-->

Pemimpin Berlandas Ketaqwaan Bukan Pencitraan

Oleh : Anggraeni

Penamabda.com - Akhir November kemarin pemerintah dibuat kalang kabut dengan melonjak kembali pasien positif covid-19.

"Ini semuanya memburuk semuanya!," ucap Jokowi kesal, Senin, 30 November 2020 saat memimpin rapat terbatas.

Jokowi menyampaikan data Covid-19 yang naik dan memburuk. Dia menyinggung persentase rata-rata kasus aktif yang meningkat menjadi 13,41 persen. Minggu yang lalu masih 12,78 persen. Persentase rata-rata kesembuhan dari Covid-19 yang menurun dari 84,03 pada 23 November 2020 menjadi 83,44 persen, juga disinggung Jokowi. (https://m.liputan6.com/news/read/4424701)

Namun, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah (Jateng) Yulianto Prabowo mengatakan data ganda menjadi penyebab jumlah kasus positif Covid-19 di Jateng meningkat drastis. Berdasarkan data Satgas Covid-19, Jateng menjadi penyumbang kasus positif terbanyak dengan 2.036 orang pada Minggu 29 November.(https://m.cnnindonesia.com/nasional/20201130170413-20-576272)

Terlepas dari benar atau tidaknya kesalahan input data ganda, semakin menunjukan watak pemerintah. Pemerintah terkesan hanya memperdulikan citranya di hadapan rakyat dengan bermodal data. Jika semakin memburuk, kesalahan input data pun menjadi kambing hitam. Marah dengan rapor merah kinerja pejabat yang berada dalam tanggung jawab rezim bukan didasari rasa bersalah dan takut berdosa telah mengabaikan kemaslahatan rakyat. Atasan marah terhadap bawahan semata takut dicitrakan gagal meski faktanya gagal.

Terlebih masalah ini berkaitan dengan nyawa manusia. Bagaimana pemerintah dahulu menganggap enteng jumlah pasien meninggal karena lebih rendah dengan negara tetangga. Padahal nyawa satu orang sangatlah berharga.Sebagaimana hadits Rasululloh,

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.”(HR.Tirmidzi).

Begitulah islam sangat menghargai nyawa manusia.  Dan tentu menjadi tanggungjawab pemerintah yang mentaati Alloh dan Rasulnya untuk menjamin keselamatan setiap rakyatnya. 

Masalahnya memang demokrasi sudah hampir mati. Atau sebenarnya dogma demokrasi yang menjunjung tinggi kemaslahatan rakyat hanyalah kosong semata. Rezim demokrasi sejak mula ada untuk menjaga kepentingan korporasi sembari mencari peruntungan menjaga reputasi diri. Bertindak nyata untuk rakyat itu urusan nanti. Normalnya, pejabat yang gagal mengurusi suatu urusan tertentu seharusnya dipecat atau minimal diganti bukan justru diberi posisi lebih. Lebih bagus lagi bila mengundurkan diri. Sekali lagi ini hanya soal sorot kamera saja. Jelaslah, rezim demokrasi hanyalah sekumpulan kepentingan elite minus akuntabilitas.

Hal sangat berbeda dengan kepemimpinan yang ditorehkan dalam sejarah islam. Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, Saad bin Abi Waqqash dicopot dari jabatan gubenur. Hal ini karena adanya protes dari rakyat bahwa Sa’ad pernah terlambat datang dalam mengurus pekerjaannya. Saad memberikan alasan bahwa dia hanya memiliki satu baju dan saat itu sedang dicuci. Dan Umar bin Khattab tetap menyopot jabatan sang gubernur meski telah memberikan argumentasi yang bisa dipahami.

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab pernah berpidato yang menunjukkan kemampuan sistem Islam mencetak para pemimpin.

“Demi Allah, aku tidak menunjuk gubernur dan pejabat di daerah kalian, sehingga mereka bisa memukulmu atau mengambil hartamu. Aku mengirim mereka untuk membimbing kalian dalam agama kalian, dan mengajarkan Sunah Nabi Shalallahu alaihi wasallam; barang siapa yang diperlakukan tidak adil, segera laporkan padaku. Demi Allah yang nyawaku di tangan-Nya, aku akan menegakkan keadilan terhadap kezaliman mereka, dan jika aku gagal, aku termaksud orang-orang yang tidak adil.”

Hanya sistem pemerintahan islam yang mampu mencetak negarawan sekaligus politisi. Pemimpin haruslah seorang negarawan sekaligus politisi sebab dia penanggung jawab urusan umat dan pelindung umat di garda terdepan. Mengutamakan kemaslahatan umat dengan berlandaskan ketaqwaan kepada Alloh SWT. Serta memahami bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Pemerintah dengan prinsip semua kebijakan akan diambil dalam rangka menjaga pelaksanaan seluruh syariat Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. 

Wallaahu a’lam.