-->

Bicara Tak Sekedar Kata, Namun Juga Adab

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

Penamabda.com - Tindakan bullying di negeri ini seakan tak pernah mati gaya. Selalu menemukan varian baru, menyerang berbagai kalangan dan dari mulai fisik, gambar, hingga verbal. Tak ada rasa hormat, menghargai atau setidaknya empati, bagaimana jika kita yang mengalaminya sendiri. Atau anak kita, saudara kita, orangtua dan yang lainnya. 

Di setiap berita yang dishare di media sosial pun tak luput dari komentar tak senonoh. Selalu alasannya," Kan mulut-mulut saya sendiri, apa urusannya sama elu..?"

Sebagaimana dilansirdetiknews.com, 29 Agustus 2020, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak ( Komnas PA) Arist Merdeka Sirait meminta penggunaan kata 'anjay' dihentikan sekarang juga. Komnas PA menilai kata 'anjay' yang sedang populer dipakai anak-anak bisa berpotensi dipidana.

"Ini adalah salah satu bentuk kekerasan atau bullying yang dapat dipidana, baik digunakan dengan cara dan bentuk candaan. Namun jika unsur dan definisi kekerasan terpenuhi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, tindakan itu adalah kekerasan verbal. Lebih baik jangan menggunakan kata 'anjay'. Ayo kita hentikan sekarang juga," demikian himbauannya.

Kebebasan Bukan Berarti Kebablasan

Berbicara adalah salah satu cara manusia berkomunikasi. Mengungkapkan kehendak dan pemikirannya. Bisa secara langsung maupun melalui tulisan baik di media kertas maupun elektronik. 

Sepanjang sejarah manusia telah menunjukkan tahapan-tahapan manusia berkomunikasi dengan yang lain. Dan akhirnya setiap budaya atau masyarakat memiliki nilai tersendiri dalam berkomunikasi, ada nilai atau standar yang disepakati apakah komunikasi ini boleh atau tidak.

Dan di era kebebasan, dimana demokrasi menjadi sistem politik yang mengatur urusan masyarakatnya, kebebasan berpendapat mendapat panggungnya kian lebar. Atas nama Hak Asasi Manusia, setiap orang boleh bersuara meskipun itu melukai, keji dan menzalimi. 

Hal itupun tak hanya melulu berupa kata-kata verbal atau tulisan tapi juga berupa gambar emoticon. Dan anak-anak muda mengenalnya sebagai bahasa gaul. Masih ingat kan beberapa tahun lalu, bahkan seorang artis lenong, Debby Sahertian hingga bisa mencetak bukunya sendiri yang berisi kumpulan bahasa gaul. Yang  sama sekali tak ada dalam KKBI. 

Apa untungnya dalam komunitas masyarakat? Jelas jika tak ada kontrol akan sangat mengganggu, terlepas dari niatan gurau atau kebencian, sebab tidak setiap orang bisa menerima perlakuan yang menurutnya tak pantas. Kita bebas berbicara, tapi tentu tak boleh kebablasan. Pantas saja, jika peradaban yang terbangun adalah peradaban yang rapuh. Mudah terseret pada budaya rusak yang menghinakan.  Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Akan lebih bijaksana jika kita diam sebelum kita berbicara tanpa hati ,menyakiti orang lain dan bahkan meruntuhkan kehormatan kita sendiri

Setiap Amal Akan Ada Hisabnya

Syeh Taqiyuddin an- Nabhaani menjelaskan bahwa masyarakat tak sekedar kumpulan manusia, namun ada interaksi dan mengemban pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama. Artinya, dalam komunitas tadi rasa marah dan ridhonya, peraturan sebagai penyelesai persoalan dan pemikiran memiliki standar yang sama. 

Sehingga akan tercipta ketentraman dan ketenangan. Manusia akan lebih produktif dalam perbuatan, tak hanya berkutat pada kegiatan saling menjatuhkan. Maka, butuh campur tangan negara sebagai institusi yang memiliki perangkat lengkap untuk menjamin ketenangan, dengan senantiasa mendorong individu bertakwa kepada Allah. Menanamkan kesadaran bahwa sekecil apapun amal akan dihisab oleh Allah SWT, zat yang tak pernah lengah. 

Wallahu a' lam bish showab.