Bukhari kecil sudah yatim dan buta sejak kecil dan beliau diasuh dan didik langsung oleh ibunya. Bukhari bisa melihat lagi karena Allah mengabulkan doa-doa ibunya yang deras mengalir agar Bukhari  memiliki mata yang normal. Imam Bukhari memiliki daya hafalannya yang sangat kuat dan nyaris belajar tanpa catatan. Perlakuan Imam Bukhari seperti ini cendrung dianggap bahwa Bukhari menyepelekan ilmu,padahal beliau menyerap ilmu lebih banyak. 

Hasyid bin Isma’il menceritakan: Dahulu Bukhari biasa ikut bersama kami bolak-balik menghadiri pelajaran para masayikh (para ulama) di Bashrah, pada saat itu dia masih kecil. Dia tidak pernah mencatat, sampai-sampai berlalu beberapa hari lamanya. Setelah 6 hari berlalu kami pun mencela kelakuannya. 

Menanggapi hal itu dia mengatakan, “Kalian merasa memiliki lebih banyak hadits daripada aku. Cobalah kalian tunjukkan kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.” Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits tersebut. Lalu ternyata dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dia membacakan hadits-hadits itu semua dengan ingatan (di luar kepala), sampai-sampai kami pun akhirnya harus membetulkan catatan-catatan kami yang salah dengan berpedoman kepada hafalannya (Hadyu Sari, hal. 641)

Dua ulama di atas adalah ulama pilihan yang banyak sekali mewariskan ilmu Alquran dan hadist pada umat islam hingga hari ini. Mereka umat terbaik yang berkelas dunia dan jasanya sebagai penjaga agama tidak akan pernah pudar hingga akhir zaman.

Lain ulama lain pula para ilmuwan, sebutlah dia Ibnu Sina yang dikenal sebagai ahli kedokteran dan peletak dasarilmu-ilmu kedokteran yang menjadikan Alquran sebagai azas dalam menggali ilmu-ilmu kedokteran. Ia adalah seorang ilmuwan,filsuf dan penulis ternama hingga namanya dikenal di Barat dengan nama Aviecena.

Sejak usia 5 tahuan Ibnu Sina kecil sudah menghafal Alquran, belajar Bahasa Arab dan tsaqafah Islam secara mendalam. Beliau dikenal sangat rajin dan mencintai ilmu sejak kecil. Ilmu kedokteran beliau pelajari di usia 16 tahun sebagai spesifikasi ilmu karena beliau seringkali melakukan perawatan terhadap orang-orang sakit, maka beliau mengembangkan ilmu pengobatan dan mengembangkan metode-metode pengobatan lalu ditulis yang kelak Ibnu Sina diakui sebagai Bapak Pengobatan modern.

Tiga sosok tokoh di atas mereka terdidik dengan pendidikan Islam, konsep dan metode pembelajarannya dibangun berdasarkan akidah Islam sehingga mereka cemerlang sejak usia mumayyiz,memiliki kepribadian islam yang tangguh dan menguasai berbagai bidang ilmu dan tsaqafah Islam. Ketika usia mereka melewati 15 tahun potensi mereka melejit di satu bidang ilmu dan menjadi rujukan dalam bidang tersebut.

Sisi lain kehidupan perjalanan ilmu mereka didukung oleh sistem terbaik yaitu sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah yang memberikan dorongan dan fasilitas bagi perjalanan ilmu mereka. 

Banyak sekali kisah-kisah ulama dan ilmuwan yang telah berjasa dalam ilmu pengetahuan bagi dunia. Di samping tiga tokoh yang disebut di atas ada Ibn Firnas penemu pesawat terbang, ada Ibnu Hayyan ahli di bidang Kimia Ibn Batutah,Ibnu Rusy sebagai seorang filsuf  dll.  

Mereka adalah umat terbaik yang hadir di tengah-tengah manusia menyerukan yang ma’ruf mencegah dari yang munkar. Mereka gemilang di zamannya dan namanya harum hingga akhir zaman.