-->

Aksi Kibar Bendera Putih: Ungkapan Kesedihan Para PKL Terhadap Kebijakan Pemerintah

Oleh: Sandhi Indrati, Perawat/Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

"Bukan protes, imbauan supaya mengerti perasaan PKL (Pedagang Kaki Lima) bahwa ekonomi lumpuh total, tidak ada pedagang, tidak ada pengunjung. Menyerah secara universal. Kami enggak bisa berbuat apa-apa lagi.” Demikian ungkap Ketua Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro, Desio Hartonowati saat menerangkan alasan mengapa melakukan aksi kibar bendera putih di sepanjang jalan Malioboro Jogjakarta (Kompas.com, 31 Juli 2021).

Aksi kibar bendera putih yang dilakukan para pelaku usaha sebagai ungkapan kesedihan atas kondisi perekonomian yang dirasakan semakin sulit.  Aksi tersebut bukan hanya di sepanjang Jalan Malioboro Jogja saja, juga terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti Bandung, Bogor, kota besar di Sumatera dan masih banyak lagi. 

Aksi kibar bendera putih buntut dari kebijakan pemerintah melaksanakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 2021 ini yang memberikan dampak sangat besar terhadap para pedagang kaki lima serta usaha lainnya. Harapan pemerintah memberlakukan PPKM untuk menekan laju pertambahan kasus harian Covid-19, justru menimbulkan banyak kesulitan dan keterbatasan yang dirasakan oleh masyarakat. 

Situasi dilema yang dirasakan masyarakat saat ini adalah 'berdiam diri di rumah' tetapi tiada penghasilan atau 'berjalan ke luar rumah' dengan bertaruh nyawa kemungkinan terpapar virus corona. Nyatanya perpanjangan PPKM tidak diseimbangkan dengan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Walaupun pemerintah sudah menyalurkan bantuan sosial berupa bantuan tunai serta bantuan bahan makanan sembako, keadaan masyarakat saat ini masih jauh dari kecukupan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-sehari. 

Buruknya kepengurusan (periayahan) pemerintah kepada rakyatnya adalah bukti kegagalan. Pemerintahlah yang seharusnya bertanggung jawab di balik kesengsaraan hidup rakyatnya, bukan hanya di saat pandemi saja tetapi juga sepanjang waktu.

Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah semata ditujukan untuk menyelamatkan perekonomian negara bukan demi menyelamatkan nyawa manusia sebagai rakyat serta penduduk bumi. Terbukti saat ini diberitakan masih banyaknya warga yang wafat ketika melakukan isolasi mandiri di tempat tinggalnya dikarenakan keterbatasan informasi tentang penyakit dan pengobatannya juga ketiadaan daya beli dalam hal pemenuhan kecukupan gizi serta nutrisi selama menjalankan isoman. 

Di sisi lain belum berkurangnya laju pertambahan kasus terkonfirmasi positif covid serta jumlah kejadian kematian di RS dan berbagai fasilitas kesehatan pada saat ini seakan menjadi penguat data kegagalan implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penanganan wabah penyakit. 

Kapitalisme telah nyata dengan sendirinya mengibarkan bendera putih dan terbukti gagal menangani pandemi karena tujuan sistem ini menginginkan keuntungan materi dari kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan. Dalam kapitalis berlaku teori 'manusia untuk ekonomi' bukan 'ekonomi untuk manusia'. Buruknya kebijakan penguasa sangat dipengaruhi oleh sistem yang dijalankan dan dijadikan pondasi dalam mengeluarkan kebijakan. 

Sudah saatnya kita mengganti sistem kapitalisme dalam kehidupan sekarang ini, terlebih untuk urusan penanganan wabah penyakit Covid-19 yang telah menjangkiti dunia hampir selama 2 tahun dan tak kunjung berakhir. Saatnya menggunakan sistem yang terlahir dari akidah yang benar serta perangkat aturan kehidupan yang mampu memecahkan seluruh permasalahan kehidupan manusia. 

Islam sebagai ideologi adalah solusi untuk seluruh problematika kehidupan. Hanya Islam yang mampu mengatasi pandemi ini dengan benar, tepat dan dalam waktu singkat. Hanya Islam yang mampu mengentaskan rakyat dari keterpurukan kehidupan dunia menuju keberkahan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. []