-->

Kebocoran Data dan Perlindungan Diskriminatif Negara?

Oleh: Atika Kurniawarni

Terkuaknya kebocoran data pribadi RI 1 menjadi alarm betapa buruknya sistem perlindungan data di negeri ini. Tentu saja berita tersebut membuat publik heboh sekaligus khawatir jika data diri mereka juga berpeluang besar akan mudah diakses orang lain.

Dilansir dari republika.co.id bahwa data pribadi nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo (Jokowi) bocor dan beredar di dunia maya. NIK Presiden Jokowi diketahui dari sertifikat vaksinasi di aplikasi Peduli Lindungi yang bisa diakses oleh orang lain.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sebenarnya kebocoran NIK bukan hanya terjadi pada Presiden Jokowi, tetapi juga dialami oleh pejabat-pejabat penting lainnya. Karena itu jajarannya sedang bergerak untuk melindungi data-data tersebut sehingga tidak kembali terulang.

"Memang bukan hanya bapak Presiden saja, tapi banyak pejabat juga yang NIK-nya sudah tersebar informasinya keluar," ungkap Budi saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (3/9).

Pemerintah pun, kata Budi, segera menutup akses data milik kepala negara Indonesia di aplikasi PeduliLindungi.

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menjelaskan alasan di balik sertifikat vaksinasi Covid-19 Presiden Jokowi yang dapat diakses pihak lain. Johnny mengatakan, akses pihak-pihak tertentu terhadap sertifikat vaksinasi Covid-19 Presiden Jokowi dilakukan menggunakan fitur pemeriksaan sertifikat vaksinasi Covid-19 yang tersedia pada Sistem PeduliLindungi.

Johnny mengakui, pemeriksaan sertifikat vaksinasi Covid-19 di Sistem PeduliLindungi kini lebih mudah, yakni hanya menggunakan lima parameter, yaitu nama, nomor identitas kependudukan (NIK), tanggal lahir, tanggal vaksin, dan jenis vaksin. Padahal, sebelumnya, aplikasi tersebut mensyaratkan pengguna menyertakan nomor ponsel.

"Lima parameter, nama, nomor identitas kependudukan (NIK), tanggal lahir, tanggal vaksin, dan jenis vaksin untuk mempermudah masyarakat mengakses sertifikat vaksinasi Covid-19 setelah menimbang banyak masukan dari masyarakat," ujar Johnny dalam rilis bersama Kementerian Kesehatan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Kemkominfo, Jumat (3/9).

Sudah sepatutnya negara menggunakan semua perangkat yang bisa diberdayakan untuk mengatasi kebocoran data yang berulang terjadi.

Dan sudah selayaknya pula bahwa bukan hanya data pejabat negara yang mendapat perlindungan istimewa. Akan tetapi seluruh rakyat juga memiliki hak yang sama dalam mendapatkan perlindungan data mereka.

Di sinilah letak buruknya penerapan sistem demokrasi kapitalis. Dalam segala urusan sangat jelas lebih mengedepankan kepentingan orang - orang tertentu saja. Terlebih mereka yang dekat dengan penguasa di negeri ini. Sebaliknya, segala urusan rakyatnya selalu dipandang sebelah mata. 

Tentu saja, hal tersebut menunjukkan bahwa negara telah melakukan diskriminatif terhadap rakyatnya. Bukankah sudah menjadi kewajiban negara dalam mengurus segala urusan warga negaranya? Termasuk dalam memberikan jaminan keamanan. 

Sebagaimana Islam telah mewajibkan negara untuk memberikan jaminan keamanan bagi setiap individu rakyat. Keamanan data juga merupakan bagian dari hak rakyat untuk memiliki sistem perlindungan keamanan.

Hanya sistem Islam yang mampu memberikan jaminan keamanan terhadap apapun yang berhubungan dengan urusan kehidupan manusia.

Wallahu'alam bishshawab.