-->

Para Ibu Waras, Hanya di Sistem Islam

Oleh : Khoirunnisa S.E.I

Negeri Krisis Ibu Waras

Miris hati ini melihat ragam fakta yang senantiasa terjadi. Ingatlah bahwa menjadi seorang ibu tidaklah main-main, tapi sayangnya banyak wanita yang tidak berpikir demikian. Masih banyak perempuan yang belum merasa pentingnya menjadi seorang ibu yang sungguhan.

Ragamnya kasus mulai dari kasus seorang ibu muda yang menganiaya anaknya hingga tewas, lantaran kesal karena sang anak mengompol, hingga kasus kanti utami yang baru-baru ini, tega menggorok ketiga anaknya. Semuanya harusnya menjadi sebuah pelajaran berharga, kalau status ‘ibu’ bukanlah sekedar status, tapi sebuah alur kehidupan yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Kekerasan yang menimpa anak, yang dilakukan anggota keluarga, khususnya ibu kandung, ada kecenderungan meningkat. Menurut catatan KPAI, pada tahun 2016 ada 1000 kasus kekerasan pada anak yang terlaporkan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai meski komitmen negara dalam berbagai aspek semakin baik, namun, ragam pelanggaran hak anak pada 2021 masih terjadi. Berdasarkan data pengaduan masyarakat, pada 2019 terdapat 4.369 kasus, pada 2020 ada 6.519 kasus dan 2021 mencapai 5.953 kasus. (mediaindonesia.com) 

Semua ini bagaikan puncak gunung es, artinya jumlah yang riil bisa jadi lebih berlipat. Dari jumlah itu, 55 persen pelakunya adalah ibu, dan ini menunjukkan peningkatan yang memprihatinkan. Ini menunjukkan kalau negeri ini mengalami krisis ibu yang waras dan merupakan idaman anak.

Banyak orang mungkin heran, bagaimana bisa seorang ibu yang jauh dari kewarasannya dan meninggalkan peran hebatnya. Istilah pebisnis adalah bukan menjadi sosok ibu amatiran namun menjadi sosok ibu yang profesional. Apakah yang menjadi penyebabnya?

Korban Sistemik Sekulerisme, Kapitalisme, Liberalisme

Secara Umum sosok Ibu amatiran sangatlah banyak bertebaran di sistem saat ini. Ada dua sebab mengapa kekerasan pada anak yang dilakukan kaum ibu meningkat :

Pertama, tekanan hidup. Kekerasan oleh ibu pada anak meningkat terutama pada masyarakat ekonomi bawah. Tekanan hidup yang terus bertambah; naiknya tarif listrik, makin mahalnya harga sembako, biaya sekolah, ongkos angkutan, hingga langkanya kasus perminyakkan ditambah ditelantarkan suami, membuat mental seorang ibu ambruk, hingga ia tak sanggup mengendalikan emosinya dalam mengasuh anak. Percikan sekecil apapun akan menyulut emosi sang ibu yang mengalami depresi berat.

Untuk para ibu dan keluarga di level ini, Mempunyai anak menjadi suatu beban hidup yang berat dan bahkan tidak dianggap sebagai sesuatu yang menyenangkan. Selain biaya hidup harian yang semakin berat, mereka juga dicemaskan dengan masa depan yang seperti tak ada harapan. Faktanya, banyak anak-anak dari keluarga ekonomi bawah ini tumbuh menjadi anak jalanan dan salah pergaulan.

Kedua, Ilmu minimalis dan tidak kompetensi sebagai ibu. Banyak bahkan tidak sedikit perempuan muda yang ketika menikah, tidak mempersiapkan diri untuk menjadi seorang ibu. Begitupula saat mereka hamil dan melahirkan, tidak juga membuat para ibu ini mau meningkatkan kemampuan dan wawasan sebagai ibu yang ideal.

Maka pada faktor kedua ini terjadi di semua lapisan masyarakat, baik bawah maupun menengah dan atas. Kita bisa melihat para ibu ini sibuk dengan dunianya sendiri; sibuk kerja, bersosial media, sosialisasi, shopping, dll., terpisah dari kehidupan anak-anak mereka. Banyak dari perempuan seperti ini memakai prinsip laissez faire, alias membebaskan perkembangan anak-anak mereka. Sebagian besar dari anak-anak ini akhirnya tumbuh menjadi anak yang tidak dewasa pada waktunya.

Dua kondisi ini adalah gambaran umum dalam masyarakat sekulerisme, kapitalisme, liberalisme. Dari sisi ekonomi, negara yang menganut konsep macam ini memang melepaskan urusan ekonomi pada individu dengan prinsip survival of the fittest. Seperti di tanah air, untuk urusan pendidikan dan kesehatan negara lebih banyak berlepas tangan. Program BPJS bukanlah program yang dibiayai oleh pemerintah, tapi berasal kocek masyarakat itu sendiri, dan itu dihitung sebagai kewajiban yang ditagih oleh pemerintah. Karenanya potret masyarakat miskin semakin bertambah di tanah air.

Sementara itu, kehidupan liberal membuat banyak orang berumah tangga tanpa konsep keluarga Islami. Mereka tak mempersiapkan diri untuk kelak berperan dan bertanggung jawab sebagai orang tua, terutama menjadi ibu. Tak sedikit keluarga yang menganut prinsip liberalisme dalam hubungan antar anggota keluarga, termasuk dalam pengasuhan anak. Kebebasan beragama dan kebebasan pergaulan jadi salah satu aturan dalam keluarga kekinian. Ada sejumlah keluarga muslim yang melepas anaknya berganti agama, permisif dalam pergaulan dengan lawan jenis, termasuk membiarkan anaknya larut dalam kultur LGBT.

Kondisi keluarga yang liberal juga membuat emosi tak stabil. Hubungan antar anggota keluarga, khususnya ibu dengan anak menjadi banyak persoalan karena tak ada standar kasih sayang, boleh-tak boleh apalagi halal-haram.

Krisis ibu ini tak bisa dibiarkan berlanjut. Kondisi ideal memang hanya bisa didapat ketika masyarakat hidup dalam naungan kehidupan yang manusiawi, dan itu hanya dalam Syariat Islam. Di luar itu, amat berat bagi keluarga mendapatkan nuansa kehidupan yang menjunjung akhlak dan terjaga secara sosial.

Sistem sekulerisme secara otomatis akan senantiasa memisahkan semua permasalahan dunia dengan urusan agama. Alhasil semua potret membangun ketaqwaan individu, menjadi ibu tangguh dan hebat nan waras hingga potret bagaimana membangun keluarga, semuanya tidak dilekatkan dengan bagaimana Islam mengaturnya.

Cukup menarik bagi kita, bagaimana Islam mengatur semua problematika hidup kita saat ini. Dan jika kita amati, memang hanya Islamlah satu-satunya agama yang memiliki aturan paripurna dalam menjaga kewarasan para ibu. Hingga Negeri ini tak Krisis Ibu-Ibu Waras. Lantas, bagaimana Islam menjaga kewarasan para Ibu?

Hanya Islam Menjaga Kewasaaan Para Ibu
Agama Islam sangat memuliakan dan mengagungkan kedudukan kaum perempuan, dengan menyamakan mereka dengan kaum laki-laki dalam mayoritas hukum-hukum syariat, dalam kewajiban bertauhid kepada Allah, menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan larangan dalam Islam.

Allah Ta’ala berfirman,

{وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا}

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia orang yang beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (QS an-Nisaa’:124).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

{مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ}

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS an-Nahl:97) 

Sebagaimana Islam juga sangat memperhatikan hak-hak kaum perempuan, dan mensyariatkan hukum-hukum yang agung untuk menjaga dan melindungi mereka. Dari sini sebenarnya tetap ada yang bisa dilakukan oleh para muslimah untuk menyelamatkan keluarga, khususnya pengasuhan pada anak, yaitu;
Pertama, Tingkatkan taqorrub Ilallah, dan membangun kesadaran bahwa menjadi ibu adalah amanah dari Allah SWT. Disini para Ibu sadar ada tanggung jawab besar di hadapan Allah swt. Meraka menyadari bahwa pada pundak kaum ibu dalam pola pengasuhan anak sejak awal pernikahan hingga mereka dewasa bukanlah sebuah kontrak sosial dengan anak, tapi amanah dari Allah SWT.

Kedua, wajibnya mempelajari tsaqofah Islamiyyah tentang hukum-hukum keibuan seperti peran istri, kehamilan, melahirkan, penyusuan, pengasuhan anak, dsb. Dengan demikian saat menjalankan peran sebagai seorang istri dan ibu, kaum muslimah memiliki panduan yang benar dan mudah untuk dijalankan, juga sesuai dengan tuntutan Allah SWT.

Ketiga, meningkatkan ketrampilan teknis sebagai seorang ibu seperti cara berkomunikasi, bermain, memberikan hadiah dan teguran, serta memberikan hiburan yang berguna bagi mereka, termasuk mengendalikan diri saat menghadapi tingkah polah anak.

Semoga, negeri ini segera menjadi negeri yang berada dalam naungan Syariat Islam agar keluarga muslim dan masyarakat umum dapat terlindungi. Selain juga para muslimah wajib berbenah diri untuk menjadi seorang ibu yang dapat menjalankan amanah dari Allah swt. dalam pengasuhan anak.

Wallahu ‘Alam bi ash Showwab