-->

Pemuda Sejati Tak Hanya Update Status Tapi Update Pemikiran ideologis


Oleh : Isna Anafiah
Aktivis Muslimah 

Generasi muda merupakan agen off change, sehingga memiliki posisi yang penting dalam proses regenerasi suatu masyarakat dan bangsa. Sebab generasi mudalah yang akan melanjutkan estapet kepemimpinan suatu bangsa. Keberhasilan perjuangan suatu bangsa akan tercermin dari keberhasilannya melahirkan pemuda sebagai penerus yang berkualitas dan mampu mengangkat harkat dan martabat bangsanya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Hari sumpah pemuda yang diperingati setiap tahun adalah untuk mengingatkan jati diri pemuda sebagai generasi penerus perjuangan. Di hari sumpah pemuda ke-97 pada tanggal 28 Oktober lalu tahun 2025. Kepala negara memberikan pesan kepada publik, bahwa masa depan Indonesia berada di tangan pemuda yang berani bermimpi besar dan berjuang untuk bangsanya. Pesan tersebut terdengar sederhana, namun memiliki makna yang mendalam. Sayangnya, generasi muda hanya menjadikan quotes semangat perjuangan tersebut untuk update status di media sosial semata. Pada hal sumpah pemuda yang dideklarasikan pada 28 Oktober 1928 adalah janji untuk menyatukan arah perjuangan yang di dasari cinta tanah air serta perjuangan. 

Dikutip dari laman Kompas.com 28/10/2025 Kepala negara memberikan pesan kepada generasi muda, bahwa pemuda jangan takut bermimpi besar serta jangan takut gagal. Sebab bangsa yang besar lahir dari pemuda yang berani mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga untuk bangsa yang dicintainya. Selain itu, kepala negara juga menyatakan bahwa sumpah pemuda merupakan tonggak sejarah yang sangat penting dalam pergerakan dan perjuangan negeri ini.

Sayangnya generasi muda saat ini tidak sedikit dari mereka yang tidak memiliki idealisme. Era digitalisasi telah mengubah cara pandang hidup pemuda. Mereka memandang ilmu dan ulama tidak inspiratif, justru mereka memandang influencer yang berseliweran di medsos lebih inspiratif. Sekularisme (sistem yang memisahkan agama dari kehidupan) ini telah merusak cara pandang kehidupan pemuda. Potensi generasi muda hanya di fokuskan pada hal-hal yang remeh. Meraka hanya menyibukan diri dengan challenge yang ada di medsos, hanya untuk mengejar fyp dan viral. Sehingga potensi luar biasa yang dimiliki pemuda menjadi lemah. Selain itu, mereka tidak memiliki kontribusi untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa ini.

Standar kebahagiaan hanya diukur dari materi yang dihasilkan. Bahkan tidak sedikit dari generasi muda saat ini yang fomo dengan fenomena kidulting ( orang dewasa yang tertarik dengan mainan hingga game) yang diperuntukan untuk anak-anak. Mereka hobby berburu mainan edition limited yang harganya fantastis. Peluang tersebut pun akhirnya di manfaatkan oleh para pengusaha yang bergerak dalam bidang mainan. Generasi muda berpandangan bahwa aktivitas kidulting merupakan cara untuk menghilangkan setres dan mampu menjaga kewarasan. Aktivitas kidulting di jadikan cara paling jitu untuk mengatasi beban hidup yang dialami.

Jika generasi muda hanya sibuk upgrade status di media sosial dan challenge membuat konten saja. Lalu dimana kontribusi pemuda sebagai motor penggerak perubahan? Ironisnya, pemuda saat ini tidak memiliki semangat untuk memperjuangkan kebenaran serta tidak pernah memikirkan persatuan umat sama sekali. Pada akhirnya hari sumpah pemuda hanya menjadi seremonial semata.

Rasulullah saw bersabda, 
Tidak akan bergeser kedua anak cucu Adam pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang masa mudanya, untuk apa ia habiskan. (HR. Tirmidzi, no.2416)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa pada hari kiamat nanti masa muda akan dimintai pertanggungjawaban. Sebab pemuda secara fisik sangat kuat serta penuh energi, selain itu pemuda juga berani mengambil resiko. Potensi tersebut harusnya di arahkan ke jalan yang benar agar tidak menimbulkan malapetaka. Sebab tantangan hidup yang merusak dan membajak potensi pemuda adalah gaya hidup hedonisme dan arus liberalisme yang kian deras. Tentu saja realita ini sangat mengkhawatirkan. 

Pemuda dalam sistem sekuler seolah terlihat hebat. Namun realitanya tidak memiliki pandangan hidup yang hakiki. Mereka menjadikan dunia di hatinya bukan di tangan. Sehingga mereka menjadikan kesengan dunia sebagai target. Mirisnya mereka tidak memiliki target akhirat. Walaupun realitanya pemuda saat ini lebih pintar dan kritis, akan tetapi sebenarnya mereka itu rapuh. Mereka memang sukses di dunia digitalisasi. Namun sayangnya mereka miskin spritual. Jika kita membaca sejarah Islam, pemuda zaman dulu selain pemberani, visioner dan memahami akar masalah bangsa, serta tahu arah perubahan yang hakiki, juga mampu menjadi pemimpin terbaik. 
 
Lihat bagaimana sumpah pemuda yang di ucapkan oleh seorang panglima perang yang tidak terpatri dalam prasti sejarah dan viral media sosial. Namun sumpahnya dapat memotovasi pasukan Islam pada masa kekhilafahan umayyah untuk membebaskan Andalusia dari kekuasaan Raja Gregorik dan kerajaan Visigoth (Gothic).

Saat itu jumlah pasukan musuh lebih banyak dari pasukan yang di pimpin oleh Thariq bin Ziyad. Kondisi tersebut membuat pasukan merasa cemas dan dalam kegelauan. Di tengah kegalauan yang di alami pasukannya, Thariq bin Ziyad melakukan hal ekstrem dan di luar nalar. Semua kapal perang yang membawanya dari Afrika Utara ke Andalusia di bakar semuanya. Setelah seluruh kapal di bakar Thariq bin Ziyad memotovasi pasukannya dengan kalimat,

"Kita datang kesempatan ini, bukan untuk kembali pulang. Namun, kedatangan kita ketempat ini demi untuk meraih dua kemenangan, hidup penuh kemuliaan atau mati dalam keadaan syahid. Kini lautan ada di belakang kalian, sedangkan musuh ada hadapan kalian. Tidak ada yang tertinggal pada diri kalian kecuali kebenaran dan kesabaran."

Hal tersebut dilakukan untuk membakar semangat pasukan yang di pimpin oleh Thariq bin Ziyad. Perang dasyat pun terjadi kurang lebih selama delapan hari. Keimanan dan keyakinan terhadap kemenangan yang Allah janjikan serta mati syahid telah menjadi impian. Sehingga rasa takut yang awalnya menghantui menghilang dengan seketika. Mereka tidak hanya melihat dengan mata, melainkan dengan keimanan sehingga sesuatu yang awalnya mustahil dapat terealisasi. 

Kesabaran Thariq bin Ziyad pun berbuah manis, pasukan yang di pimpinnya dengan jumlah yang sedikit mampu menjemput kemenangan melawan musuh. Sehingga Thariq bin Ziyad di kenal sebagai pemuda penakluk Andalusia, dan pembuka dakwah di Eropa. Jejak dakwahnya di abadikan pada daratan tempat pertama kalinya pasukan berlabuh dengan sebutan Giblatar (Jabal ath-thariq).

Seharusnya generasi muda saat ini belajar dari amazingnya Thariq bin Ziyad. Terus maju meski tantangan dan resiko sangat besar. Begitulah karakter seorang pemuda dan pemimpin di dalam Islam. Oleh karena itu, seharusnya pemuda mampu menjadikan media sosial sebagai sarana dakwah dan edukasi, bukan hanya sekedar eksistensi diri dan bangga dengan followar yang di raih. Pemuda harus terus belajar dan mengeluarkan potensi terbaiknya. 

Sebab pemuda sejati bukan mereka yang paling aktif di lini masa, melainkan yang paling teguh dalam menjaga arah perubahan bangsa agar sesuai SOP yang Allah inginkan. Sehingga 
mereka tidak hanya sekedar update status, melainkan update pemikiran ideologis dan memahami jati diri bangsanya. Bagaimana pun, impian besar itu harus disertai fondasi aqidah yang kokoh dan benar. Agar tidak mudah digoyahkan oleh arus globalisasi dan propaganda. Karena bangsa yang kuat bukan dibangun oleh pemuda yang mampu meramaikan media sosial saja. Melainkan oleh pemuda yang memiliki prinsip dan pemahaman serta berjuang atas dasar kesadaran aqidah sebagaimana Thariq bin Ziyad yang mampu melakukan hal ekstrem hanya untuk membuka jalur dakwah ke Eropa dan memiliki semangat jihad layaknya orang-orang yang ada di Palestina (hidup mulia atau mati sahid).

Wallahualam bissawab