-->

WASPADA MARAK KECELAKAAN, BANYAK KORBAN BERJATUHAN


Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Kepala lalu lintas Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Aan Suhanan merilis data kecelakaan lalu lintas pada tahun 2024. Menurut data tersebut, setidaknya tiga hingga empat orang tewas karena kecelakaan setiap jamnya sepanjang tahun ini (www.tirto.id, Senin 15 Desember 2024) (1). 

Aan mengatakan 1.150.000 kecelakaan terjadi dalam kurun waktu Januari hingga Desember 2024. Peristiwa tersebut menewaskan sekitar 27.000 jiwa. Itu artinya, dalam 1 jam sudah ada 3 hingga 4 orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas (www.kumparannwes.com, Senin 15 Desember 2024) (2), ucap Aan dalam keterangan resminya pada Ahad 15 Desember 2024. Angka ini meningkat 8 kali lipat dari tahun 2023 yang hanya mencapai 152.000 kecelakaan dalam jumlah korban (www.tempo.com, Senin 15 Desember 2024) (3). 

Tidak jauh berbeda, berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, angka kecelakaan di Indonesia memang terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2019 angka kecelakaan lalu lintas mencapai 116.411. Kejadian angka itu memang sempat menurun setelah Indonesia dilanda Covid-19 pada 2020, terjadi 10.028 kecelakaan. Sementara pada 2021 dan 2022 terjadi 103.645 dan 139.258 kecelakaan. 

Ada banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya kecelakaan lalu lintas dan semua saling terkait. Seperti jalan yang rusak, menurunnya konsentrasi pengemudi, akses jalan yang buruk atau overload, dan jumlah kendaraan yang semakin banyak. Mirisnya, negara malah menyalahkan rakyat sebagai pengguna jalan; tanpa ada evaluasi pelayanan infrastruktur transportasi yang diberikan. Padahal banyaknya kendaraan yang ada di negeri ini berkaitan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh negara. 

Di sisi lain, infrastruktur jalan tidak dijamin dalam kondisi layak dan mudah serta aman untuk dilalui. Apalagi prosedur perbaikan jalan berbelit dan tidak mudah dilaksanakan. Klasifikasi jalan juga menghambat kecepatan terwujudnya perbaikan jalan yang rusak, meski urgen dan bahkan sudah memakan korban. Di sisi lain, negara juga abai atas pendidikan untuk keamanan berkendara; termasuk dalam proses penerbitan SIM. Hal-hal teknis ini menjadi persoalan sebab paradigma negara sebagai pengurus rakyat tidak terwujud. 

Negara kapitalisme yang melahirkan konsep “good governance,” membuat negara beralih fungsi; dari awalnya sebagai pelayan rakyat menjadi pelayan alogarki. Salah satu buktinya, jalan rusak begitu banyak. Namun bukannya diperbaiki, tetapi justru banyak membangun banyak jalan tol. Pembangunan itu dilakukan untuk memperlancar bisnis korporat. Inilah akar masalahnya. Penguasa kapitalisme tidak akan pernah peduli dengan kebutuhan rakyat, yang dampaknya membuat masyarakat dalam kondisi bahaya di jalan karena banyak jalan yang rusak. 

Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam mengelola sarana dan prasarana transportasi, khususnya jalan. Dalam Islam, jalan umum adalah suatu hal yang vital yang dibutuhkan oleh masyarakat agar lancar memenuhi hajat hidupnya. Dengan kata lain, jalan umum adalah urat nadi kehidupan Masyarakat. Jalan umum, agar layak untuk masyarakat, tentu membutuhkan keberadaan penguasa sebagai “raa’in” atau pengurus/pelayan rakyat; bukan penguasa “tujar” atau pedagang seperti penguasa kapitalisme. 

Penguasa “raa’in” akan memperhatikan kondisi jalan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pengurus. Semua kebutuhan rakyat, baik aspek keamanan dan kenyamanan jalan, akan menjadi perhatian penguasa “raa’in” untuk menyediakan jalan umum. Sebab Rasulullah saw melarang menimbulkan bahaya untuk diri sendiri dan orang lain. Rasulullah bersabda dalam riwayat Ibnu Majah Ahmad dan Ad-Daruqutni :
“Tidak ada dhoror atau bahaya dan tidak ada memudaratkan atau membahayakan baik diri sendiri maupun orang lain.”

Tidak hanya keamanan dan kenyamanan bagi manusia, bahkan untuk binatang pun tak luput dari perhatian. Sebagaimana ungkapan seorang pemimpin yang benar-benar menjadi “raa’in” yaitu bernama Khalifah Umar Bin Khattab. Beliau pernah mengatakan : “Seandainya seekor keledai terperosok karena jalanan yang rusak, aku sangat khawatir. Karena pasti akan ditanya oleh Allah SAW : Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?”
Pernyataan Khalifah Umar Bin Khattab ini adalah contoh nyata kebijakan yang lahir dari tanggung jawab penguasa atas hak rakyatnya. Kebijakan demikian juga ditunjang oleh sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh penguasa “raa’i.”  

Penerapan sistem ekonomi Islam dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat akan berbagai fasilitas penting, apalagi jika dibutuhkan segera dan mendesak. Dalam kitab Nidzamul Iqtisady fil Islam karya Syekh Taqyuddin An-Nabhany dan di dalam Kitab Al-Amwal Fi Daulah Al-Khilafah karangan Syekh Abdul Qadim Zalum dijelaskan bahwa di dalam konsep tata kelola keuangan Islam ada mekanisme anggaran mutlak dan tanpa batas waktu untuk kebutuhan mendesak. Maksudnya adalah, ada atau tidak ada kekayaan negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut, wajib diadakan negara. Seperti pengadaan ataupun perbaikan jalan umum, jika kerusakan jalan tersebut mengganggu bahkan memakan korban jiwa. Maka pengadaan ataupun perbaikan tersebut menjadi suatu hal yang wajib dilakukan. Karena penguasa “raa’in” wajib mencegah “dhoror” (bahaya) bagi rakyatnya, sebagaimana perintah dari Rasulullah. 

Adapun terkait anggarannya pengadaan ataupun perbaikan jalan umum tersebut, dapat menggunakan dana dari pos kepemilikan negara ataupun dari pos kepemilikan umum Baitul Mal. Pos kepemilikan negara berasal dari harta Fai, Kharaj, Usyur, Ghanimah, Khumus, Jizyah dan sejenisnya. Sementara pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan syari Sumber Daya Alam (SDA) seperti minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, Batubara, dan lain-lain. Namun seandainya dana dari pos Baitul Mal tersebut tidak mencukupi, maka berlaku kebijakan lain yang bisa diambil untuk mendapatkan pembangunan jalan umum tersebut. Yaitu bisa dengan mendorong rakyatnya yang memiliki kelebihan harta untuk bersedekah, atau berhutang kepada rakyatnya, atau bisa juga menarik dhoribah atau pajak kepada rakyat sampai dana yang dibutuhkan cukup. Adanya sumber dana yang beragam menjamin ketersediaan dana yang dibutuhkan, membuat ketiadaan dana tidak menjadi persoalan dan mudah mendapat solusi secara tuntas.

Selain itu, negara juga akan menyediakan banyak sarana transportasi publik yang aman dan nyaman dengan harga murah atau bahkan gratis. Pengadaan sarana ini selain dapat mengurangi kepadatan kendaraan di jalan raya, yang juga dapat mengurangi angka kecelakaan lalu lintas. Juga merupakan bentuk layanan negara dalam menyediakan sarana transportasi untuk rakyatnya. Penguasa benar-benar menjadi pengurus rakyat yang memudahkan hidup rakyat.

Demikianlah konsep yang diberikan oleh Islam dalam menjamin ketersediaan jalan yang aman dan nyaman bagi rakyat. Islam akan memastikan penguasanya “raa’in” dan ada mekanisme kebijakan sistem ekonomi yang sahih, yaitu system Ekonomi Islam. Semua itu akan terwujud manakala umat hidup dalam naungan negara Khilafah. 

Catatan Kaki :
(1) https://tirto.id/korlantas-polri-setiap-jam-ada-3-4-korban-tewas-di-jalan-raya-g6JP
(2) https://kumparan.com/kumparannews/kakorlantas-laka-lantas-tak-bisa-milih-korban-tiap-1-jam-ada-yang-meninggal-246nLRsE3b6
(3) https://www.tempo.co/hukum/korlantas-rilis-data-kecelakaan-lalu-lintas-2024-naik-nyaris-8-kali-lipat-korban-jiwa-27-ribu-1181721