-->

Partai Islam Dan Jebakan Politik Kursi

Oleh : Threica (Aktivis Muslimah Jember)

Penamabda.com - Pada hari sabtu, (7/3) digelar semacam deklarasi Partai Masyumi Baru. Acara ini dibungkus dengan "Silaturahim Nasional Keluarga Besar Anak, Cucu, Pecinta Masyumi". Acara digelar di Lantai 8 Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, di Kramat Raya, Jakarta Pusat. Meski Pemilu 2024 masih jauh, suhu politik sudah memanas. Para politisi itu tahu bahwa kemungkinan besar ada sosok presiden baru. Sosok itu sudah muncul dan digadang. Ada yang berusaha keras menghancurkan sosok Anies Baswedan, ada yang berusaha mengelus Ahok, ada yang berusaha keras menaikkan Puan Maharani dan Rismawati untuk menjadi posisi top popularitas. Beberapa pekan lalu, dalam Konggres Umat Islam Indonesia di Belitung, Din Syamsuddin melemparkan wacana perlunya ada satu parti persatuan Islam. Alasannya agar kekuatan politik Islam tak terpecah.

Sejumlah tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendeklarasikan kebangkitan Partai Masyumi yang telah dibubarkan di era Presiden Soekarno. Waketum Gerindra Habiburokhman, menilai langkah yang diambil sejumlah tokoh KAMI ini wajar meskipun sebelumnya mereka menyatakan tidak akan pernah menjadi parpol. Habiburokhman menilai, dalam politik, tujuan utama adalah kekuasaan. Terkait upaya menghidupkan kembali Masyumi, Habiburokhman menilai bahwa secara hukum Masyumi Reborn jelas bukan bentuk awal dari Masyumi yang ada di era Presiden Soekarno. Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra ini enggan menanggapi lebih lanjut mengenai upaya menghidupkan kembali Masyumi sebagai sebuah partai politik. Menurut dia, keberlangsungan Masyumi biarlah masyarakat yang menentukan.

DR Margarito menyatakan, ini menjadi pertanda bahwa perjuangan umat Islam yang terkesan hanya menempuh lewat perjuangan sosial melalui ormas, misalnya NU dan Muhammadiyah, mengalami jalan buntu. Banyak yang menganggp tak optimal, karena politik kekuasaan saat ini menentukan segalanya. Bahkan, hanya lewat politik itulah kekuasaan penggunaan uang didapatkan. Di luar itu, kekuatan ormas yang nyata berkutat langsung dengan kehidupan rakyat hanya menerima remah-remahnya. Ini tecermin dengan janji-janji politik masa kini kepada ormas yang hendak memberikan bantuan mencapai Rp 1,5 triliun.

Kekuasaan dalam sistem politik demokrasi, rakyat diberi kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. Demokrasi berasal dari akal manusia yang lemah, terbatas dan cenderung pada hawa nafsunya, sehingga peraturan yang dibuatnya akan lebih cenderung pada kepentingan pribadinya. Seolah olah kekuasaan adalah tujuan tertinggi perjuangan.

Tidak mengenal halal haram, politik bahkan hanya didefinisikan sebagai cara meraih kursi kekuasaan dan puncak kebanggaan juga sarana untuk meraih materi dunia saja. Hanya mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Sejak sekularisme masuk ke dalam kehidupan umat, munculah ketidak percayaan sebagian orang bahwa politik adalah bagian ajaran Islam. Sekularisme justru tidak menafikan sosok Nabi Saw. sebagai pemimpin politik.

Dalam sistem politik demokrasi sangat terbatas atau hanya disatukan oleh ikatan darah, ras, bahasa ataupun tradisi. Di buat, diciptakan, dibentuk dan dirancang oleh manusia. Berdasarkan, berprinsip dan berpedoman pada liberalisme. Syariat mustahil diwujudkan dikancah politik demokrasi. Demokrasi menjadikan kedaulatan tertinggi ada pada rakyat, bukan pada Asy Syari, yaitu Allah SWT. Kalaupun ada partai politik yang melaksanakan aktivitas politik Islam, maka akan mendapat penentangan yang luar biasa dari rezim sekuler yang tak menginginkan sistem politik Islam benar benar tegak karena dipandang mengancam kekuasaan mereka.

Seorang pemikir dan politisi yang agung tak hanya memikirkan kepentingan pribadinya. Tetapi juga pedulih pada keadaan masyarakat di sekitarnya maupun didunia dan berusaha mencari solusi serta bekerja keras memperbaiki kehidupan masyarakat. Dalam sistem Islam, umat disatukan dalam kesatuan akidah. Siapapun yang menganut Islam, dari ras manapun, dari Negara manapun, dia adalah warga Negara Islam.

Dalam sistem Islam, kekuasaan rakyat tidak mutlak, tetapi terikat oleh syariat Allah. Kedaulatan rakyat harus berlandaskan apa yang dibawa oleh Al-Qur'an dan Al hadits. Mereka bekerja dibawah bimbingan wahyu berupa tuntunan hukum syara' dan keyakinan atas peta jalan yang diwariskan Nabinya. Mereka juga bekerja dibawah keyakinan akan janji pertolongan Allah, dengan kembalinya institusi politik Islam hakiki yakni Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah yang akan mengembalikan kemuliaan umat sebagaimana seharusnya.

Sistem Islam harus ditetapkan berdasarkan dalil syariah. Seperti halnya aktivitas dakwah Rasulullah dengan beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah Tatsqif wa Takwin)

Khilafah harus berwujud amal jama'i, atau harus ada gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat dalam perjuangan yang agung. Dalam aktivitas penyadaran ini, mutlak membutuhkan kehadiran sebuah kelompok politik atau partai politik. Melakukan dakwah berjamaah dengan aktivitas politik yaitu Ash Shira Al Fikri (pergolakan pemikiran) dan Kifah Siyasi (perjuangan politik) yaitu dengan mempersiapkan para pejuang politik Islam, Rasulullah membina mereka dengan pemahaman Islam yang kuat sehingga menghasilkan individu yang ber- syakhsiyyah islamiyyah (berkepribadian Islam) dan siap mengemban dakwah dengan menggeser berbagai keyakinan, adat istiadat, dan tolak ukur jahiliah dengan menjadikan aqidah Islam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam sebagai tolok ukur perbuatannya.

2. Tahap Interaksi dan Perjuangan di Tengah Ummat (Marhalah Tafa’ul ma’a al Ummah)

Sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat terjun di tengah masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat untuk melakukan proses penyadaran umum tentang pentingnya kehidupan yang harus diatur dengan Syariah Islam. Dengan demikian, kekuasaan bisa diraih dari tangan umat melalui proses penyadaran, yaitu menanamkan mafahim (pemahaman), maqayis (standar perbuatan) dan qana'at (keyakinan/kepercayaan) Islam di tengah tengah mereka, sekaligus memutus hubungan masyarakat dengan mafahim, maqayis dan qana'at kufur dan pelaksananya. Penerimaan kekuasaan atau Istilam Al Hukmi yang diawali dengan aktivitas Thalab An Nushrah (mendakwahi dan meminta dukungan ahlul quwwah) yang merupakan wahyu dari Allah SWT yang sifatnya wajib terhadap Ahlul Quwwah (orang yang siap membela Islam dan memberikan loyalitasnya semua kepada Islam). Rasulullah Saw. mendatangi para pemimpin qabilah Arab untuk menyerukan Islam dan menawarkan dirinya untuk dilindungi dalam mendakwahkan Islam serta diberi kekuasaan penuh untuk menerapkannya atas umat Islam. Dakwah ini semakin mendapat tempat di sebagian hati penduduk Makkah karena dilakukan dengan pendekatan aqliyah dan menjunjung adab yang luhur. Bukan dogmatis, paksaan apalagi kekerasan.

3. Tahap Penerapan Hukum Islam (Marhalah Tathbiq Ahkamul Islam)

Penerapan syari'at Islam untuk pengaturan kehidupan masyarakat di dalam negeri, Rasulullah SAW juga menerapkan syari'at Islam untuk politik luar negerinya. Penegakan syari'at Islam yang dapat diteladani dari perjalanan dakwah Rasulullah SAW. Setelah perjuangan kelompok Islam memperoleh kekuasaan dari Ahlun Nushrah (pihak yang mampu memberikan kekuasaan), maka pemimpin dari kelompok Islam tersebut akan dibai'at untuk menjadi Khalifah, dengan tugas menerapkan Islam secara kaffah, baik untuk pengaturan kehidupan di dalam negeri, maupun luar negerinya. Dengan diterapkannya Islam secara kaffah inilah, InsyaAllah keagungan Islam akan nampak dari tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia, untuk menebar rahmat-Nya. 

Islam tak mengenal pemisahan agama dari politik. Politik terikat dengan halal haram, kelompok atau partai politik Islam adalah institusi pemikiran yang tegak di atas akidah Islam dan pemahaman akan hukum Islam, menerapkan seluruh hukum Islam. Negara akan mengatur seluruh hidup rakyat dan menyelesaikan seluruh problem kehidupan hanya dengan Islam. Penerapan hukum hukum Islam inilah yang akan menjamin kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, karena hukum Islam datang dari Allah Swt, Zat Yang Maha Pencipta, Maha Mengatur, Maha Perkasa, Maha Bijaksana, Maha Sempurna, Maha Adil dan Maha Tahu segalanya.