Tingginya Kasus Kejahatan di Ranah Siber
Oleh : Bunda Hanif (Pendidik)
Maraknya pelecehan seksual anak yang disiarkan langsung menjadi permasalahan yang cukup memprihatinkan di Kawasan ASEAN. Berdasarkan hasil penelitian Disrupting Harm yang dilakukan UNICEF pada 2022 terdapat 1-20% anak-anak yang menggunakan internet di enam negara ASEAN telah mengalami beberapa bentuk eksploitasi seksual online dan pelecehan seksual online selama periode 12 bulan penelitian. (Muslimahnews.com, 6-10-2024)
Tentu saja, ini merupakan permasalahan yang harus segera ditangani mengingat jumlah kasus yang semakin meningkat. Anak-anak merupakan populasi yang paling rentan menghadapi resiko tinggi di ranah daring, seperti eksploitasi dan pelecehan. Perlu adanya upaya bersama untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi dan pelecehan. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga.
Untuk mendiskusikan isu tersebut, pemerintah Indonesia menggelar 2024 ASEAN ICT Forum on Child Online Protection di Bali pada 25-26 September 2024. Ini merupakan bentuk komitmen dari Rencana Aksi Regional untuk Perlindungan Anak dari Segala Bentuk Eksploitasi dan Pelecehan Daring di ASEAN yang disahkan pada 2021.
Kasus kejahatan anak di ranah daring yang semakin marak, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah, yakni Kemendikbudristek yang mendorong digitalisasi lebih luas, Bahkan menteri pendidikan dalam agenda G20 menyatakan, akan memprioritaskan digitalisasi di dunia pendidikan. Namun amat disayangkan, kebijakan tersebut tidak disertai kesiapan pemerintah dalam memberi perlindungan di ruang digital.
Sejak Indonesia dalam masa pandemi, anak-anak diharuskan belajar daring dan mulai terbiasa dengan internet, sehingga mereka menghadapi resiko yang disebut cyber-pandemic (perundungan, kekerasan, ancaman, interaksi yang tidak aman, gangguan gaming dan gangguan media sosial).
Dunia dalam Cengkeraman Kapitalisme
Aturan kapitalisme dengan nilai-nilai kebebasannya telah berhasil mencengkeram dunia. Dunia terperangkap dalam dunia digital yang serba bebas. Anak-anak terus diserang oleh nilai gaya hidup toksik yang berbahaya.
Di dalam sistem kapitalisme tidak ada moral dan etika serta nilai-nilai luhur. Semua yang masuk di ruang siber dikelompokkan sebagai user (konsumen) dan provider (penyedia produk). Anak-anak dianggap sebagai market (pasar) yang siap dieksploitasi. Demikianlah, tujuan dari ekonomi kapitalisme, hanya memikirkan keuntungan materi. Tidak peduli siapa yang dirugikan.
Negara Indonesia sendiri sekan tidak berdaya karena tidak memiliki daulat di ruang siber dan hanya sebagai pengguna (user). Pengendali ruang siber adalah negara-negara adidaya seperti AS dan Cina. Jika Indonesia ingin memberi perlindungan di ranah siber ada bererapa syarat yang harus dipenuhi, yakni berdaulat di ruang siber serta menegakkan tatanan nilai dan aturan sendiri.
Pandangan Islam Mengenai Kejahatan Siber
Islam merupakan satu-satunya agama yang memiliki seperangkat aturan yang lengkap. Segala macam bentuk kejahatan baik itu di dunia nyata maupun dunia maya bukanlah sesuatu yang boleh kita biarkan. Terlebih lagi jika korbannya adalah anak-anak, generasi penerus bangsa. Bagaimana nasib bangsa ini ke depannya jika anak-anak sudah dirusak sejak dini?
Sebenarnya Islam memiliki solusi terhadap permasalahan ini. Namun hanya bisa dilakukan jika Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari. Upaya-upaya yang dapat dilakukan di antaranya adalah :
1. Menerapkan pendidikan berbasis akidah Islam. Peserta didik dibentuk pola pikir dan pola sikapnya berdasarkan akidah Islam. Dengan demikian mereka akan tumbuh menjadi individu yang berkepribadian Islam. Sehingga setiap perbuatan yang dilakukannya harus mendatangkan ridho Allah swt. Individu yang demikian tentu saja tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan atau membahayakan orang lain seperti kasus yang telah dijelaskan di atas.
2. Menanamkan nilai-nilai Islam di dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Keluarga di dalam Islam adalah keluarga yang saling mengingatkan kebaikan dan takwa. Kepala keluarga menjalankan perannya sebagai pendidik anggota keluarganya dan melindungi mereka dari siksa neraka. Tentu saja segala perbuatan yang mereka lakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam. Ibu juga menjalankan perannya sebagai madrasatul ula atau sekolah pertama bagi anak-anaknya dan sebagai pengatur urusan rumah tangga. Orang tua yang memiliki pondasi keimanan yang baik tentunya dapat mendidik anak-anaknya dengan baik. Anak-anak tidak akan dibiarkan menggunakan HP tanpa sepengetahuan orang tua agar mereka terhindar dari segala hal yang tidak diingankan atau segala macam bentuk kejahatan. Anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang menerapkan syariat Islam akan tumbuh menjadi generasi unggul yang bertakwa.
3. Di lingkungan masyarakat juga tidak kalah penting. Aktivitas dakwah amar makruf nahi munkar menjadi kebiasaan sehari-hari dalam mencegah segala perbuatan maksiat. Masyarakat akan saling mengingatkan satu sama lain dalam hal kebaikan. Dengan begitu akan terwujudlah masyarakat yang saling menyayangi satu sama lain dan masyarakat yang saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
4. Negara mengembangkan teknologi yang canggih / maju sehingga mampu mengatasi bila terjadi kejahatan di dunia siber. Polisi siber diberi tugas mengawasi dan menindak jika ditemukan kejahatan di dunia siber. Segala bentuk tayangan, konten-konten atau apapun yang terindikasi merusak atau membahayakan tidak akan dibiarkan. Pelakunya diberikan sanksi yang cukup berat sehingga memiliki efek jera.
Demikianlah solusi yang bisa dilakukan dalam menangani kejahatan di dunia siber. Namun tentu saja semua itu hanya dapat diwujudkan jika kita menerapkan Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bisshowab
Posting Komentar