Miris, Bahan Pangan Pokok Rakyat Mahal Dan Tak Ber-SNI
Oleh: Rifdathul'Anam
Belakangan ini bahan pokok makanan mengalami kelonjakan harga yang cukup drastis. Salah satunya yaitu beras. Beras memiliki bermacam jenis ada yang premium dan medium, dan tentu harganya juga berbeda-beda tergantung dari kualitasnya.
Klasifikasi harga beras di Indonesia di nilai dari sejumlah indikator. Indonesia memiliki ketentuan tentang standar kualitas beras. Acuan mutu beras melalui SNI 6128:2015, kemudian diperbaharui dengan SNI 6128:2020. Dilansir dari petanian.go.id, SNI beras bersifat sukarela alias tidak wajib.
Kenaikan harga beras di Indonesia tercatat dalam laporan Bank dunia "Indonesia Economic Prosfect (IEP) Desember 2022". Bank dunia menyebutkan harga beras di Indonesia paling mahal diantara negara ASEAN lainnya. Harga tersebut 28% lebih tinggi dibandingkan harga beras di Filipina, bahkan 2x lipat lebih tinggi dari harga beras di Vietnam , Kamboja dan Myanmar. (Nasional.tempo.co)
Tetapi hal tersebut di bantah oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional. Mereka kompak membantah laporan Bank dunia yang menyebutkan harga beras di Indonesia paling mahal di Asia Tenggara dan mengatakan harga beras di Indonesia tidak pernah diatas harga eceran tertinggi (HET) bahkan harganya terendah kedua se ASEAN.
Menurut kepala BPN Arief Prasetyo Adi, beras tidak bisa dinilai dari harganya, faktor yang paling penting adalah daya beli masyarakatnya. Berapa pun harga beras, pasti masyarakat akan membelinya karena beras adalah bahan pangan pokok.
Dilihat dari pernyataan kepala BPN Arief tentang daya beli masyarakat berbanding terbalik dengan kenyataannya. Faktanya masyarakat sungguh kesulitan memenuhi kebutuhan pangan mereka dengan keadaan seperti sekarang ini. Dimana sulitnya mencari pekerjaan dengan angka pengangguran yang tinggi, apalagi banyak perusahaan yang melakukan PHK kepada pekerjanya.
Hal itu membuat masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan pangan yang lengkap dan sehat, mereka lebih memilih membeli bahan pangan yang murah agar dapat menghilangkan lapar dan dapat bertahan hidup. Apalagi SNi beras bersifat sukarela alias tidak wajib, yang berarti kualitas beras tidak ada jaminannya.
Masalah ini membuktikan bahwa kebijakan pemerintah dianggap tidak memihak kepada rakyat. Perlindungan negara atas bahan pokok rakyat terlihat tidak serius, padahal beras adalah bahan pangan pokok rakyat Indonesia. Yang seharusnya negara wajib menyediakan beras dengan kualitas yang baik dan aman di konsumsi dengan harga yang murah dan terjangkau, karena hakikat penguasa adalah untuk mengurus rakyatnya.
Kebijakan ini tidak lepas dari sistem yang diterapkan, sistem ekonomi kapitalis. Kepemimpinan kapitalis telah mematikan fungsi negara, karena penguasa sesungguhnya dalam sistem ini adalah para pemilik modal. Hal itu membuat para mafia beras dapat menguasai pasar dengan leluasa dan dengan gampang mengendalikan harga beras untuk mendapatkan keuntungan.
Semua ini menggambarkan lemahnya mekanisme negara dalam menjaga keamanan pangan dan kemudahan dalam mengakses kebutuhan pokok.
Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Di dalam Islam negara sangat peduli dan mengurus rakyat dengan sebaik-baiknya. Kebijakan yang diambil sesuai dengan hukum Syara' yang bertujuan untuk kemaslahatan umat. Negara wajib memastikan bahan pangan yang beredar harus dengan standar kualitasnya, harus halal dan toyyib.
Firman Allah SWT:
"Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya".
Islamlah satu-satunya yang dapat menyelesaikan semua masalah umat, dengan negara yang menjalankan fungsinya sesuai dengan hukum Allah. Karena inilah tugas negara yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
Wallahu'alam bishawab.
Posting Komentar