-->

KESEJAHTERAAN PAHLAWAN TANPA TANDA JASA, DIUJUNG ASA


Oleh : Evi Derni S.Pd

Tahun 2025 sudah setengah tahun terlewati, tetapi kabar dunia pendidikan masih terus mengiris hati. Hari ini datang dari tenaga pengajar yang tunjangan tambahan (Tuta) dicoret dari APBD provinsi Banten tahun 2025. Dampaknya selama 6 bulan terakhir Pemerintah Provinsi Banten belum membayar tunjangan kepada ribuan guru.(tangerangnews.co.id 24/06/2025).

Sungguh miris nasib para guru, sudahlah gaji mereka rendah, tunjangan tambahan yang tidak seberapa besar sekarang malah akan dihapus. Padahal mereka bukan guru honorer, nasib guru honorer tentu lebih memprihatinkan. Janji tunjangan profesional hanya tampak di atas kertas.Jika kita mencermati fenomena miris ini, profesi guru tidak ubahnya para pekerja pada umumnya. Gaji guru yang rendah bagai mengalami standarisasi seperti UMR buruh. Gaji guru honorer bahkan lebih menyedihkan, nominal 200.000- 300.000 adalah jumlah yang umum mereka terima. Guru honorer yang gajinya lebih rendah dari nominal itu pun masih ada.

Kondisi memprihatinkan seorang guru honorer di Banten yang viral dalam sebuah video beberapa waktu lalu menegaskan, bahwa kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa tidak sedikit yang ala kadarnya. Guru honorer tersebut terpaksa tinggal di toilet sekolah selama 2 tahun gajinya hanya 350.000/bulan yang cair 3 bulan sekali.

Sekali lagi semua ini harus membuat kita menyadari bahwa Guru hanyalah pekerja di dalam sistem kapitalisme. Gaji dan kesejahteraan guru dipandang sebagai bagian dari faktor produksi sebuah sistem pendidikan yang tidak ubahnya mesin pabrik untuk mencetak generasi terdidik. Tidak mengherankan jika gaji rendah dan kesejahteraan minim yang menimpa para guru adalah bagian dari konsep ekonomi kapitalisme yang meniscayakan penggunaan modal yang sekecil-kecilnya demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kondisi di atas sangat berbeda dalam pandangan Islam dan juga implementasinya di dalam Islam. Sejatinya para guru sangat pantas memperoleh penghargaan yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia mereka layak memperoleh kesejahteraan yang sepadan dengan jasanya dalam rangka mencerdaskan generasi dan umat bahkan ilmu yang mereka sampaikan kepada para murid adalah amal yang tidak terputus meski mereka telah wafat.

Maka peran vital guru dan tuntutan kewajiban menuntut ilmu dalam Islam. Begitupun sistem pendidikan adalah faktor yang urgen untuk dikelola. Sistem pendidikan tidak layak diposisikan sebagai komoditas ekonomi sehingga bisa dikapitalisasi. Sejatinya sistem pendidikan adalah wujud pelayanan penguasa kepada rakyatnya karena pendidikan adalah hak publik.

Jadi jelas bahwa Islam sangat memperhatikan kesejahteraan guru bahkan gaji guru adalah salah satu anggaran yang diprioritaskan oleh Negara Islam, meski di Baitul mal sedang mengalami krisis. Khalifah bisa memberlakukan kebijakan pemungutan pajak temporer atau dharibah dari kalangan Muslim laki-laki yang kaya. Sehingga Baitul mall tidak kosong dan mampu membayar gaji guru. Telah tercatat dalam sejarah, besaran gaji rata-rata pendidik umum di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid sebesar 2000 Dinar atau setara dengan 9,35 miliar rupiah per tahun. Sedangkan pengajar spesialis hadits dan fiqih sebesar 4000 Dinar atau setara dengan 18,7 miliar rupiah/tahun. Jumlah yang sangat fantastis dengan menghitung harga emas per gram tahun 2024 lalu yaitu 1,1 juta atau 1,132.000 per 27 Februari 2024.

Hal ini menunjukkan bahwa hanya sistem Islam yang mampu memberikan kesejahteraan bagi Guru. Sebab guru adalah pencetak generasi pembawa perubahan peradaban. Sehingga jasa guru sesuatu yang tidak ternilai harganya yang harus di hargai dengan penghargaan yang besar.
Wallahu a'lam bishowab.