-->

Generasi bablas, dimanakah peran Ibu?

 

Oleh: Andi Sriwahyuni,S.Pd (Aktivis Muslimah)

Ibu adalah sosok perempuan tangguh yang memiliki kontribusi besar bagi peradaban atau kemajuan suatu bangsa. Kecerdasannya telah membawa transformasi yang signifikan. Dari ibu, lahirlah generasi-generasi unggul baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Dengan sejuta dedikasinya tersebut sudah selayaknya mendapatkan great appreciation.

Maka, setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu Nasional. Kali ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) mengangkat tema besar yaitu “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju.”

Dalam momentum yang ke-95 tahun ini, Ibu Bintang Puspayoga (Menteri PPPA) juga menyampaikan seruan yang sangat urgen yakni mengajak para perempuan agar mampu mandiri dan berdaya. Serta meleburkan diri untuk berperan dalam pembangunan bangsa dan negara. (KemenPPPA, 22/12/2023).

Pemberdayaan perempuan ditengah kondisi ekonomi yang tidak stabil menimbulkan dampak besar bagi ibu dan generasi. Adanya kesibukan dalam berkompetisi untuk mengejar impian tidak sedikit mempengaruhi tugas dan peran yang sesungguhnya dari kodratnya sebagai wanita. Sungguh, hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah mungkin kemajuan suatu bangsa dan negara bisa terwujud sedangkan peran perempuan mengalami pembajakan?

Peran Vital Ibu

Fase kanak-kanak atau dikenal sebagai usia golden age merupakan periode yang amat penting. Dimasa ini pengarahan dan pendidikan akan menentukan kepribadiannya dimasa depan. Oleh karena itu, peran seorang ibu sangat dominan karena di waktu-waktu itulah pengasuhannya lebih banyak dihabiskan dibanding ayah.

Namun, realitanya saat ini banyak ibu melalaikan kesempatan itu. Mereka terlalu sibuk sebagai wanita karir baik yang berkiprah di dunia ekonomi, sosial maupun politik. Kebolehan bekerja membantu ekonomi keluarga bukan berarti harus mengorbankan pengurusan rumah tangga dan pendidikan anak-anak.

Tidak heran jika generasi sekarang mengalami problem yang begitu memprihatinkan. Adanya kebebasan dalam pergaulan memicu terjadinya kerusakan yaitu pemerkosaan, hamil diluar nikah, hubungan sejenis, aborsi, konsumsi narkoba, bahkan sampai pada hilangnya nyawa atau pembunuhan. Hal ini semakin menunjukkan bahwa kecil harapan generasi akan membawa perubahan jika ibu sebagai madrasatul ula abai dari tanggung jawabnya.

Seorang ibu sepatutnya memiliki semangat yang tinggi dalam mendidik anak-anaknya. Berupaya maksimal dalam memberikan sumbangsih. Dengan harapan, estafet kepemimpinan dan generasi terbaik itu akan terealisasi. Memberantas segala kebodohan yang merajalela. Menyelamatkan ummat dari keterpurukan yang sudah lama dirasakan. Dan menjadi penebar kebaikan atau dakwah dikalangan orang-orang tersesat untuk kembali ke jalan yang lurus.

Perempuan dalam Islam

Agama yang haq ini memiliki aturan yang sangat memuliakan perempuan. Dalam masalah nafkah, perempuan berhak dipenuhi kebutuhannya oleh para penanggung nafkah seperti ayah, suami jika status telah menikah. Namun, apabila mereka sudah tidak sanggup bekerja atau telah tiada diganti oleh kerabatnya. Dan kalaupun tidak ada, maka Negara akan memberi jaminan kebutuhan perempuan. Dengan demikian, tulang rusuk tidak lagi menjadi tulang punggung sebagaimana fenomena yang banyak dialami oleh para perempuan hari ini.

Dalam hal selain urusan domestik, perempuan boleh bekerja di ruang publik. Baik itu dalam ranah pendidikan, kesehatan, ekonomi dan yang lainnya. Perempuan tidak dikekang sebagaimana yang sering dikampanyekan oleh para pegiat g3nd3r. Namun, Islam menjaga perempuan agar bekerja sesuai dengan fitrahnya. Tidak ditemukan adanya ruang kebebasan seperti eksploitasi kecantikan dan keindahan tubuh yang dimiliki perempuan. Aturan Islam membuat wanita berharga, jauh dari pelecehan atau bentuk kejahatan lainnya.

Dalam pendidikan, Islam memberikan wadah terbaik bagi perempuan. Lahirnya para ilmuwan yang namanya masih dikenal hingga sekarang menjadi bukti keberhasilan peradaban Islam mencetak generasi unggul. Ibunda Aisyah Ra (istri Rasul SAW) periwayat hadits terbanyak dikalangan para shahabiyah; Mariam al-astrolabiya Al Ijlia yang berprestasi dalam dunia astronomi dan masih banyak ilmuwan-ilmuwan jenius lainnya yang hidup di zaman nabi dan setelahnya; yang memiliki segudang prestasi dalam sains dan teknologi.

Tingginya keilmuan membuat mereka takut bermaksiat. Hukum syara’ menjadi landasan dalam berbuat. Serta keridhaan Allah SWT menjadi hal yang utama dibanding harta yang melimpah, puja-puji manusia, good career dan hal-hal duniawi lainnya.

Allah SWT berfirman “Dan kami tidak akan mengazab sampai Kami mengutus seorang Rasul” (QS. Al-Isra’:15).

Menanam keteladanan, mencipta sosok bijaksana

Dikalangan para shahabiyah potret ibu teladan patut dijadikan role model. Ummu Sulaim, saat anaknya baru dapat berbicara beliau sangat antusias menuntun anaknya mengucapkan kalimat syahadat; beliau juga senantiasa meminta Rasul SAW mendoakan anaknya. Pintu-pintu kebaikan terbuka hingga anaknya Anas r.a. dijuluki sebagai sahabat yang banyak meriwayatkan hadits, berumur panjang serta dikaruniai banyak anak.

Adapun Khanza binti Amr bin al-Haris r.a. Sosok ibu yang berhasil mendidik keempat putranya hingga syahid dimedan laga perang. Kematian dalam perang bukanlah sesuatu yang ditakutkan oleh para ibu tangguh dan penyabar. Mereka menanamkan motivasi besar ke dalam hati anak-anaknya untuk memberikan pengorbanan terbaik dalam memperjuangkan agama-Nya.

Dari kisah para shahabiyah, kita belajar menjadi wanita yang bercita-cita meraih kebahagiaan akhirat dibanding dunia yang fana. Orientasi hidup yang sesungguhnya bagaimana melayakkan diri menjadi wanita shalihah dan ibu terbaik. Namun, dalam sistem sekuler sekarang ini begitu banyak konflik yang terkadang menjebak kita ke dalam jurang kemaksiatan. Pergaulan bebas, sanksi hukum yang tidak tegas, krisis ekonomi, pendidikan sekuler, dan problem lainnya membuat wanita dan generasi perlu menjaga kewarasan dan keimanan. Jika tidak, kehancuran peradaban makin meningkat.

Islam menjadikan perempuan sebagai kunci utama dalam membangun peradaban. Musuh-musuh Islam menjadikan perempuan sebagai target untuk menghancurkan Islam. Mereka sangat geram dengan kelebihan yang dinikmati kaum wanita dalam agama Islam. Sehingga, mereka berupaya merusak kaum wanitanya.

Oleh karena itu, urgensi memberdayakan perempuan bukan terletak pada asas materi semata. Namun, menjadikan perempuan kembali kepada fitrahnya yaitu berkontribusi untuk kebangkitan Islam dengan aktif dalam menuntut ilmu, berkiprah dalam dakwah dan mendidik generasi menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.  Wallahu a’lam bishawab.