-->

Iuran BPJS Kembali Naik

Oleh : Emmy Emmalya (Penggiat Literasi) 

Penamabda.com - Per 1 januari 2021, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS kesehatan) kembali naik. Dengan rincian kelas I naik menjadi Rp 150.000, kelas II menjadi 100.000 dan kelas III menjadi Rp. 42.000 (Liputan6.com).

Kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut tertuang dalam Perpres nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Di tengah pandemi saat ini seharusnya pemerintah lebih berempati pada rakyatnya. Sudahlah berat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari ditambah lagi dengan kenaikan BPJS kesehatan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Alasan pemerintah menaikkan iuran kesehatan di tengah pandemi ini, salah satunya menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, demi keberlanjutan operasional BPJS kesehatan.

Lalu apakah benar dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melangsungkan operasional BPJS kesehatan? Padahal rakyat Indonesia sekitar 80% nya sudah menjadi anggota BPJS dan mereka tidak sakit bersamaan, Lalu kemana dana anggota BPJS yang tidak pernah digunakan oleh anggota lainnya.

Kalaupun sekarang tengah berada dalam pandemi bukankah orang yang terinfeksi virus covid-19 sudah tersedia dananya diluar dari dana BPJS? 

Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini dinilai sebagai langkah ‘berani’ karena akhir tahun lalu pemerintah sempat menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, keputusan tersebut dibatalkan MA. (kompas.com.18/5/20).

Mengutip Kompas.com, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai, langkah Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan putusan MA.

Kebijakan itu dapat disebut sebagai pengabaian terhadap hukum atau disobedience of law. Pasalnya, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.

Lagi pula bukankah pemerintah punya kewajiban untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada rakyatnya.

Hal ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28H 1 tentang Hak Pelayanan Kesehatan dan Pasal 34 Ayat 3 yang menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas fasilitas kesehatan dan fasilitas umum yang layak.

Seharusnya negara menjalankan tugasnya untuk melaksanakan pelayanan kesehatan yang layak bagi rakyatnya, bukan malah menambah beban rakyat.

Beginilah bila kebutuhan hajat orang banyak tidak dijamin oleh negara, karena dalam sistem Kapitalis saat ini tidak ada istilah makan gratis semua serba berbayar dan fungsi negara hanya sebagai regulator saja bukan  sebagai pelayan dan pelindung rakyat.

Keputusan pemerintah sewaktu-waktu bisa berubah walaupun melanggar undang-undang demi para pemilik modal.

Jadi berharap pada sistem kapitalis dalam mengurai jaminan kesehatan saat ini, seperti mimpi yang tidak akan pernah terwujud.

Penjaminan kesehatan dalam Islam

Jaminan kesehatan dalam Islam adalah konsep yang berasal dari Allah Swt, yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah.

Prinsip jaminan kesehatan dalam Islam antara lain : pertama, pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang mutlak didapatkan oleh setiap individu. Karena kesehatan berpengaruh besar terhadap peran, fungsi dan produktifitas manusia. Sebagaimana sabda Rosulullah Saw, “ Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya”.(HR.Bukhari).

Negara diperintahkan Allat Swt sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Ini ditunjukkan oleh perbuatan Rosulullah Saw, ketika beliau dihadiahi seorang dokter. Dokter tersbut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin. Dari sini jelas bahwa pelayanan kesehatan telah ditetapkan dalam Islam sebagai jasa sosial secara totalitas. Tidak boleh dikomersilkan apapun alasannya. Termasuk tidak diterima alasan, kesehatan harus dikomersilkan agar masyarakat termotivasi untuk hidup sehat.

Karena ini adalah pandangan yang dikendalikan ideologi kapitalis, bukan Islam. Kedua, Negara memiliki tanggungjawab yang penuh atas pelayanan kesehatan. Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan sarana kesehatan, rumahsakit, obat-obatan, tenaga medis, dan sebagainya secara mandiri. Dan diberikan secara Cuma-Cuma.

Manakala fungsi negara dikebiri hanya sebatas regulator dan fasilisator, sementara fungsi dan tanggungjawab lainnya, seperti penyelenggaraan diserahkan kepada korporasi, maka akan berakibat pada pengabaian negara dalam menjalankan tanggungjawabnya, selain itu akan berpeluang membuka jalan bagi penjajajahan Barat dan hilangnya kemandirian dan kedaulatan negara. Ketiga,  Pembiayaan jaminan kesehatan dalam Islam adalah model pembiayaan berkelanjutan. Artinya, negara akan menjadikan pengeluaran untuk pembiayaan kesehatan dari baitul maal yang berasal dari barang tambang yang dimiliki oleh negara. Model APBN ini meniscayakan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya. Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis asuransi wajib seperti BPJS yang merupakan konsep batil yang diharamkan dalam Islam. Keempat, Kendali mutu. Konsep kendali mutu jaminan kesehatan dalam Islam berpedoman pada tiga strategi yaitu  simple, segera dalam pelaksanaan dan dilaksanakan oleh personel yang kapabel.

Berdasarkan tiga strategi tersebut, pelayanan kesehatan dalam Islam harus memenuhi kriteria berikut : berkualitas, yaitu memiliki standar pelayanan yang teruji dan selaras dengan prinsip kedokteran Islam. Individu pelaksana, seperti SDM kesehatan yang kompeten dibidangnya juga seorang yang amanah. Available, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan selalu tersedia. Lokasi pelayanan kesehatan mudah dicapai(accessible), tidak ada lagi hambatan geografis.

Seiring dengan sejumlah kriteria tersebut, maka negara akan memberikan gaji yang pantas bagi SDM kesehatan, disamping memberikan tugas yang memperhatikan aspek insaniyah.

Kelima, upaya pencegahan berbasis sistem. Sistem kehidupan Islam secara keseluruhan, mulai dari sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam, sistem pergaulan Islam, hingga sistem pemerintahan Islam bersifat konstruktif terhadap upaya pencegahan. Sehingga akan terwujud masyarakat dengan pola emosi yang sehat, pola aktivitas yang sehat, kebersihan lingkungan yang sehat, perilaku seks yang sehat, dan epidemi yang terkarantina dan tercegah dengan baik.

Hal ini tidak saja menjadi upaya preventif ditingkat keluarga berjalan efektif, namun juga meniscayakan keberhasilan upaya preventif tersebut.

Demikianlah konsep jaminan kesehatan dalam Islam yang bersumber dari mata air ilmu dan kebenaran, yaitu Al Quran dan As sunnah, dan apa yang ditunjuki oleh keduanya,  berupa ijma’ sahabat dan qiyas.

Satu-satunya konsep yang benar dan lurus, sebagaimana firman Allah Swt dalam Quran surat Al baqoroh ayat 147, yang artinya, “ Kebenaran itu dari Rabb-Mu, maka janganlah sekali-kali Engkau (Muhammad) termasuk orang yang ragu”.

Konsep tersebut adalah bagian integral dari keseluruhan konsep sistem kehidupan Islam. Karenanya dibutuhkan sistem politik Islam, khilafah Islamiyah untuk menerapkannya. Wallahu’alam bishowab.