-->

Korupsi Makin Lalim, Butuh Qadhi Madzalim


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih  (Institut Literasi dan Peradaban)

Penamabda.com - Dalam sepuluh hari terakhir ada tiga nama yang viral melakukan tindak korupsi, yaitu, Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo, dan Wali Kota Cimahi Ajay Priatna.

KPK membidik Mensos Juliari dalam kasus dugaan korupsi bansos Covid-19. KPK menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket bantuan sosial penanganan Covid-19 bernilai Rp 300 ribu. Wakil Bendahara Umum PDIP ini ditengarai mendapat Rp 17 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadinya.

Adapun Wenny Bukamo ditangkap pada Kamis, 3 Desember. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan jalan di daerahnya. Wenny diduga menerima suap Rp 2 miliar dari para pengusaha.

Sedangkan Wali Kota Cimahi, Ajay Priatna, ditangkap KPK pada Jumat pekan lalu, 27 November. Ia menjadi tersangka lantaran diduga meminta komitmen fee sebesar Rp 3,2 miliar terkait izin pengembangan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda Cimahi. Ajay terkena OTT KPK ketika sedang kembali menerima suap senilai Rp 425 juta (tempo.co, 6/12/2020).

Rasanya sulit mengharap korupsi di negeri ini akan berakhir. Yang ada malah semakin hari semakin lalim. Di saat rakyat berjuang hidup ditengah pandemi yang tak kunjung reda serangannya, para pemangku jabatan itu justru kehilangan nurani dan melakukan berbagai hal yang menyakiti rakyat. Tanpa malu, tanpa pikir panjang dan tanpa takut balasan Allah SWT di akhirat kelak. 

Ketika tersangka koruptor diatas selain terbukti menggunakan jabatannya untuk melakukan tindak korupsi dan menerima suap juga masih aktif dalam sebuah partai tertua di Indonesia ini. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa partai seakan menjadi sarang korupsi? Haruskah ketika sudah menjabat melakukan korupsi dan menerima suap?

Ya, sebab partai ini hidup dalam sistem kapitalisme. Dari landasan pendirian partainya saja sudah tidak shahih. Yaitu sekedar menghantar seseorang untuk maju dalam ajang pemilihan penguasa. Tanpa misi dan visi yang shahih, apalagi untuk rakyat. 

Partai adalah motor penggerak serta penghisab dasar rakyat. Banyak sekali praktik kepartaian yang akhirnya menimbulkan celah seseorang untuk korupsi, Nepotisme dan Kolusi. Hal itu tak bisa dihindari sebab demikianlah mekanisme kepartaian dalam urusan yang merek sebut politik. 

Lantas ada istilah, ketika seseorang sudah terpilih sebagai pemimpin maka tahun-tahun jabatannya adalah waktu untuk balik modal, mengganti apa yang telah diberikan oleh pendukung modal kepadanya. Bisa berupa uang, proyek, kemudahan birokrasi ataupun pengesahan kebijakan perundang-undangan untuk memuluskan para pengusaha itu berinvestasi.

Lantas adakah penegak hukum yang adil dan tak berpihak pada kepada yang lain kecuali kebenaran itu sendiri? Jangan harap bisa muncul dari sistem hari ini, segala sesuatu sudah disetting sesuai dengan kehendak penguasa. Berbeda pendapat dengan penguasa artinya siap menjadi rival, mau dengan cara siram air keras? Settingan pembunuhan dengan racun atau dibunuh, hari ini tak susah didapat. Jadilah oposisi penguasa maka semua itu akan anda dapatkan!

Kita butuh Qadhi Madzalim, siapa dia? Seorang hakim yang ada pada sistem tata negara Islam. Tugas dan fungsi Qâdhî Madzalim adalah menghentikan kezaliman yang dilakukan oleh negara ( Khalifah, muawin, wali maupun para pegawai negara) kepada rakyat.

 Jika ini terkait dengan kebijakan, maka Qâdhî Madzalim akan membatalkan kebijakan tersebut, seperti pajak, retribusi tol, dan sebagainya. Jika ini terkait dengan sikap atau tindakan semena-mena, maka Qâdhî Madzalim juga akan menghentikan sikap dan tindakan tersebut. 

Qâdhî Madzalim berhak memberhentikan pejabat, pegawai negara, bahkan khalifah jika harus diberhentikan, sebagaimana ketentuan hukum syara’. Termasuk, jika pengangkatan khalifah dianggap tidak sah, maka Qâdhî Madzalim bisa menghentikannya.

Itulah mengapa syarat Qâdhî Madzalim selain harus dari Muslim, merdeka, baligh, berakal, adil, dia juga harus pria dan bisa berijtihad. Bukan hanya ahli fikih yang bisa menurunkan hukum pada faktanya. Ia adalah orang yang secara jelas terlihat ketakwaannya, ia hanya takut kepada Allah SWT. Inilah jaminan keamanan dan keadilan yang hakiki. Wallahu a' lam bish showab.