Refleksi Akhir Tahun 2020: Saatnya Muslimah Songsong Khilafah
Penamabda.com - Tahun 2020 menjadi tahun yang teramat sulit. Pandemi yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, menjadikan kondisi kehidupan yang sedari awal sudah mengalami permasalahan di berbagai aspek menjadi makin karut marut. Hal inilah yang kemudian mendorong muslimah di Indonesia untuk merefleksikan kembali kondisi yang dialami umat khususnya para muslimah dalam sebuah agenda Risalah Akhir Tahun (RATU) 2020 dengan tema “Berkah dengan Khilafah”.
Sabtu, 26 Desember 2020, menjadi momen dimana seluruh muslimah di Indonesia berkumpul di ruang virtual sebagai bentuk kepedulian mereka pada persoalan yang mendera umat di negeri ini. Hj. Firda Muthmainnah, S.Si, selaku MC, menyampaikan bahwa problematika umat hari ini tak lain adalah akibat ulah tangan manusia sendiri. Mengutip apa yang difirmankan Allah dalam Surah Ar-Ruum ayat 41, menunjukkan bahwa berpalingnya manusia dari hukum Allah, dengan lebih memilih sistem demokrasi menjadi penyebab kerusakan yang terjadi.
MC kemudian mengajak ratusan peserta zoom dan puluhan ribu penonton di saluran youtube untuk bersama-sama mencari tahu akar masalah dari persoalan yang terjadi sekaligus mencari solusi hakiki yang akan benar-benar mampu menyelesaikan problematika umat hari ini. MC kemudian memperkenalkan Ibu Nani Wijayanti sebagai host yang akan memandu jalannya diskusi.
Setelah menyapa para peserta, host memperkenalkan para narasumber. Narasumber pertama yaitu Hj. Ir. Dedeh Wahidah Achmad, beliau adalah konsultan dan trainer keluarga sakinah. Narasumber kedua yakni Ibu Pratma Julia Sunjandari, S.P, beliau adalah pengamat kebijakan publik. Narasumber ketiga adalah Ibu Ratu Erma Rahmayanti, S.P, beliau adalah pemerhati kebijakan keluarga dan generasi. Host kemudian menyampaikan bahwa talkshow terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama membahas kegagalan demokrasi dalam mengurusi umat dan sesi kedua adalah mengenai solusi hakiki atas permasalahan umat yakni khilafah.
Sebelum lanjut ke sesi pertama, peserta disuguhkan dengan pemutaran sebuah video yang menunjukkan kematian demokrasi. Konsep demokrasi yang disebut sebagai sistem yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dibantah oleh dua orang ahli politik dari Harvard University yakni Steven Levinstky dan Daniel Ziblat dalam bukunya yang fenomenal yang bertajuk "How Democracies Die". Dalam buku ini dikatakan bahwa demokrasi bisa mati dengan cara dimatikan oleh pemimpin yang terpilih oleh sistem itu sendiri.
Dari video yang ditampilkan, tampak bahwa masih ada yang beranggapan bahwa demokrasi adalah konsep yang ideal, padahal dalam praktiknya tidaklah demikian. Pada realitanya, demokrasi hari ini sudah mati, dan yang menjadi penyebab kematiannya tak lain adalah penguasa itu sendiri. Host kemudian melemparkan sebuah pertanyaan kepada pembicara pertama yakni Ibu Dede Wahidah, apakah demokrasi masih bisa diselamatkan?
Ibu Dedeh Wahidah kemudian menjawab, sesungguhnya demokrasi sudah tidak dapat diselamatkan dan bahkan kita tak bisa berharap pada demokrasi karena demokrasi berasal dari manusia yang memiliki keterbatasan akal, tempatnya salah dan mempunyai kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain. Belum lagi adanya perselingkuhan demokrasi dengan kapitalis. Beliau menyebut bagaimana pada masa pemilu, para penguasa dibiayai oleh korporasi. Otomatis ketika berhasil terpilih, mereka hanya fokus untuk dapat mengembalikan modal, bukan mementingkan rakyat. Dari sini tampak bagaimana demokrasi sukses membagi-bagikan kekuasaan tapi gagal dalam menyejahterakan rakyat. Beliau mengutip firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 49 dan 50, bahwa haram bagi seorang muslim mengambil hukum selaim dari hukum Allah. Sudah seharusnya, sebagai seorang muslim hanya mengikuti aturan dari Allah, bukan selainnya.
Host kemudian meminta tanggapan pembicara kedua yakni Ibu Pratma Julia, apakah demokrasi sudah tidak dapat diharapkan? Beliau kemudian mengatakan dengan berani bahwa demokrasi adalah sistem yang gagal. Dari segi kesejahteraan, keadilan, kemandirian negara sampai persatuan, demokrasi telah gagal mewujudkan kesemuanya. Beliau kemudian menyebut bahwa demokrasi telah gagal mewujudkan tujuan bernegara.
Banyaknya umat Islam yang masih berharap penegakan syariat dengan jalur demokrasi dijawab kemustahilannya oleh Ibu Pratma Julia dengan memaparkan beberapa alasan. Pertama, alasan syar’i. Allah melarang mencampur yang haq yaitu Islam dengan demokrasi yang batil. Rasulullah pun tak pernah mencontohkan yang demikian. Kedua, secara realitas, banyaknya parpol yang berjuang lewat jalur demokrasi, hingga hari ini tak ada satupun yang benar-benar berhasil menegakkan syariat Islam. Banyak undang-undang yang substansinya berasal dari syariat Islam justru dijegal.
Selanjutnya, Ibu Erma Rahmayanti berkesempatan untuk memaparkan bagaimana jaminan khilafah ketika diterapkan. Sebelum memaparkan bagaimana jaminan dalam khilafah, beliau mengingatkan bahwa khilafah adalah ajaran Islam yang juga telah diwujudkan oleh Rasulullah. Wajib bagi kita untuk menjadikan Rasullullah sebagai uswah (teladan) yang diikuti. Allah pun telah meminta kita untuk menerapkan syariat Islam melalui khilafah. Apabila berhukum kepada selain Islam, maka dia adalah orang yang fasik.
Beliau kemudian melanjutkan pemaparannya terkait jaminan khilafah. Pertama, kedaulatan berada di tangan hukum syara’, sehingga konstitusi bersumber dari aturan Allah. Kedua, pemimpin yang ditunjuk dalam kepemimpinan khilafah harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, yaitu kuat ilmu ketatanegaraan dan bertakwa sehingga akan selalu menghadirkan Allah dalam mengeluarkan kebijakan serta merupakan sosok yang lemah lembut. Ketiga, efisiensi birokrasi. Permasalahan dapat tertangani dengan cepat karena tidak ada ketimpangan regulasi. Keempat, kesatuan komando di bawah khalifah. Khalifah pun tetap terikat dengan hukum syara’.
Memasuki sesi tanya jawab, host membacakan tiga pertanyaan yang masuk. Pertanyaan pertama terkait kemungkinan demokrasi diperbaiki dijawab oleh Ibu Pratma Julia bahwa demokrasi telah rusak dari akarnya. Beliau mengibaratkannya dengan tanaman yang akarnya telah membusuk. Sehingga jelas, demokrasi tidak bisa diperbaiki lagi. Pertanyaan kedua, peserta menanyakan apakah yang membuat demokrasi gagal atau tidak adalah pemimpinnya? Dengan tegas Ibu Erma Rahmayanti menjawab siapapun pemimpinnya, selagi sistemnya demokrasi maka akan tetap membawa kemudharatan. Pertanyaan ketiga disampaikan bahwa demokrasi adalah hasil kompromi para pendahulu. Ibu Erma Rahmayanti menegaskan bahwa dalam sistem demokrasi, hukum Islam harus dikompromikan dulu. Kompromi semacam ini pada akhirnya hanya dilakukan untuk memaksakan kehendak penguasa.
Sebelum memasuki sesi kedua, beberapa tokoh diberikan kesempatan untuk memberikan testimoninya. Salah satunya disampaikan oleh Hj. Irene Handono (pakar kristologi). Beliau menyampaikan bahwa negara penganut demokrasi yang mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem yang menjanjikan dan tidak ada sistem yang lebih baik selain demokrasi adalah bentuk arogansi. Tidak patut seorang hamba mengganti ayat suci dengan konstitusi. Bukan saatnya kita berdiam diri, sebab akan semakin banyak kemaksiatan dan kezaliman. Maka, saatnya memberanikan diri mengutarakan yang haq atas kebatilan dan menjadi hamba yang taat dengan menerapkan hukum Allah.
Sebuah video diputarkan sebelum memasuki sesi kedua. Dari video tersebut kita bisa melihat bahwa selama hampir satu abad diterapkannya demokrasi justru selalu menguntungkan pengusaha bukan rakyatnya. Maka, perjuangan umat hendaknya tidak dikompromikan dengan demokrasi dan seharusnya berkomitmen pada khilafah.
Memasuki sesi kedua, host kembali melontarkan beberapa pertanyaan kepada pembicara. Pertanyaan pertama terkait langkah menuju terwujudnya khilafah. Ibu Dedeh Wahidah menjawab bahwa harus ada tiga komponen. Pertama, pemahaman yang benar terkait penegakan khilafah. Kedua, keyakinan yang kokoh agar tidak mudah disesatkan pada pemahaman yang salah. Ketiga, aksi nyata untuk mewujudkan khilafah sesuai dengan metode Rasul yakni dengan dakwah pemikiran.
Ibu Pratma Julia berkesempatan untuk menjawab pertanyaan bagaimana mentransformasi geliat perubahan umat agar menjadi kekuatan politik. Menurut beliau, perubahan hakiki tidak bisa dilakukan oleh sedikit orang, melainkan harus adanya sebuah kelompok yang terkoordinir seperti apa yang Allah perintahkan dalam Surah Ali-Imran ayat 104. Akivitasnya harus menyeru kepada Islam, melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh sebuah partai politik Islam ideologis. Dilihat dari asas berdirinya partai, konsep pemikiran harus utuh berdasarkan akidah Islam, bersumberkan kepada Islam dan ujungnya adalah dakwah menuju Islam. Terkait dengan pernyataan ketidaksiapan umat Islam menyongsong khilafah, Ibu Erma Rahmayanti menyampaikan bahwa tidak dibenarkan kita menyikapi sesuatu dari realita, seharusnya kita menjadikan Islam sebagai sudut pandang yakni optimisme.
Host kembali mengambil tiga pertanyaan dalam sesi tanya jawab kedua. Pertanyaan pertama terkait bagaimana langkah praktis menegakkan khilafah karena memang kita sudah tidak dapat lagi berharap pada demokrasi. Ibu Dedeh Wahidah kemudian menjelaskan ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, hendaknya kita meningkatkan kesadaran politik agar mengetahui fakta kerusakan umat akibat demokrasi. Kedua, meningkatkan kadar kajian kita tentang Islam, mengkaji Islam secara menyeluruh. Terakhir, jika menemukan sebuah partai politik ideologis, maka segera bergabung dan jangan ditunda.
Lalu pertanyaan kedua mengenai perbedaan golongan ditengah penegakkan khilafah dijawab oleh Ibu Pratma Julia bahwa untuk permasalahan furu’ (cabang) tidak menjadi masalah jika ada perbedaan asal ajaran ushul (pokok) tetap sama. Sementara untuk pertanyaan ketiga terkait ketaatan pada ulil amri, Ibu Erma Rahmayanti menegaskan bahwa ulil amri yang wajib ditaati adalah ulil amri yang taat pada Allah dan Rasul.
Pada testimoni sesi kedua, Dr. Ir. Pugoselpi Rokhman Dahuri, M. Si menyampaikan bahwa permasalahan yang melingkupi negeri ini disebabkan kita meninggalkan syariat Islam. Beliau menyeru untuk menegakkan kembali syariat Islam dalam bingkai khilafah islamiyah, sebab aturannya berasal dari Allah yang menciptakan alam semesta.
Acara diakhiri dengan pemutaran sebuah video yang berisi seruan untuk menolong agama Allah. Disusul dengan pembacaan komentar peserta oleh host dan terakhir ditutup dengan pembacaan doa oleh Hj. Murthi’ah. Tak lupa MC mengingatkan kepada kita semua bahwa sejatinya yang membutuhkan perjuangan ini adalah kita. Dengan atau tanpa kita berperan di dalamnya, khilafah pasti tegak. Maka, jadilah muslimah yang berperan menyongsong tegaknya khilafah.
Posting Komentar