Doom Spending Menjangkiti Zilenial, Ngga Bahaya Ta?
Oleh : Devy Rikasari
Kaum milenial dan genzi, atau disingkat zilenial kini tengah terjangkiti fenomena doom spending. Fenomena ini ditunjukkan dengan sikap membelanjakan harta tanpa perhitungan. Cenderung ke arah impulsive buying (berbelanja secara berlebihan). Kondisi ini dipicu oleh rasa cemas yang berlebihan terhadap masa depan. Naiknya harga-harga kebutuhan pokok serta properti membuat kaum ini enggan berfikir. Akhirnya mereka melakukan belanja secara brutal pada produk-produk mewah dan bermerk (liputan6.com, 5/10/2024).
Fenomena ini semakin diperparah dengan tren YOLO (you only life once) yang juga menjangkiti generasi muda. Alih-alih mempersiapkan tabungan untuk masa depan, mereka justru menikmati uangnya untuk dihabiskan saat ini. Saat harga rumah semakin tinggi, mereka enggan menabung karena dirasa sia-sia. Sebagai bentuk pelarian dan self reward, mereka lebih memilih membeli barang-barang branded, melakukan wisata, travelling, dll.
Sejumlah pakar finansial mengungkapkan, jika zilenial tidak segera menghentikan kebiasaan ini maka akan menimbulkan bahaya kemiskinan di kemudian hari. Bisa jadi kondisi finansial mereka akan lebih buruk dibandingkan orang tua mereka saat ini.
Fenomena doom spending ini sangat mudah terjadi pada zilenial yang minim literasi finansial. Mereka tidak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Walhasil, mereka berbelanja tanpa perencanaan, cenderung belanja dengan nafsu bukan dengan logika.
Kemudahan akses terhadap marketplace semakin memperparah keadaan. Orang bisa belanja di mana pun, tanpa harus keluar rumah. Tinggal klik dan masukkan produk ke keranjang. Mode pembayaran pun semakin dipermudah. Pembeli dimanjakan dengan fitur pembayaran transfer, COD, bahkan pay later. Tak heran, pelaku pinjol di negeri ini semakin marak. Mirisnya, pinjaman tersebut bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup melainkan untuk memuaskan nafsu sesaat.
Kaum zilenial yang masih labil akan sulit mengontrol emosi mereka. Rasa khawatir terhadap masa depan yang didorong oleh naluri mempertahankan diri (gharizatul baqo') seharusnya mendorong mereka untuk berusaha mempersiapkan masa depan. Namun, yang mereka lakukan malah sebaliknya.
Semua faktor penyebab ini bermuara kepada penerapan sekulerisme-kapitalisme di negeri ini. Pemahaman sekulerisme sudah mendarah daging dalam tubuh umat ini, tak terkecuali generasi mudanya. Akhirnya banyak generasi muda menjauhkan agama dari kehidupannya. Orientasi hidup mereka sebatas pemenuhan kebutuhan jasmani semata. Lihat saja, hal yang dikhawatirkan oleh zilenial ini tak jauh-jauh dari persoalan materi. Padahal ada suatu hal yang jauh harus mereka khawatirkan, yaitu bagaimana bekal akhirat mereka. Apakah bekalnya sudah cukup untuk menghadap Sang Ilahi?
Karena sekulerisme pula, zilenial terbiasa memisahkan urusan kehidupan - termasuk finansial - dari agama. Mereka beranggapan selama perbuatan mereka berbelanja tidak merugikan orang lain, maka tidak masalah. Padahal di dalam Islam, suatu perbuatan tidak didasarkan kepada untung-rugi, melainkan kepada syara'. Jika sesuatu itu dibolehkan syara maka silakan diambil atau dilakukan. Sebaliknya, jika sesuatu itu dilarang atau dicela oleh syara, maka tinggalkan dan jangan diambil.
Terkait hal ini, Allah subhanahu wa ta'ala telah menjelaskan dalam surat Al 'Arat ayat ke-31.
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَࣖ
"Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi *janganlah berlebihan.* Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan."
Surat Al Isra ayat 26-27 juga mencela perbuatan boros.
ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا. إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya."
Selain melarang perilaku boros dan berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, Islam juga mengajarkan umatnya untuk menanamkan keyakinan yang kuat soal rezeki. Karena itu, kekhawatiran terhadap masa depan tidak perlu terjadi karena orang beriman yakin bahwa Allah telah menjamin rezeki mereka.
Akan tetapi, pemahaman akidah saja tidak cukup. Diperlukan suatu sistem yang mampu membuat umat merasa tenang menjalani kehidupannya. Sistem itu adalah Islam. Sistem ini mewajibkan kepala negara (khalifah) mengurusi urusan rakyatnya. Negara harus memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan menjadi fokus perhatian utamanya. Negara harus memastikan setiap individu dapat memenuhi kebutuhannya ini.
Menariknya, hanya laki-laki yang baligh dan berakal-lah yang wajib mencari nafkah. Sedangkan perempuan menjadi tanggungan ayah, suami atau saudara laki-lakinya. Jika ada laki-laki yang tidak bekerja, maka negara wajib memberinya lapangan pekerjaan. Jika karena kondisi tertentu seperti sakit atau bekerja namun masih belum cukup memenuhi kebutuhan dirinya dan seluruh tanggungannya, maka negara akan mendorong kerabatnya untuk membantu. Jika kondisi kerabatnya tidak dapat membantu, maka orang tersebut dan seluruh tanggungannya menjadi tanggungan negara. Negara wajib memenuhi kebutuhan mereka melalui kas baitul mal.
MasyaAllah, demikian lengkapnya aturan Islam. Islam tidak hanya melarang perbuatan boros dan belanja berlebihan, namun juga memberi solusi terkait pemenuhan kebutuhan pokok lainnya. Tidakkah kita rindu sistem ini diterapkan lagi di tengah kita?
Wallahualam bissawab.
Posting Komentar