-->

Kasus Baby Blues Syndrom di Indonesia semakin tinggi, ada apa?

Oleh: Rina Apriliani

Memiliki anak itu pasti menjadi impian bagi setiap orang tua, khususnya para ibu. Kehadiran seorang anak di tengah-tengah mereka adalah suatu hal yang selalu dinantikan dan itu menjadi salah satu tujuan pernikahan dalam rangka melestarikan keturunan. Namun jaman sekarang, kelahiran seorang anak tak selalu mendapatkan sambutan yang menyenangkan. Fakta menunjukkan banyak Gangguan kesehatan mental pada populasi ibu hamil, menyusui, dan ibu dengan anak usia dini. Bahkan di Lampung, 25 persen wanita mengalami gangguan depresi setelah melahirkan (Republik, 23 mei 2023). Kondisi tersebut sering kita kenal dengan istilah Baby Blues Syndrom (BBS).

Berbicara kasus Baby Blues Syndrom (BBS), indonesia termasuk negara yang menempati urutan ke tiga di Asia dengan kasus BBS tertinggi. Hal tersebut terungkap dalam  data laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023. Kemudian, hasil penelitian Andrianti (2020) terungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pasca melahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia  (Republika, 23 Mei 2023).

Keumuman gejala Baby Blues ini ialah seperti tiba-tiba mengalami perubahan perasaan, emosi tidak stabil, tiba-tina sedih, overthinking, negatif thinking, cemas berlebih, hilangnya nafsu makan, susah tidur (insomnia) dll. Tetapi kadang banyak juga para ibu yang tidak menyadari bahwa dirinya telah mengalami Baby Blues.

Tingginya angka kasus Baby Blues ini menggambarkan bagaimana kondisi mental Ibu saat ini. Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya kondisi tersebut. Diantaranya adalah, perubahan hormon yang drastis, kesulitan beradaptasi pasca melahirkan, berkurangnya waktu tidur sehingga membuat ibu kelelahan dan kurang nya support system' pasangan, keluarga, masyarakat bahkan negara.

Maka selain faktor yang di atas, ada juga penyebab lain yang hampir luput dari perhatian. Yaitu terkait kesiapan menjadi orang tua dalam mengemban amanah baru untuk memikul tanggung jawab dalam mengurus anak. Apa lagi dalam sistem sekarang ini, banyak diantaranya yang siap menikah akan tetapi tidak siap untuk menjadi orang tua.

Sebenarnya, setiap calon ibu itu berpotensi mengalami Baby Blues Syndrom. Akan tetapi adapun cara untuk meminimalisasinya adalah tergantung bagaimana kesiapan para pasangan dalam menjalankan biduk rumah tangga dan juga menjalankan peran barunya yaitu menjadi orang tua. Dan hal itu tentunya tidak cukup dengan hanya mengikuti seminar pelatihan dan pembekalan pernikahan saja. Tetapi ada tahapan-tahapan untuk membentuk perempuan supaya siap menjadi istri dan juga seorang ibu yang baik. Dan hal ini harus dipersiapkan sejak dini melalui pendidikan.

Akan tetapi mengapa masih banyak orang tua, yang dalam hal ini perempuan yang terlihat belum siap?

Jika kita melihat fakta dilapangan, salah satunya dalam bidang pendidikan, kurikulum pendidikan indonesia tidak menjadikan kesiapan orang tua dalam pengasuhan dan pendidikan anak sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki. Bahkan Pendidikan saat ini sangat jauh dari nilai-nilai agama yang sangat dibutuhkan sebagai pegangan hidup.  di sistem saat ini (kapitalisme) standar pendidikan bahkan kehidupan hanya sebatas untuk mengejar materi saja. Dalam kurikulum pendidikan saat ini jangankan menanamkan kesiapan menjadi orang tua, untuk membentuk kepribadian yang bertanggung jawab terhadap diri sendirinya pun tidak mampu terlaksana.

Sungguh, dalam sistem kapitalis-sekuler saat ini,  peran ibu. Tidak diperhatikan sebagai sesuatu yang amat penting sebagai pencetak generasi. Peran ibu hanya tampak secara fisik saja namun hilang dari segi esensi. Semua ini karena minimnya pemahaman dan ilmu terkait pengasuhan, pendidikan bahkan ilmu umum terkait bagaimana bisa menjalankan peran diri sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sehingga tidak sedikit para ibu yang akhirnya merasa keberatan dan terbebani dengan kehadiran seorang anak.

Adapun cara untuk mengatasi fenomena ini sesungguhnya islam punya seperangkat syariat untuk menjaga mental para ibu. Pertama, dengan memberikan kurikulum pendidikan berbasis Akidah Islam sejak dini. Karena Kurikulum pendidikan Islami sangat komprehensif dan sesuai dengan fitrah manusia. Sehingga mampu menyiapkan para individu untuk menjalankan peran mulia sebagai orang tua. Tujuan Pendidikan islam ialah menguatkan para individu dan juga membekalinya dengan tsaqofah Islam, sehingga mereka para perempuan akan memiliki pondasi aqidah yang kuat dan mereka pun akan memahami tujuan penciptaannya dan juga menyadari perannya sebagai pencetak generasi yang tangguh dan juga berkualitan. 

Kedua, pentingnya peran Negara untuk menerapkan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan, sehingga setiap keluarga tidak lagi stres dalam memikirkan pendidikan, keamanan, dan juga kebutuhan sehari-hari. Karena Negara sudah menjamin akan hal tersebut.

Ketiga, support sistem seperti lingkungan masyarakat yang islami, hal itu tidak luput juga dari pengaturan Sistem Islam. Dalam Peradaban islam membangun masyarakat yang peduli dan selalu beramar makruf nahi mungkar. Sehingga support Sistem terwujud pada masyarakat Islami. 

Maka dengan diterapkannya Sistem Islam secara kaffah maka dapat meminimalisir terjadinya kemaksiatan dan juga kerusakan pada seluruh sistematis. Dan hanya Sistem Islam lah yang dapat mengatasi semua permasalahan dengan tuntas dan tanpa menimbulkan permasalahan baru.

Karena pada dasarnya telah terbukti pada jamannya rasulullah dan sahabat bahwa Islam tidak hanya melindungi masyarakat muslim saja akan tetapi yang bukan masyarakat islam pun ketika ada dalam naungan Daulah Islamiyah dan menuruti aturannya maka akan dilindungi oleh Negara. Karena sejatinya syariat islam adalah syariat yang dibuat langsung oleh allah swt untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, dari mulai bangun tidur hingga membangun negara. Jadi sudah pasti aturan yang terkandung di dalamnya untuk kebaikan hidup umat manusia.